Bab 1: Bangunan Tua yang Terabaikan
Pada hari Jum’at yang panas, saat aku pulang sekolah bersama teman-teman di ekskul keputrian. Biasanya aku pulang sekolah pukul dua siang, tapi karena ada keputrian dan rohis, aku pulang sekolah pukul 4 sore setelah sholat ashar.
Oh iya, aku belum memperkenalkan diriku. Aku Salma, aku adalah siswa kelas 8 di SMP Langit Biru. Aku rasa, sekolahku dinamai demikian karena bernuansa biru seperti langit.
“Capek banget ya abis keputrian tadi, mana mapelnya hari ini ada tiga pula,” keluh Kak Muthi, “Kalau pulang enaknya rebahan di rumah,”
Aku pun tertawa kecil mendengar ucapan teman-temanku, tapi di perjalanan, aku melihat sebuah bangunan tua yang sudah usang. Karena penasaran, aku nanya ke Kak Gladys.
“Ooh, itu dulunya restoran Sal. Aku sering ke situ pas masih kecil,” kata Kak Gladys, “Di situ makanannya enak lho! Aku paling suka beli puding di situ,”
“Tapi kok sekarang udah gak ada? Apa cafenya bangkrut?” tanyaku heran.
“Kayaknya sih iya, aku pernah denger tempat itu bangkrut karena banyak utang terus pemiliknya jadi depresi,” ujar Kak Gladys.
“Ooh, begitu. Oke, aku pulang duluan ya, aku udah dipanggil Mbak Karni nih!” seruku.
Aku pun melambai ke arah teman-temanku. Saat sampai di rumah, aku langsung mandi, dan menonton TV sampai azan maghrib. Saat mekan malam, aku cerita tentang bangunan tua itu ke keluargaku. Orangtuaku ingin bangunan itu dipakai lagi untuk sesuatu, tapi mereka masih belum yakin.
Sejak itu, aku selalu memikirkan bangunan itu, sampai-sampai kalau ada teman yang menyahut, aku tidak meresponnya.
“Woi, Sal! kamu aku panggil-panggil kok diem aja sih?” sahut Lingga, "Aku udah manggil dari tadi lho,” Lingga sedikit kesal karena aku tidak meresponnya.
“Sori, aku lagi gak fokus. BTW, kamu mau nanya apa?” tanyaku.
“Kan tadi ada pr bahasa Indonesia. Terus aku kurang ngerti itu prnya apa,” kata Lingga.
“Ooh... jadi kamu bikin iklan apa aja, bisa iklan produk, jasa, atau iklan masyarakat dalam bentuk poster,” jawabku.
“Ooh, begitu... Oke, makasih ya,” seru Lingga sambil berjalan keluar gerbang sekolah.
“Iya, sama-sama” balasku.
Sepulang sekolah, aku mengerjakan prku di kamar. Aku membuat iklan promosi menu baru di sebuah cafe, nama cafenya adalah “Night Sky Cafe,” karena cafe tersebut bernuansa seperti langit di malam hari.
Beberapa hari kemudian, saat aku mengumpulkan prnya di sekolah, teman-temanku memuji iklan yang aku buat.
“Sal, iklan kamu bagus banget!” puji Reva.
“Makasih, aku memang mau mendirikan cafe sih, cuman belum ada modal,” jawabku.
Ya, aku sebenarnya ingin mendirikan sebuah restoran atau cafe sejak SD, tapi aku belum tahu bagaimana cara mengelolanya dan belum punya budget. Sejak kecil, aku memang suka membantu Mama memasak kue. Saat aku menginjak bangku SMP, aku mulai bisa memasak sendiri. Terkadang aku memasak sarapan sendiri di hari Minggu.
Jika aku sedang libur sekolah, kadang-kadang aku bermain game di hpku. Suatu ketika, aku mengunduh sebuah game yang menceritakan seorang perempuan yang mendirikan sebuah cafe, game itu semakin menginspirasiku.
Memang, orangtuaku juga ingin berwirausaha. Tapi seringkali mereka sibuk dengan pekerjaannya.
“Ma, Pa, kalau aku buka cafe di dekat sekolah aku, boleh nggak Ma?” tanyaku, aku pengen banget dibolehkan.
“Boleh nak, tapi tunggu sampai uang kamu cukup dan kamu lebih bisa bertanggung jawab ya,” kata Mama sambil mengusap-usap kepalaku.
“Iya Sal, kan Salma masih sekolah. Nanti kalau kamu ada ulangan, siapa yang ngurusin cafenya hayo?” komentar Papa.
Aku sedikit kecewa karena aku ingin segera melaksanakan rencanaku. Tapi apa yang orangtuaku katakan benar, aku masih belum bisa mengurus sesuatu dengan baik.
Seiring berjalannya waktu, aku semakin pandai memasak. Aku juga belajar tentang cara untuk mengelola sesuatu. Dan aku juga udah punya modal yang cukup. Saat aku lulus SMA, aku sudah bertekad untuk membuka cafe tersebut bersama teman-temanku.
“Ini sudah saatnya,” ucapku dalam hati sementara aku menelpon sahabat-sahabat lamaku.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar