Setiap orang pasti punya keluarga. Begitu juga dengan aku. Di keluargaku ada empat orang. Ada bapak, ibu, aku, dan kakaku. Aku tidak punya adik. Aku anak kedua dan sekaligus terakhir.

Ketika keluargaku bahagia, aku pun sangat bahagia. Kami biasa makan bersama. Kalau sore hari, kami biasa ngobrol bersama di beranda. Kadang ada tetangga yang ikut nimbrung.

Tapi, sebaliknya, kalau keluarga sedih, aku pun ikut merasa sedih. Contoh rasa sedih yang paling mendalam adalah ketika bapakku sakit. Lalu, tidak lama kemudian, bapakku meninggal.

Semua anggota keluargaku jadi benar-benar berduka. Sangat sedih. Bagaimanapun, kehilangan orang tua itu sangat tidak enak. Sebab hanya orang tua yang mampu mencintai, menyayangi, mengayomi, dan membimbing kami dengan penuh ketulusan dan keikhlasan.

Sejak bapakku meninggal, rumahku menjadi semakin sepi. Kakakku menikah dan tinggal di rumah istrinya. Sementara aku kuliah di luar kota. Di rumah ibu tinggal sendirian.

Untungnya rumah istri kakakku dekat sehingga dia bisa pulang setiap hari. Kalau aku, pulang ke rumah terkadang tiga bulan sekali atau lebih. Apalagi sejak aku lulus S-1, aku jadi lebih sering di rumah untuk menemani ibu.

Aku sangat bangga kepada keluargaku. Sebab hanya keluargaku yang paling bisa memberi kenyamanan dan kebahagiaan. Apa yang mau kami lakukan kalau berkaitan dengan keluarga, kami selalu bermusyawarah terlebih dahulu.

Kalau kami punya uang lebih, biasanya kami jalan-jalan atau makan di luar bersama-sama. Menurutku itu sangat menyenangkan. Sebab dalam keluarga, kebersamaan adalah sesuatu yang sangat berharga. Berharganya melebihi apa pun.

Aku berdoa, semoga bapakku bahagia di alam sana. Semoga bapakku dimasukkan ke surga bersama para ulama, wali, atau nabi. Aku juga berdoa, semoga keluargaku senantiasa diberi kesehatan, kebahagiaan, keberkahan, dan perlindungan dari Allah SWT. Aamiin.

Sby, 27/9/21