Sofia

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Perjuangan Kakak

Sungguh cemburu hatiku ini. Sudah sejak minggu lalu, lightstick bulat yang mengkilap tergantung di depan meja belajar kakak. Ingin sekali rasanya Aku melihat dan memegangnya. Namun, setiap kali Aku masuk ke kamar kak Dara, Ia langsung menunjukkanku untuk tidak memanggil lightstick itu. Setiap pergi, kak Dara juga selalu mengarahkan pintu kamar. "Memangnya kenapa Aku tidak boleh menyentuhnya, setiap kali Aku punya barang baru, kakak juga selalu" jawabku ketus

"Karena kau ini ceroboh, apa-apa yang kamu pegang pasti jatuh, kalo gak, ya pecah, kau ini benar-benar mirip dengan RM,"

"Bentar aja kak, aku bakal pegang baik-baik kok"

"Gak boleh, ya, gak boleh,"

Erin, Erin "suara Ibu memanggilku.

"Tuh di panggil Ibu," Kakak menoleh dengan isyarat menyuruhku untuk pergi keluar kamar.

Aku keluar dengan muka sebal setengah marah, namun juga dengan senyum. Tapi tetap saja, tidak adil rasanya, sejak ada lightstick itu, semua benda-benda milik kakak tidak boleh Aku sentuh. Albumnya BTS, laptop, dan segala benda yang ada di rak dan meja belajar kak Dara. Meskipun boleh, pasti kakak selalu mencegahku mengambil sendiri.

"Erin, ambilin sayur di kebun belakang rumah, habis itu dipotong, terus masuk ke baskom ini, yah!" Ibu memberikan kepadaku.

"Baik, ibu" jawabku pelan sambil tersenyum.

Dengan tangan yang masih sibuk mencabuti sayuran, Aku mencoba berpikir "Ini gak boleh dibiarin, kalo gini terus Aku gak bisa pinjem laptopnya kakak, kalo gak bisa pinjem, Aku gak bisa nonton film, dong, gak bisa nulis di laptop juga, iya kan, Mola "Erin berdiskusi dengan kucingnya.

"Meowww" Mola menghapus Erin

"Aduh, gini aja, haha, makasih, Mola" Erin mengelus kepala Mola.

"Ibu, kakak berangkat dulu, ya" kakakku pamit mengambil kunci motor dan bergerak menuju ke rumah gambar untuk belajar bersama.

"Iya, hati-hati, kak" suara ibu menjawab dari dapur.

"Kakak, rajin banget, Bu"

"Biasa, kakakmu memang selalu begitu, nanti malam kakak juga mau nonton konsernya BTS, nanti bisa jadi kakak belajarnya sore, nanti bisa nonton" ibu menjelaskan sambil terus memasak.

Tak selang lama setelah kakak pergi, tiba-tiba ada pesan masuk di ponsel ibu,

"Erin, ibu mau ke rumah Bu Dewi untuk ambil jahitan" rupanya pesan dari Bu Dewi "selesaikan masaknya ya, nanti bilang sama kakak"

"Baik, Bu" Aku mengangguk tanda mengerti.

Setelah menyelesaikan tugas dapur Aku mengambil cemilan di lemari dan duduk manis di depan televisi untuk menonton kartun. Ding dong ding dong, suara jam dinding menandakan tepat pukul tiga sore. Tak selang lama, suara motor kakak terdengar dari luar.

"Ibu, kakak pulang" suara kakak sambil membuka pintu.

"Ibu lagi ambil jahitan di rumah Bu Dewi, bekal makan malam kakak ada di meja dapur" Aku menjelaskan "hari ini kakak mau nonton konsernya BTS, kan?"

"Kok tahu"

"Ibu yang kasih tahu, lagi pula, jarang ibu masak malam makan malam begini"

"Oh, kamu gak ikut makan juga?"

"Aku nanti aja, masih belum laper"

Tanpa Berbicara lagi, kakak sudah siap pakai dan menuju ke meja makan. Setelah makan, kakak langsung Bersiap-siap. Konser di mulai pukul setengah tujuh malam. Konser diselenggarakan di ICE - BSD. Jaraknya, sekitar 40 km dari rumah. Butuh waktu sekitar satu jam untuk sampai ke sana.

"Erin, kakak liat lightsticknya, gak?" Suara kakak, sambil memasukkan beberapa barang ke dalam tasnya.

"Emm, kalau sekarang gak"

"Apa maksudnya 'kalau sekarang'?" Suara kakak meninggi sambil mendekat ke arahaku "Kamu ambil lightstick kakak, ya?"

"Boro-boro ambil lightstick, orang pintu kamar kakak aja dikunci"

"Kamu pasti ambil kunci cadangannya, kan, jangan bohong, keliatan tuh kuncinya di sakumu"

"Hah, mata kakak memang setajam elang, iya, emang Aku yang ngambil"

"Terus di mana lightsticknya sekarang," Kakak mulai khawatir dan marah

Seketika itu, kakak langsung mematikan televisi dan memegang lenganku.

"Erinn, dimana cepetan, nanti bisa telat" kakak terus menarik-narik lenganku. Aku hanya terdiam dan seolah tak peduli. Kakak semakin marah dan

“Ahh, sakit kakak” kak Dara menarik rambutku. Gantian kutarik rambut kak Dara, marah sekali rasanya. Dan, perang mulutpun terjadi antara Aku dengan kakak. Bahkan, sempat kami saling melempar bantal.

"Kakaaak"

"Eriiinnnn"

Ibu yang baru saja pulang, tergesa-gesa menuju ke arah kami.

"Erin, kakak, kalau mau bertengkar di luar saja" ibu melerai kami dengan tegas.

"Erin, nih, Bu, dia ambil lightstick kakak, sekarang malah disembunyikan entah dimana" kak Dara marah sambil menunjuk ke arahku.

"Erin, sebenarnya kamu ambil lightstick kakak atau tidak?" Ibu bertanya kepadaku dengan lembut. "Erin, jawab pertanyaan ibu"

"Iya, Erin memang ngambil lightsticknya kakak"

"Sekarang dimana lightsticknya?" Ibu memegang pundakku.

"Hahh, lightstick kakak sudah menjadi bubur, Erin memang ngambil kunci cadangannya kakak, sewaktu Erin di kamar kakak tadi, awalnya Erin cuma mau liat lightsticknya, abis itu, lightstick kakak Aku taruh di meja dekat jendela, niatnya mau lihat album, tapi, tiba -tiba Mola masuk terus coba nangkep cicak di dekat lightsticknya, Erin nyoba buat nangkep Mola, tapi kalah cepet, terus lightstick kakak gak sengaja kena badan Mola terus jatuh ke tempat sampah dibawah, Erin niatnya mau cepet-cepet ngambil, tapi ternyata sampahnya udah diangkut , alhasil, ya, lightstick kakak sudah menjadi bubur entah dimana "Aku menjelaskan panjang setengah senang, karena dengan ini, Aku tidak perlu menghilangkan lightstick itu secara langsung. Karena, sebenarnya Aku juga tidak tega untuk melakukannya.

Erinnn marah kakak dengan air mata berderai. Perang mulut antara Aku dan kakak terjadi lagi. Ibu mencoba untuk melerai, namun, pesan ibu kewalahan. Akhirnya, kakak masuk ke kamar dan ambang pintu kamar. Akupun pergi ke kamar dan langsung merebahkan tubuhku ke kasur.

"Krieek" suara pintu kamarku terbuka

"Erin" suara ibu lembut, lalu duduk di sampingku.

"Erin tahu gak, kakak dapet lightstick itu darimana," ibu bertanya kepadaku

"Dari ibu, kan"

"Bukan, Erin, kakakmu menabung cukup lama untuk membeli lightstick itu, bahkan, karena tidak mau merepotkan alamat, kakak sampai belajar jadi penulis biar punya tahap sendiri"

"Masa, Bu? Tapi, kenapa kakak tidak menyuruh ayah untuk mengirim uang saja?" Aku masih setengah tidak percaya

"Kan tadi ibu sudah bilang, kakakmu tidak ingin merepotkan, lagipula ayah sedang berusaha keras sekarang, karena pekerjaan ayah cukup sulit diluar Jawa" ibu tidak jemu bercerita "kakakmu menulis banyak sekali cerita, tapi tak ada satupun yang mau menerimanya, sampai sekitar tiga bulan setelah itu, edutulis menerima karya kakak dan menerbitkan ceritanya, dengan senang kakakmu memberi tahu ibu, karyanya diterima, kakak juga bercerita kalau ia ingin menulis agar bisa punya tahap sendiri untuk membeli lightstick, yang takut takut kakak lupa dengan belajar dan sekolahnya. kakakmu dengan mantap mengajar untuk selalu bersungguh-sungguh dalam belajarnya, ibu pun setuju, "ibu menjelaskan panjang.

"Kalau kakak punya tahap sendiri, kenapa dia masih meminta uang pada ibu" aku masih penasaran

"Saat karya kak Dara diterima, bukan berarti menghasilkan banyak uang, persaingan yang kakak sudah cukup sulit, masih sedikit yang suka dengan cerita kakak, bahkan kakak sempat ingin berhenti dan menyerah, tapi, karena ia sudah berlaku, tentu harus ditepati, akhirnya kakak terus mencoba dan berusaha untuk menghasilkan cerita yang terbaik, lebih lama cerita kakak mulai diminati, walaupun belum banyak, tapi kakak sudah mulai punya tahap, tapi masih sedikit, sedangkan harga lightstick itu mahal sekali, kak Dara memutuskan untuk menabung sebagian besar tahapnya agar kakak bisa membeli lightstick sebelum konser hari ini, "ibu menjelaskan kembali

"Ibu, terus bagaimana ini, Erin bener-bener gak tau, setahu Erin, lightstick itu cuma sekedar barang yang menganggu dan buat Erin cemburu" Aku menangis dan mengajar ibu.

"Sudah, sekarang kamu minta maaf aja dulu sama kakak," ibu mengelus rambutku.

"Tidak perlu meminta maaf, kakak sudah memaafkanmu" Tiba-tiba suara kak Dara mengagetkanku "sekarang sudah jam tujuh malam, kalau mau pergi ke konser pasti sudah telat, kalaupun sempat, pasti udah gak bisa nonton dari awal, tapi, tiba satu jam sebelum konser dimulai itu juga sudah termasuk telat, sih, tapi ya sudahlah tidak apa "kakakku melempar senyum ke arahku.

"Maafin Aku kak, Aku gak tau kalau ternyata kakak ngalamin perjuangan panjang buat dapetin lightstick itu" Aku menangis dan membina erat kakak.

"Kakak juga minta maaf, seharusnya kakak tidak perlu marah dan sampai menarik rambut Erin, tadi" kakak mengelus rambutku selembut ibu tadi.

Tiba-tiba ponsel kakak berbunyi, ternyata ada telfon masuk dari pesan, siapa kakak menjawabnya.

“Hah, beneran nih, gak salah denger kan?” Suara kakak terdengar keras. "Ibu, Erin, ternyata konsernya ditunda besok malam, jadi, kakak masih bisa nonton konsernya BTS besok" kakakku berlari menuju kearah kamarku dengan kegirangan

"Syukurlah" ibu tersenyum melihat kakak kegirangan.

“Tapi, lightstick kakak gimana?” Aku menunduk.

Kakak terdiam dan tersenyum "Sudah tidak apa, tadi kakak bilang gak papa kan, gak usah sedih, kakak sudah maafin kok, yang penting besok kakak tetep bisa nonton konsernya"

"Kakak" ibu memegang benda bulat dan menunjukkan nya ke arah kakak.

"ARMY bomb, darimana ibu dapet lightstick ini?" Kakakku kegirangan tidak percaya.

"Ibu sebenarnya mau kasih ini buat ulang tahun sekaligus apresiasi buat kerja keras kakak, tapi ternyata kakak sudah beli sendiri, jadi ibu simpan, dan sekarang buat kakak" ibu menjelaskan dengan senang.

"Makasih banyak, ibu" kak Dara mengajar ibu dengan penuh rasa terima kasih.

Aku yang melihatnya pun ikut senang dan lega. Untuk ibu pun.

"Erin, besok ikut kakak ke konser yuk"

"Emm" aku memandang ke arah ibu dengan tanda meminta izin, ibu mengangguk pertanda boleh.

Keesokannya, tepat pukul setengah tujuh malam konser dimulai, semua ARMY ikut bernyanyi bersama BTS.

"Oo uwo oo uwo uwo" kakak ikut bernyanyi bersama dengan para ARMY yang lain. Melihat kakak yang penuh antusiasme dan rasa senang, menyadari betapa bahagianya kak Dara, maafkan Aku kak.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post