Shofiyah Syifa Mujahidah

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
CERPEN III: Rendang Favoritku

CERPEN III: Rendang Favoritku

Rendang Favoritku

Oleh: Shofiyah Syifa Mujahidah

“Umay,” panggil kakak sambil mengetuk-ngetuk pintu kamarku. Ya, nama lengkapku, Izzatunnisa Humayra, biasa dipanggil Umay.

“Ya Kak, sebentar!” aku segera melepas earphone yang terpasang di telingaku, menaruh HP di atas kasur, lalu membukakan pintu untuk kakak.

Aku melihat wajah kakak yang girang, sampai-sampai ia tidak menyadari kalau aku sudah membuka pintu. Kakak bersiap hendak mengetuk pintu kamarku lagi.

“Eitss …” aku membuka pintu lebih lebar agar kakak menyadari kalau pintunya sudah terbuka.

“Ehh,” kakak cengengesan.

“Ada apa sih, Kak?” tanyaku penasaran.

“Ituu, kata Ummi, nanti siang kita akan ke rumah Nenek! kamu siap-siap ya!”

Aku meloncat-loncat kegirangan. Ya, tentu saja karena akan pergi ke rumah nenek. Biasanya, ketika kami mengunjungi rumah nenek, nenek pasti akan menghidangkan kami rendang khas Padang. Hmm, maknyuss…!

Aku segera mengangguk. Kakak pun berlalu dari kamarku sambil sesekali mendendangkan lagu favoritnya. Ya, aku tahu, kakak juga pasti senang, karena sebentar lagi, kami akan bertemu nenek tercinta, beserta rendang tersayangnya!

Dengan semangat ’45, aku menutup pintu dan segera memasukkan baju-baju yang akan aku bawa ke rumah nenek di Bukit Tinggi.

Aku menutup tas lalu menghembuskan nafas lega. “Akhirnya, selesaii!!” aku berteriak kencang sekali. Ya, aku memang sering seperti itu. Jika aku sedang senang, lalu pekerjaan yang membuatku senang itu terselesaikan, aku akan berteriak untuk melepaskan semua rasa penat di dalam tubuhku.

“Huh!” aku menghempaskan diri ke kasur. aku berniat untuk tiduran sebentar agar otot punggungku kembali normal, karena dari tadi aku membungkuk untuk melipat ulang baju-bajuku. Ehh, bocoran dikit deh. Aku suka acak-acakan kalau mengambil baju. Jadi ya, gitu deh. Lemariku gak pernah rapi. Kecuali kalau ummi akan merazia lemariku. Hehe …

Tok tok tok!

Terdengar suara pintu diketuk. Aku melangkah gontai menuju pintu.

“Hmm?” aku bertanya malas pada sang pengetuk pintu. Ternyata ummi! Aku sontak menghilangkan wajah malasku dan berusaha berbicara sopan pada ummi. Ya, karena tadi aku mengira itu kakak!

“Eh, ya, Mi? Ada apa?” aku berusaha tersenyum.

“Umay, sudah siap-siap kan?” tanya ummi. Aku mengangguk. “Makan dulu, yuk!” ajak ummi. Lagi-lagi aku mengangguk.

Kami pun berjalan menuju dapur. Di sana, ada abi yang sudah standby di meja makan dan ada kakak yang sedang memasak ayam pop.

“Wah, chef kita berganti, nih!” sindirku pada kakak. Aku mengambil 4 buah piring dan meletakkannya di meja makan.

Aku lihat kakak hanya menjulurkan lidah. Aku tertawa.

Setelah ayam pop-nya matang, kami pun sarapan bersama. Asyiiikk, banget kalau makan bersama keluarga itu. Rasanya mesraa banget! Eakk … hehe…

“Bi, jadi berangkatnya jam berapa?” tanyaku.

“Insyaallah sesudah sholat zuhur, kita langsung meluncur,” ujar abi.

Hari telah beranjak malam. Aku dan keluargaku sudah meluncur dari rumah semenjak jam 12 tadi. Aku membuka jendela mobil. Membiarkan udara segar nan dingin menyentuh kulitku. Aku memang suka membuka jendela mobil ketika malam hari. Udaranya sejuk, apalagi aku akan ke Bukit Tinggi, yang di mana udaranya selalu sejuk.

Aku keluarkan tangan kananku ke luar jendela. Membiarkan angin menerpa lengan kananku. Kepala aku dongakkan sedikit ke luar juga. Wahh, sejuk sekali!

“Eh eh, Umay! Tangan sama kepalanya jangan keluar dari jendela, dong! Bahaya tahu,” ujar kakak mengingatkan. Aku memeletkan lidah ke arah kakak. Tak lama kemudian, aku tertawa. Kakak hanya mendengus kesal, lalu kembali memainkan game di HP-nya.

Aku tahu yang dibilang kakak itu benar. Maka, aku pun duduk kembali dengan manis sambil sesekali melahap snack.

“Wah, kita sudah sampai,” ujarku kagum.

“Ayo Bi, kita turun!” kakak dengan segera memakai tas kecilnya, kemudian turun dari mobil dan langsung berlari memeluk nenek dan atuk, bergantian.

Aku juga tak mau ketinggalan. Kuciumi pipi nenek dan atuk, sampai mereka tertawa geli.

“Aku rindu Nenek,” ucapku pada nenek. “Juga sangat kangen Atuk.”

Mereka tersenyum. “Kami juga sayang cucu-cucu kami.”

Abi dan ummi selalu terlambat. Mereka menyalami dan mencium pipi nenek dan atuk setelah kami melakukan itu.

“Uhh, kalian paling tua kok kalian yang selalu terlambat, sih?” ujar nenek bergurau. Aku dan kakak tertawa mendengarnya.

“Kami kan harus mengangkut barang-barang terlebih dahulu, Ma. Lagian mereka itu …,” kata ummi sambil menunjuk kami berdua, “… selalu turun melompat dari mobil dari gang depan sana.” Ummi bergurau juga. Kami semua pun ikut tertawa. Ahh, menyenangkan sekali!

“Udah-udah, yuk masuk,” kata nenek.

Hmm, dari tadi, aku sudah mencium aroma rendang buatan nenek. Maka, dengan cepat, aku mendahului kakak yang sudah duluan berjalan ke dalam rumah.

Aku berlari masuk ke dalam rumah. Ketika melewati kakak, aku menoleh ke belakang sambil berkata, “Aku duluann!” sontak saja kakak mengejarku dan kami berlomba lari ke arah meja makan!

Yah, memang sudah tradisi, setiap kami berkunjung ke rumah nenek dan atuk, kami selalu makan terlebih dahulu. Dan itu juga tidak memberatkan nenek dan atuk. Toh, di sini juga ada bibi Disa dan paman Yofi.

“Kalian ini tidak sopan. Seharusnya, Nenek dan Atuk yang duluan menduduki meja makan,” tegur abi sembari menggelengkan kepala melihat kelakuan kami. Kami cengengesan.

“Sudah, tidak apa-apa. Ayo, Umay, Qulfa, dimakan rendangnya,” atuk tersenyum sembari menyodorkan piring.

“Terima kasih Nenek dan Atukk!” ujar aku dan kakak serempak.

Kami segera melahap makanan spesial buatan nenek itu dengan semangat. Diam-diam, bibi Disa memotret kami berdua yang sedang makan dengan lahapnya, lalu mengirimkannya ke grup keluarga besar nenek dan atuk. Sontak, ramai yang berkomentar. Dan ketika mengetahui kami berkunjung ke rumah nenek, sepupu-sepupu kami yang tinggal di dekat rumah nenek dan atuk pun ikutan ngumpul.

Kata mereka, mereka juga ingin mencicipi rendang nenek yang maknyuss …! Ahh, rendang pembawa kebahagiaan, selalu dinantikan. Kuharap, keluarga besarku tetap seperti ini. Ceria, supel, dan sholah sholeha. Aku bangga pada keluargaku, jugaa …, pada rendang! Wahahaha …

Tamat

_Jaga Jarak

_Pakai Masker

_Jaga Kesehatan

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post