Ahmad Zulfikar Fadhly

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Hangatnya Keluarga Ditengah Sunyinya Ruang Tunggu

Hangatnya Keluarga Ditengah Sunyinya Ruang Tunggu

Aku tinggal bersama keluarga inti, yang berisikan ayah, ibu, dan kakak, Kehidupan kami sederhana, tapi penuh kehangatan dan kasih sayang. Meski rumah kami kecil, suasananya selalu terasa hangat oleh tawa dan perhatian satu sama lain.

Tetapi setelah lebaran Idul Fitri kemarin, ayah mulai sering mengeluh soal perutnya yang sakit. Awalnya kami mengira itu hanya masuk angin biasa, tapi lama kelamaan, keluhannya makin parah. Ayah pun mulai bolak-balik kontrol ke berbagai tempat

Hingga pada suatu sore, sakit itu semakin menjadi. Ayah menahan nyeri hebat dan langsung kami bawa ke puskesmas. Di sana petugas berkata, “Sepertinya beliau memiliki penyakit di dalam, dan butuh segera dioperasi.”

Kami semua panik dan sedih. Aku melihat ibu berkali-kali menyeka air mata. Aku sendiri hanya bisa menunduk, mencoba menahan tangis. Ayah yang biasanya kuat, kini tampak lemah dan pucat.

Sore pun tiba, ayah dirujuk ke rumah sakit. Seharian mengunggu diruang tunggu, akhirnya ayah dijadwalkan untuk operasi. Malam sebelum operasi, aku terus berdoa dalam hati, “Ya Allah, kuatkan Ayah... sembuhkan Ayah…”

Operasinya berlangsung cukup lama. Tapi alhamdulillah, dokter keluar dan berkata, “Operasi berjalan lancar.”

Kami menangis lega. Ayah kemudian dipindah ke ICU untuk pemulihan. Aku dan ibu bergantian menunggui di ruang tunggu. Kami tidur di kursi panjang, berselimut jaket seadanya.

Keesokannya, seharusnya ayah dipindah ke kamar biasa, tapi karena kesalahan teknis, kamar belum tersedia. Ibu mulai merasa kesal, namun untungnya, ia punya kenalan di rumah sakit yang langsung membantu mengurus semuanya.

Selama dua minggu, kami mendampingi ayah dengan sabar. Minum dijatah, makan masih ditunda. Tetangga dan kerabat berdatangan, memberi doa dan semangat. Perlahan, ayah mulai bisa duduk, berdiri, hingga akhirnya berjalan pelan.

Dua minggu berlalu, dokter menyampaikan kabar yang kami tunggu, “Bapak sudah boleh pulang, tapi jangan dulu beraktivitas berat.” Hari itu, rumah kembali terasa hidup. Kami menyambut ayah dengan syukur dan senyum penuh haru.

Suasananya campur aduk seperti bahagia, lega, haru, semua jadi satu. Meski ayah belum sepenuhnya pulih, kehadirannya di rumah sudah cukup membuat hati kami tenang.

Tulisan ke-2

Jakarta, 1 Agustus 2025

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post