Misteri Sosok Tanpa Wajah - Berkemah di Hutan
Berkemah di Hutan
Semester satu di kelas lima telah selesai. Murid-murid di Precious Elementary School sudah menjalani separuh dari tahun ajaran itu. Mereka sudah menjalani ulangan semester selama seminggu, dan hasil ulangan sudah dibagikan. Seperti biasa, Rai dan Lia mendapatkan nilai terbaik. Tibalah masa liburan tengah tahun, libur panjang akhir semester.
“Rai, apa yang akan kita lakukan selama liburan kali ini?” tanya Lia.
“Entahlah. Mungkin kita bisa berlibur ke tempat wisata, ke pantai…, atau—”
“Rai! Kita tidak punya uang untuk itu! Ayah dan ibu pasti tidak mau membiayainya,” Lia menyergah.
“Yaa.., lalu, kita berlibur ke mana?” tanya Rai.
Dua anak kembar itu berpikir keras. Mereka harus mengisi waktu liburan dengan sesuatu yang menyenangkan, seru, serta tidak menghabiskan uang. Pikiran-pikiran untuk berlibur ke taman hiburan atau ke tempat wisata terkenal terus menghantui. Namun, mereka tidak punya uang untuk itu.
Rai dan Lia tidak bisa meminta pada orangtua mereka untuk membiayai liburan mereka. Orangtua mereka sibuk bekerja, mengurus banyak hal, pokoknya serba sibuk. Lagipula, keluarga mereka menerapkan kebiasaan untuk hidup mandiri dan disiplin. Rai dan Lia tidak pernah mendapatkan uang jajan dari orangtua untuk membeli jajanan di kantin. Biasanya hanya diberikan lima puluh ribu setiap anak sebagai uang bulanan. Selebihnya, mereka harus bekerja keras mencari uang sendiri. Lia dengan prestasinya dalam menerbitkan buku, sedangkan Rai dengan mengikuti perlombaan-perlombaan.
“Aha! Aku tahu!” Rai menjentikkan jarinya.
“Apa? Kau punya ide untuk liburan kita kali ini?” tanya Lia, menoleh penasaran.
“Ya,” Rai mengangguk riang. “Kita akan berkemah di hutan!”
“Itu ide yang bagus,” Lia mengangguk-angguk. “Tapi, kita akan berkemah di hutan yang mana?”
“Mmm.., kalau itu, aku masih memikirkannya..,” Rai menggaruk kepalanya, nyengir lebar.
Lia berpikir, memilin-milin rambutnya. Kemudian…
“Oh, aku tahu! Kita bisa berkemah di hutan menuju desa Kembang Sari, tempat Keira pernah tinggal di sana,” usul Lia.
“Maksudmu.., Keira yang suka misteri dan detektif seperti kita?” tanya Rai memastikan.
“Iya,” Lia mengangguk. “Memangnya kamu tidak ingat?”
“Tentu saja aku ingat. Kita pernah ke sebuah vila untuk acara keluarga bersama, kan?” Rai mengangguk-angguk.
Lia mendengus mendengarnya. Lia kesal sekali mengingat pengalaman itu. Waktu itu, Lia dipaksa untuk pulang karena tidak mendapatkan kamar, sedangkan Rai mendapatkan sebuah kamar. Lia menangis terus-menerus selama perjalanan pulang.
“Baik. Kita akan berkemah di hutan itu. Hari ini, kita akan berkemas dan menyiapkan peralatan dan kelengkapan berkemah,” Lia memutuskan.
Rai dan Lia pun berkemas. Rencananya, mereka akan menginap selama lima hari. Maka dari itu, mereka pun menyiapkan sepuluh pasang pakaian. Selain pakaian, mereka menyiapkan buku catatan, perlengkapan detektif mereka (siapa yang tahu nanti akan terjadi sesuatu yang menarik), senter, dan lain-lain. Kemudian, mereka menyiapkan tenda berkemah. Mereka mengemas semua barang yang mereka bawa masing-masing dalam satu tas ransel.
Setelah itu, Rai dan Lia pun meminta izin kepada kedua orangtua mereka untuk pergi berkemah. Syukurlah, kedua orangtua mereka mengizinkan. Rai dan Lia tidur cukup cepat malam itu, agar besok mereka tidak lelah atau malas untuk pergi berkemah.
Keesokan harinya, ayah mengantarkan Rai dan Lia pergi berkemah. Sesampainya di tepi hutan, ayah pun menghentikan mobil.
“Kami pamit, Yah,” Lia mencium punggung tangan sang ayah.
“Hati-hati, ya! Jangan ceroboh, jangan melakukan hal yang aneh-aneh,” ayah sekali lagi memperingatkan, setelah banyak peringatan yang diberikan selama perjalanan.
“Iya, ayah. Tenang saja,” Rai mengedipkan sebelah matanya.
“Huh, kan kamu yang suka ceroboh, Rai,” Lia mendengus, kemudian menengadah untuk menatap wajah ayahnya. “Percayakan semuanya padaku, Yah. Aku akan membuatnya tidak bisa macam-macam.”
“Lah, aku kan kakaknya!” Rai menyikut lengan Lia.
“Jangan bertengkar, anak-anak. Kalau begitu, ayah pulang dulu, ya! Tiga hari, kan? Ayah akan menjemput kalian pukul delapan pagi. Oke?” ayah memastikan.
“Oke, ayah,” Rai dan Lia mengangguk.
“Baik, ayah pulang! Sampai jumpa tiga hari lagi!” ayah melambaikan tangannya, masuk ke dalam mobil.
Rai dan Lia mendirikan tenda 20 meter dari tepi hutan. Itu dilakukan supaya mereka bisa mandi di kamar mandi kecil yang berada di tepi hutan. Setelah mendirikan tenda, mereka pun beristirahat di dalamnya. Rai dan Lia memutuskan untuk bermain permainan yang mereka bawa.
Mereka belum sadar, kalau acara berkemah di hutan kali ini membawa mereka ke sebuah kasus yang menegangkan…
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
hai :)
hai juga! :D