Shofiyah Syifa Mujahidah

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Nomor Whatsapp - 7 || Sahabat Dunia Akhirat

Nomor Whatsapp

“Abang, Teteh, sini Nak!” panggil Abi. Aku yang saat itu sedang membaca buku langsung menuju tempat Abi berada. Di sana sudah ada Abang.

“Kan BDR ini membuat kita harus memakai handphone. Grup kelas kalian maisng-masing ada di nomor whatsapp Abi sama Ummi. Nah, Abi sama Ummi kan, enggak bisa setiap hari nemenin kalian di rumah. Ummi tetap ke sekolah, sedangkan Abi kadang-kadang pergi keluar. Kalau nanti jadwal Abi keluar bertepatan dengan jadwal kalian google meet atau zoom, gimana? Jadi, rencana Abi dan Ummi, kami akan memberikan kalian handphone dengan nomor whatsapp masing-masing. Handphone yang kalian gunakan nanti adalah handphone Abi yang lama, HP Besar (begitu kami menyebutnya, karena layarnya besar).”

Abi menjelaskan panjang lebar kali tinggi. Dadaku berdegup kencang. Apa? Punya nomor whatsapp sendiri? Waw!

Sebelum-sebelumnya, aku dan Abang belum diperbolehkan mempunyai nomor whatsapp, apalagi handphone. Kata Abi, handphone itu merusak. Kami baru diperbolehkan mempunyai handphone ketika kuliah.

Ternyata, BDR ini membuatku mempunyai nomor whatsapp! Ah, thanks, BDR!

“Memang bisa dua nomor whatsapp di satu perangkat?”

“Bisa. Abang nanti pakai nomor whatsapp biasa, Teteh pakai whatsapp business.”

“Jadi besok-besok, kalau ada tugas di grup, langsung Abi kirim ke nomor kalian. Nanti Abi juga kirimin nomor guru-guru yang ngajar di kelas.”

Abi langsung mengambil HP Besar dan meng-instal whatsapp untuk kami. Dadaku semakin berdegup kencang.

***

Keesokan paginya, aku melihat-lihat whatsapp-ku. Saat itu, aku belum tahu cara menggunakan whatsapp. Cara menambah status, cara me-reply pesan, itu baru aku ketahui beberapa bulan kemudian.

Di beranda whatsapp-ku, baru ada nomor whatsapp Abi dan Ummi. Aku langsung mempunyai ide. Bagaimana jika aku mengabari Kinan? Berkata bahwa aku diperbolehkan mempunyai whatsapp. Hm, ide bagus.

Aku langsung menghampiri Abi yang sedang mendesain di ruang tamu.

“Bi, Teteh boleh nge-chat Kinan?” tanyaku.

Abi tersenyum. “Bukannya enggak boleh. Boleh-boleh saja, asalkan kewajibannya tetap dijalankan. Salat, baca Al-Qur’an, jaga Adek, juga tugas harian.”

Aku mengangguk mengiyakan. Lalu, aku berfikir. “Hm, berarti Teteh harus nge-chat Bundanya Kinan. Nomornya Bunda Kinan dari… dari Ummi!”

Aku langsung menge-chat Ummi.

Me: Assalamu’alaikum Mi, boleh minta nomor Bunda Kinan?

Tidak lama kemudian, Ummi membalas. Lalu, Ummi mengirimkan nomor Bunda Kinan. Aku dengan semangat ’45 langsung menghubungi nomor Bunda Kinan.

Me: Assalamu’alaikum Bunda, ini Shofiyah Bun. Hehe, alhamdulillah nih Bun, Shofiyah udah punya nomor whatsapp sendiri. Um, boleh Shofiyah minta nomor Kinan, Bun?

Bunda Kinan tidak langsung membalas. Iyalah, enggak aktif kok. Aku bersabar menunggu balasan dari Bunda Kinan.

***

Bunda Kinan: Wa’alaikumussalam Shofiyah. Alhamdulillah, udah bisa berkomunikasi sama Kinan ya.

Di bawahnya, ada nomor Kinan. Aku mengetikkan kata terima kasih, lalu langsung menghubungi Kinan.

Kinan juga kelihatan senang karena aku sudah mempunyai nomor whatsapp. Seharian itu, kami bertukar cerita. Kinan mengirimkan foto adiknya, Yasmin. Kami juga bercerita tentang tugas, tentang… apa sajalah! Semua dibahas. Namun, karena aku masih belum tahu cara me-reply pesan, jadi, percakapannya kayak enggak nyambung. Hehehe…

Setelah lama bercerita, Kinan menawarkanku untuk masuk ke dalam grup. Aku bertanya, grup apa? Katanya, grup khusus persahabatan kami. Di dalamnya sudah ada Aca, Atika, dan Kinan. Tinggal aku yang belum. Aku langsung menyetujui, dan Kinan langsung memasukkanku ke grup itu. Nama grupnya “Best Friends Forever.”

Saat aku masuk, Kinan dan Aca sedang bertengkar. Aku tidak mengerti bertengkar masalah apa, tapi ada pesan dari Kinan Aca halu pp-nya Rafathar mulu, lalu ada emoji ketawa. Ah, mungkin idola, pikirku.

Kinan langsung mengenalkanku setelah lama berdebat dengan Aca.

Aca: Hai Shofi! Yey, Shofi udah punya nomor whatsapp!

Me: Kalian kenapa sih, berantem muluk. Bosen tahu dengerinnya.

Aca: UwU enggak ada sih, Kinan aja mancing emosi.

Kinan: Aca sih pp-nya Rafathar terus.

Aca: Terus, masalah?

Begitulah, kami selalu bertengkar tapi bertengkar sambil bercanda.

Aku hanya terkikik membaca pesan mereka. Menurutku, baik secara online mau pun offline, mereka tetap menyenangkan.

Aku baru mengakhiri perbincangan di grup setelah Abang Faqih marah-marah, karena dari tadi aku terus yang bermain handphone.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren teh. Semangat yaa, namatin bukunya~!!

22 Feb
Balas

Hehe makasih. Iya, insyaallah!!

22 Feb

Sama-sama :D

22 Feb

Teteh post sampai bab ini doang ya?

25 Feb
Balas

Iyess. Hehehe...

25 Feb

Ok teh... ditunggu bukunya yaaa

27 Feb



search

New Post