Vidyalisha Naira Setiadi

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Positif Leukemia

Positif Leukemia

Saat kami di telepon petugas lab untuk kembali ke rumah sakit, aku merasa sedikit kesal dan bingung, dalam hatiku berkata, “Kenapa gak dari tadi, padahal kan Aku, Mommy, dan Daddy menunggu cukup lama?’’

‘’Nay… kenapa? Kok mukanya murung gitu’’ tanya Ibuku dengan heran. Suara Ibu memecah lamunanku.

‘’Gini lho mom…, tadikan kita udah nunggu lama di sana tapi kenapa baru di kasih tau sekarang harus balik? Hiks..’’ jawabku sambil menahan rasa sakit yang masih melekat di tubuhku,

‘’Eh.. kenapa nangis?’’ tanya ibuku seraya mengelus kepalaku dengan kedua tangannya

‘’Hiks.. masih sakit Mom’’ jawabku sambil menangis.

‘’Sabar Nay… nanti kalau sudah dapat obat, Daddy yakin pasti sakitnya cepat hilang’’ kata Ayah sambil menggendongku.

‘’Iya Dad’’ jawabku kepada Ayah.

Sambil menunggu hasil check lab yang kedua, Ayahku menawarkanku makan, karena tadi aku hanya sarapan lima suap nasi dengan telur ceplok yang dibuatkan Ibuku.

‘’Aku enggak mau makan. Lagi pula kalau aku makan rahang aku sakit, nanti aku nangis lagi’’ tambahku.

Di waktu itu aku hampir pingsan karena semua tubuhku begitu sakit ditambah dengan rahangku yang tidak bisa dipakai untuk mengunyah makanan. Sebenarnya aku berasa sungguh lemas hingga tubuhku lesu tak berdaya seperti tissue yang disiram air.

‘’Ya Allah aku gak kuat, tubuhku sakit semua. Ya Allah kapan sakit ini akan selesai, hiks…Ya Allah, tolong sembuhkan aku’’ aku berdoa sambil menitikkan air mata yang membasahi kedua pipiku. Untung saja Ibuku tidak melihatnya, jika ia melihatnya, ia akan terus bertanya kepadaku.

“Anak Vidyalisha…” Suara petugas lab memanggil namaku. Kami yang sedang duduk menunggu di depan ruang lab sedikit terkejut. Ayahku segera menanyakan hasil pemeriksaan lab yang kedua ini.

“Bagaimana hasilnya Bu?” Tanya Ayahku

“Mohon maaf Pak, hasilnya hampir sama dengan yang pertama.” Petugas lab memberikan penjelasan panjang mengenai hasil pemeriksaan darahku.

“Lalu bagaimana?” tanya Ayahku kemudian.

“Bapak segera kembali ke dr. Dina, beliau masih ada di ruang praktek. Hasil lab sudah diinformasikan ke beliau. Dokter sedang menunggu Bapak.”

“Baik Bu. Kami langsung ke sana sekarang”

Kami bergegas menuju ruang praktek dokter. Alhamdulillah dokter masih ada. Dokter segera menjelaskan kemungkinan-kemungkinan diagnosa berdasarkan gejala dan hasil lab.

“Bapak dan Ibu maaf, melihat dari hasil lab, leukosit sangat tinggi. Sedangkan Hb dan trombositnya sangat rendah. Saya menduga ada tiga kemungkinan. Pertama DBD mengingat sebelum kejadian ini pernah demam naik turun. Kedua infeksi hati karena perut dik Naira membesar di bagian hati dan ketiga…, ini yang berat untuk dikatakan, juga ada kemungkinan Leukemia atau kanker darah.” Dokter menjelaskan dengan sangat hati-hati.

Ayah dan Ibuku nampak terkejut, tetapi aku diam saja, belum mengerti apa itu Leukemia. Ayah dan Ibuku saling berpandangan, berpegangan tangan. Akhirnya dokter memintaku langsung dirawat di RS Hermina karena kondisiku yang sangat lemah dan kesakitan.

Sementara Ibuku mengurus administrasi untuk rawat inap, ayahku langsung menggendongku ke ruang rawat. Suster mengantar aku dan ayahku menuju ruang rawat inap anak.

Selanjutnya selama dirawat, darahku sering diambil untuk diperiksa. Dari hasil pemeriksaan darah lanjutan diagnosa sakit yang pertama dan kedua gugur. Namun perlu waktu dua hari lagi untuk menunggu kemungkinan diagnosa berikutnya. Karena untuk memeriksa dan membaca hasil gambaran darah tepi waktu itu belum ada ahlinya di RS Hermina Bekasi.

Selama menunggu hasil pemeriksaan lanjutan, aku dirawat di ruang ICU. Karena nafasku yang selalu sesak seperti kondisi setelah berlari terlalu lama. Di dalam ruang ICU aku dipakaikan baju pasien dan dibantu pernapasan dengan oksigen yang selangnya panjang menjuntai masuk ke lubang hidungku. Dan banyak mesin lainnya sekitar ranjangku yang aku tidak tahu apa saja fungsinya.

Aku juga terus menerus mendapatkan transfusi darah dan setelahnya badanku terasa gatal-gatal. Infusan tidak pernah berhenti, setiap kali habis langsung di ganti yang baru. Beberapa selang infus tertancap di tangan dan kakiku karena transfusi darah dan infus obat yang bersamaan dipasang ke badanku. Kadang tanganku juga jadi membengkak karena infusan itu. Akhirnya infusan dicabut dan harus pindah tempat.

“Aduh… sakit Dad...hiks. Tanganku jangan ditusuk jarum lagi…” Aku menangis setiap kali dokter atau suster masuk ruangan. Aku takut mereka akan menusuk-nusuk tangan dan kaiku lagi dengan jarum suntik.

“Ga apa-apa Nay, sabar ya… supaya sembuh harus diinfus lagi” Ayahku mencoba membujukku supaya mau diinfus lagi.

Waktu di ruangan ICU, keadaan ruangan sebenarnya tidak terlalu sepi. Ada beberapa pasien di ruang ICU, tapi karena di ruang ICU hampir semua pasiennya orang dewasa, jadi tidak ada pasien yang ditemani kecuali aku. Untung saja ada ayah dan ibu yang menemaniku, tapi sayangnya mereka hanya boleh menemaniku secara bergantian. Tapi aku tidak merasa sedih karena ada orang tuaku dan rasa sakit di semua sekujur tubuhku sedikit berkurang,

‘’Nay, nanti kalau udah sembuh main lari-larinya jangan berlebihan, jangan sampai keliling cluster!’’ celetuk ayahku sambil melihat kepadaku

‘’Iya Dad. Kalau aku gak lupa hahaha….’’ Jawabku dengan sedikit bercanda.

‘’Nay mau makan gak?’’ ibuku bertanya saat menemaniku.

‘’Mau sih mom. Tapi nanti rahangku sakit lagi’’ jawabku.

Sebenarnya di waktu itu aku merasa apa pun yang kulakukan semua salah. Aku mencoba menggerakan salah satu anggota tubuhku yang lesu, ketika aku mengerakkan tanganku untuk menggaruk tanganku yang lainnya, aku kembali menangis karena yang sebelumnya rasa sakit yang sudah sedikit berkurang, malah rasa sakitnya terasa menyengat tiga kali lipat.

‘’Ya Allah sakit banget...’’ aku menangis pelan.

‘’Eh kok nangis lagi, masih sakit?’’ tanya ibuku

‘’Hiks.. iya barusan aku mau garuk tangan. Eh badanku sakit lagi mom. Padahal aku sudah banyak diinfus dan disuntik obat, kenapa sakit nya ga mau hilang ya mom?” tanyaku sambil berderai air mata.

Ibuku membelai kepalaku pelan lalu mencium pelan dahiku. Air matanya nampak tertahan. “Sabar ya sayang... Insya Allah Nay segera baikan. Kita sama-sama berdoa kepada Allah agar sakit nya Naira cepat diangkat ya.”

POV Ibu

Kami sungguh terkejut mendengar kemungkinan diagnosa dr Dina. Sesaat aku dan suamiku terdiam. Dr Dina hanya memandang kami prihatin. Kemudian beliau meminta Naira agar segera dirawat melihat nafasnya yang makin sesak dan nyeri yang tak kunjung usai.

Menuju ruang administrasi rawat inap, aku seperti tak kuasa lagi berjalan. Perlahan aku menyender dinding dan berjongkok sambil menahan nafas yang terasa sangat sesak. Beberapa saat kemudian, aku menguatkan diri. “Tidak…. Naira ga mungkin terkena leukemia. Aku harus yakin itu.”

Selesai mengurus administrasi, aku bergegas ke ruang rawat inap anak yang telah diinformasikan suster sebelumnya. Namun saat tiba di dalam ruangan, aku terkejut mendapatkan Naira tidak ada disana.

Pengunjung yang menemani pasien lain dalam kamar menatapku, lalu berkata. “Ibu cari anak yang tadi masuk sini ya? Saya dengar tadi suster bawa ke ruang ICU bu. Sepertinya tadi darah keluar dari hidungnya.”

Aku terpana dan tak sadar menutup mulutku. “Ya Allah… apalagi ini…” Tak terasa air mata menetes dari mataku. “Terima kasih ya pak” sahutku pelan.

“Yang sabar ya bu…” jawab bapak itu sambil menatapku sedih.

Aku bergegas pergi ke ruang ICU. Di depan ruang ICU aku menemui dr Dina yang nampaknya sedang berbicara dengan suami ku. Sesaat kemudian, beliau berpaling dan berkata kepadaku dengan lembut, “Ibu… Sementara ini Naira harus masuk ICU dulu karena harus mendapatkan pengawasan penuh. Naira juga perlu mendapatkan transfusi darah segera. Saya sudah menjelaskan tadi ke Bapak. Kemudian saya juga perlu konsultasikan kondisi Naira kepada dokter spesialis ICU dan dokter hematologi. Kami juga harus melakukan beberapa test tambahan untuk memastikan kondisi Naira.”

“Karena Naira masih kecil, Ibu atau Bapak boleh menemani Naira di dalam ruang secara bergantian, namun tetap harus pakai baju steril dari rumah sakit ya.”

“Baik dok, terima kasih” jawabku pelan sambil menahan isak.

Aku melihat di dalam ruang ICU beberapa perawat sedang memasang selang oksigen dan infus untuk Naira. Tubuh kecilnya nampak begitu lemah. Matanya terus memandang kepadaku yang sedang berdiri di depan kaca ICU. Aku segera berpaling dari pandangan nya agar ia tak melihat air mataku yang berderai.

Kami bergantian menemani Naira di ruang ICU. Ah, inginnya aku terus yang menemani Naira. Tapi tentu suami ku pun juga ingin bersama Naira. Apalagi dalam kondisinya sekarang.

Meskipun dalam kondisi di transfusi dan selang oksigen yang terus terpasang, Naira berusaha tampak ceria di depanku agar aku tidak sedih. Aku sedikit merasa bersalah karena sempat menangis di hadapannya.

“Mom, lihat deh. Aku seperti main di sinetron ya? Aku pernah liat di TV adegan kaya gini, di rumah sakit, tiduran dan banyak selang di badan” katanya sambil tertawa kecil. Aku sedikit tergelak mendengar omongannya. Rasa sedih sedikit terobati melihat nya masih bisa bercanda.

“Nanti kita main adegan lainnya ya Nay.. adegan Naira sembuh dan kita jalan-jalan lihat lumba-lumba lagi. Gimana? Asyik kan?” sahutku menyemangati nya.

“Mom, maaf yaa… gara-gara aku sakit, Mommy dan Daddy jadi tidak bisa kerja”

Aku terpana mendengarnya, tak sedikit pun menyangka Naira bisa berpikir sampai kesana. “Naira ga usah pikirin kerjaan Mom dan Dad yaa… Naira jauh lebih penting bagi Mom dan Dad. Lagipula tempat kerja Mom dan Dad semua baik, bisa mengerti kondisi kita saat ini. Jadi Mom dan Dad bisa terus menemani Naira disini.” sahutku pelan menahan sesak di dada.

Beberapa kali kami sempat berkonsultasi dengan dokter ICU bersama dr Dina. Hasil beberapa test lain seperti check kultur bakteri, test darah hitung lengkap, rontgen maupun test gambaran darah tepi tidak menunjukkan arah diagnosa ke DBD maupun sakit lainnya. Kecenderungan diagnosa leukemia menjadi semakin dekat. Menurut dr Dina, kami harus menjalani test BMP (bone marrow puncture) yaitu check sample darah sumsung tulang belakang untuk memastikannya.

Dr. Dina menjelaskan prosedur BMP. Suntikan besar akan dimasukkan ke tulang belakang untuk mendapatkan sejumlah sample darah dari sumsung tulang belakang yang merupakan pabrik produksi darah. Kemudian sample itu akan di check lab untuk mengetahui jumlah blast dalam darah. Blast adalah jumlah produksi sel darah putih yang tak terkendali sehingga menekan produksi sel darah lainnya. Saat sel darah merah dan sel darah lainnya berkurang, maka oksigen dalam darah juga turut turun dan mempengaruhi kerja organ-organ lainnya.

Aku sedikit bergidik mendengar suntikan yang menembus tulang laksana bor. Untunglah prosedur BMP di RS Dharmais untuk anak didahului dengan bius total. Sehingga Naira tidak akan merasa sakit saat menjalani prosedur tersebut.

Naira menjalani test BMP di RS Dharmais karena saat itu belum bisa dilakukan di RS Hermina. Kami diantar jemput menggunakan ambulans dari RS Hermina.

Saat menerima hasil BMP, kami berkonsultasi dengan dokter onkologi anak di klinik RS Dharmais yaitu dr. Tanti. Beliau seorang dokter yang nampak sangat keibuan dan lembut.

Kami duduk berhadapan dengan dr Tanti di ruang prakteknya. Sedangkan Naira masih tertidur pulas efek bius tadi di ruang One Day Care sambil ditemani perawat dari RS Hermina.

“Bapak dan Ibu, hasil blast dari BMP Naira menunjukkan jumlah 83%, ini produksi sel darah putih yang sangat besar melampaui normal. Saya juga sudah check medical record dari RS Hermina. Hmmm… ini agak berat, namun saya harus informasikan di awal. Anak Naira positif leukemia type ALL (acute lymphoblastic leukemia).”

Aku sedikit terhenyak walaupun sudah menduga nya saat mengintip hasil lab tadi. Aku menggapai tangan suamiku lalu menggenggam nya erat untuk mendapatkan kekuatan. Suami ku juga balik menggenggam erat tanganku.

“Dok… bagaimana Naira bisa terkena leukemia? Di keluarga kami tidak ada penderita kanker. Dan selama ini Naira juga mendapatkan asupan makanan yang baik” tanyaku sedikit menolak diagnosa itu.

“Begini bu…” jawab dr Tanti lembut. “ALL adalah jenis leukemia yang cukup sering diderita anak. Dan hingga saat ini belum ada penelitian yang bisa memastikan dari mana seorang anak bisa menderita kanker tersebut. Bisa dikatakan, kanker darah pada anak termasuk kejadian acak. Saya tidak bisa mengatakan bahwa Naira mendapatkan leukemia ini karena faktor keturunan ataupun asupan makanan yang salah.” sambungnya menenangkan.

“Jadi… apa yang harus kami lakukan untuk Naira, dok?” tanya suamiku terbata-bata.

“Begini… Ada beberapa pilihan pengobatan kanker, namun saya menyarankan Naira untuk segera mendapatkan kemoterapi. Untuk penderita leukemia seusia Naira, tingkat kesembuhan setelah kemoterapi cukup tinggi bila segera dilakukan. Saya cukup optimis bila Naira cepat mendapatkan terapi, dia bisa sembuh. Memang kemoterapi untuk leukemia jenis ALL ini cukup memakan waktu. Kurang lebih ada 4 fase prosedur kemoterapi yang harus dijalani.” demikian penjelasan dr Tanti secara panjang lebar.

Setelah cukup berkonsultasi mengenai prosedur kemo, kami segera menemui Naira dan kembali ke RS Hermina.

Dengan beberapa pertimbangan dan saran dari beberapa dokter di RS Hermina, kami segera mengurus perpindahan rawat Naira ke RS Dharmais setelah dirawat selama 2 minggu lamanya di RS Hermina.

bersambung

Cerita sebelumnya http://vidyalishanairasetiadi.sasisabu.id/article/rasa-sakit-sekujur-tubuh-1718990

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Masya Allah.. semangat trus, ya, Naira. Itu sampai sekarang, sakitnya?

28 May
Balas

Alhamdulillah sudah sembuh. Tetapi masih harus kontrol ke rs

29 May

Allah tdk akan memberikan cobaan diluar kemampuan ummat nya yg terpilih... Nayra, Mom and Dad adalahw org2 yg telah dipilih Allah dg kadar ujian nya... insyaAllah nayra sembuh dg kesembuhan yg tdk berbekas aamiin... Ikhtiar Mom and Dad sdh maksimal

13 May
Balas

Aamiin....Terima kasih

13 May

Masya Allah kuat banget kamuu. Ditunggu sambungannya Nay.

13 May
Balas

Terima kasih Tante. Nanti aku ceritain lagi ya....

13 May

MasyaAllah...semangat naira...

13 May
Balas

Terima kasih

13 May

Baca proses BMP ngilu rasanya di tubuh. Nai hebat mampu melewati itu semua dan mampu menceritakan kembali. Terimakasih ya Naira sudah mau berbagi pengalaman

17 May
Balas

Iya. Semoga pengalaman yg aku ceritain bermanfaat.

17 May

Semangat kak! Kak naira salam kenal yaa

24 Sep
Balas

Terima kasih Flavia. Saya senang berkenalan dengan kamu

10 Oct

Saya juga kak

26 Oct
Balas

Semangat kakak... Semoga kakak di berikan kesehatan dari-Nya... O ya, salam kenal ya kak...

04 Jul
Balas

Terima kasih Aila.. salam kenal juga

04 Jul

Semangat kak! Semoga cepat sembuh ya!

19 May
Balas



search

New Post