Anak Orang Yang Terbuang
Anak Orang Yang Terbuang
Matahari telah hampir masuk ke dalam peraduannya. Dengan amat perlahan, menurutkan perintah dari alam gaib berangsur turun turun ke dasar lautan yang tidak kelihatan Rana tanah tepinya. Cahaya merah telah mulai terbentang di ufuk barat dan bayangannya tampak mengindahkan wajah lautan yang tenang tak berombak. Di sana-sini kelihatan layar perahu-perahu telah berkembang, putih dan sabar titik ke pantai kedengaran suara nyanyian Iloho Gading atau Sio Sayang, yang dinyanyikan oleh anak-anak perahu orang mandar itu Oma ditinggal oleh suara geseran rebab dan kecapi. Nun, agak di tengah, di tepi pelanggaran agar kelihatan puncak dari sebuah kapal yang telah berpuluh tahun ditenggelamkan di sana titik dia seakan-akan penjaga yang teguh, seakan-akan stasiun dari setan dan hantu-hantu penghuni pulau layang-layang yang penuh dengan keajaiban itu titik konon kabarnya, kalau ada orang yang akan mati hanyut atau mati terbunuh, kedengaran lah bagi dan ribut-ribut tengah malam di dalam koper yang telah dirusak itu!
Di waktu senja demikian, kota Mengkasar kelihatan hidup titik kepanasan dan kepayahan orang bekerja siang, apabila telah sore di obat dengan menyaksikan matahari yang hendak terbenam dan mengecap awal laut, lebih-lebih lagi bila suka pula pergi makan angin ke jembatan, yaitu panorama yang disengaja di jorokan ke laut ke rumah di dekat benteng kompeni. Di benteng itulah kira-kira 90 tahun yang lalu, pangeran Diponegoro kehabisan hari tuanya sebagai buangan politik.
Sebelah timur adalah tanah lapang Karebosi yang luas dan dipandang suci oleh penduduk Mangkasar. Menurut tokoh orang tua tua, bilamana hari akhir kiamat, Kara Eng Data akan pulang kembali ke rumah di tanah lapang Karebosi akan tumbuh 7 Batang beringin dan terdiri 7 bait anak Oma persemayaman 7 orang anak raja-raja, penggiring dari Kara Eng Data jauh di darat kelihatan berdiri dengan teguh nya Gunung Lompo Batang dan Bawa Kara Eng yang hijau tampak dari jauh.
Dari jembatan besi itu akan kelihatanlah perkawinan keindahan alam dengan teknik manusia titik ke laut tanpa kecantikan lautan maka dari kebesaran Allah dan ke sebelah kanan kelihatan pula anggar batuk anggar dari pelabuhan yang ketiga di Indonesia sesudah tahun Jung perak dan Tanjung Priok.
Di tepi pantai, diantara kampung baru dan kampung Mariso berdiri sebuah rumah bentuk Mengkasar, yang salah satunya jendelanya menghadap ke laut. Di sanalah seorang anak muda yang berusia kira-kira 19 tahun duduk termenung seorang diri nya menghadapkan mukanya ke laut titik meskipun matanya terbentang lebar, meskipun begitu asyik dia memperhatikan keindahan alam di laut Mengkasar, rupanya pikirannya telah melayang jauh sekali, kebalik yang tak tampak di mata dari lautan dunia pindah ke lautan khayal.
Iya teringat pesan ayahnya tak kalah beliau akan menutup mata rumah iya tarekat itu meskipun dia masih lupa-lupa ingat. Ayahnya berpesan bahwa negeri yang asli bukan lah Mangkasar, tetapi jauh di seberang lautan yang lebih indah lagi dari negeri yang didiaminya sekarang titik disana pendam perkuburan nenek moyangnya di sanalah sasap jeraminya .
ada pantun-pantun ayahnya yang telah hafal olehnya lantaran dinyanyikan dengan suara yang merdu itu itu.
“ Bukti putus, Rimba Keluang,
Direndam jagung dihangusi.
Hukum putus badan terbuang,
Terkenang kampung kutangisi.”
“ Batang kapas nan rimbun daun,
Urat tertantang masuk padi.
Jika lepas laut ketahuan,
Merantau panjang hanya lagi.”
Siapa gerangan anak muda itu?
Dia di nama ayahnya Zainuddin sejak kecilnya adalah dirundung oleh kemalangan ...untuk mengetahui siapa dia kita harus kembali kepada suatu kejadian di suatu Negeri kecil dalam wilayah Sepuluh Koto ( Padang Panjang) kira-kira 30 tahun yang lalu.
Seorang anak muda bergelar pendekar Sutan, kemanaka Datuk Mantari Labuh, adalah pendekar Sutan kepala waris yang tunggal dari harta peninggalan ibunya karena dia tak bersaudara perempuan. menurut adat Minangkabau lama amat lah malangnya seorang laki-laki jika tidak mempunyai saudara perempuan yang akan menjaga harta benda, sawah yang berjenjang, badar buatan, lumbung berperang, rumah nan gadang. Setelah meninggal dunia ibunya, maka yang akan mengurus harta benda hanya tinggal ia berdoa dengan mamanya, Datuk Mantari Labih. mamanya itu, hanya pandai menghabiskan saja titik harta benda, beberapa tumpak sawah dan sebuah gong pusaka telah tergadai ke tangan orang lain kalau pendekar sudah mencoba hendak menjual atau menggadai pula selalu dapat bantahan dan selalu tidak semua dengan mamanya itu titik sampai dia berkata, “ daripada engkau menghabiskan harta itu lebih baik engkau hilang dari negeri, saya lebih suka.”
Darah muda masih mengalir dalam baterainya. Dia hendak kawin, hendak berumah tangga, hendak melawan laga kawan-kawan sesama kadang titik tetapi selalu dapat halangan dari mamanya sebab segala pengasihan sawah dan ladang diangkutnya ke rumah anaknya. Beberapa kali dia mencoba meminta supaya dia diizinkan menggadai, bukan saja mamaknya yang menghalangi bahkan pihak menangkan kemenangan yang jauh, terutama pihak perempuan sangat menghalangi sebab harta itu sudah pasti jatuh ke tangan mereka ke rumah menurut hukum adat: “ Nan sehasta, nan sejengkal, dan setampok sebuah jari”.
Pada suatu hari kuma Malang akan timbul, terjadilah pertengkaran diantara dengan kemenakan titik pendekar sudah bersikeras hendak mengadakan setempat sawah untuk belanjanya beristri karena sudah besar dan dewasa belum juga dipanjat “ ijab kabul “. Mamanya merancang dan berkata, “ kalau akan berbini mesti lebih dahulu menghabiskan harta tua, tentu habis segenap sawah di Minangkabau ini titik inilah anak muda yang tidak ada malu, selalu hendak hendak mengagung.
Perkataan itu dikatakan di atas rumah besar, di hadapan mamak mamak dan kemenakan yang lain. Pendekar sutanegara lantaran Maluku tetapi masih ditahannya. Dia berkata, “ Mama sendiri pernah menggadai ku mah bukan untuk mengawinkan Kemenag akan tetapi untuk mengawinkan anak mama sendiri titik berapa tumpak sawah dikerjakan oleh istri Mama, kami tidak mendapatkan bagian.”
“ itu jangan disebut,” kata Datuk Mantari Labih. “ Itu kuasaku, saya mau Mak di sini cuma menghitamkan dan memutihkan kalian semuanya dan menggantungkan tinggi menabung jauh.”
Apa sebab demikian halnya?
Saudara yang kandung tak ada, terutama saudara perempuan titik ibu tempat perlindungan orang laki-laki di negeri yang berbangsa kepada ibu itu telah lama pula meninggal. Meskipun dia akan diterima orang dengan muka manis, yang terkandung di dalam hati mereka tentu lebih baik. Sebab dia baru uang ke rumah kepulangannya menimbulkan cemburu hati keluarga nya dalam persekutuan.
Kalau tidak ranggas di Tanjung,
Cumanak ampaian kain.
Kalau tidak emas dikandung,
Dusanak' jadi rang lain.
Tidak Cuma dia tidak hendak pulang ke rumah meskipun hatinya meratap terang kok pulang. Bukan sedikit dari 12 tahun gendang pohon kelapa yang ditanamkan di muka halaman ibu, entah telah bersisik keris. Dia mesti hilang, mesti larat yang punya seorang, belum sebagai ke pecahan telur ayam sebuah bagi orang di kampung.
Sebab itulah dia di Mengkasar beberapa tahun lamanya, bermacam-macam usaha telah dicarinya, untuk mencukupkan bekal hidup sesuai bagi siswa petang. Dia tinggal menumpang di rumah seorang tua, keturunan bangsa Melayu yang mula-mula membawa agama Islam ke Mangkasar kira-kira 400 tahun yang lalu titik budi pekerti pendekar Sultan amat menarik hatinya, kelakuannya, keberaniannya, dan kadang-kadang pandai berdukun, semuanya menimbulkan sukanya. Sehingga akhirnya dia diambil menjadi menantu, dikawinkan dengan anaknya yang masih perawan, Daeng Habibah.
Tiga dan empat tahun dia bergaul dengan istri yang setia itu, dia beroleh seorang anak laki-laki, anak tunggal, itulah dia, Zainuddin, yang bermenung di rumah bentuk Mengkasar, di jendela yang menghadap ke laut di kampung Baru yang dikisahkan pada permulaan cerita ini.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar