Sayyidah Redha Hidayah

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Bab 18, Hanya Terdiam

Hanya Terdiam

Melihatmu bertukar sapa dengannya

……

“Hey “ Sapa Zahra ramah. “Oh Hay Zahra,,” Jawab Fadhil Seraya tersenyum.

Aku tak bisa menjelaskan perasaan yang kian hari kian merapuh. Bagaimana tidak? Zahra,

sahabatku itu sudah dapat meluluhkan hati seorang Fadhil. Apa kabar denganku, yang tak

kunjung bisa mengungkapkannya sedari dulu, meluluhkan hatinya, bahkan memeluknya

dalam mimpi pun juga enggan. 2 Minggu tepat setelah tragedi pingsan hari itu, Mereka

semakin dekat. Bagai anggrek dengan inang nya. Ke Kantin selalu bareng, pulang sekolah

selalu boncengan, Bahkan Fadhil pernah mengajak Zahra ke rumah Tahfidz. Fadhil, andai

kau pernah berada di posisiku saat ini,, terbunuh dengan kenyataan yang memang faktanya

kamu tidak akan pernah menjadi milikku. Berjuang tanpa dihargai itu sakit, Mengejar tanpa

dikejar itu miris. Apalagi, saat malam tiba,, Zahra selalu menceritakan apa yang terjadi di

sepanjang hari. Terkadang aku merasa iri, mengapa harus Zahra, bukankah aku lebih

mengagguminya, bukankah aku yang lebih mencintainya. Mencoba tersenyum, melihat

kalian saling bertukar sapa, saling berbagi cerita, bahkan sampai membangun suatu

hubungan. Kau tau? Itu sangat menyakitkan.

Termenung di Rooftop sekolah, lalu menikmati setiap desiran angin. Membuka lembaraan Al

Quran, dan mencoba untuk menenangkan diri. “yā ayyuhan-nāsuttaqụ rabbakumullażī

khalaqakum min nafsiw wāḥidatiw wa khalaqa min-hā zaujahā wa baṡṡa min-humā rijālang

kaṡīraw wa nisā`ā, wattaqullāhallażī tasā`alụna bihī wal-ar-ḥām, innallāha kāna 'alaikum

raqībā”. Tak lama setelah itu, aku merasa ada seseorang yang berdiri di ambang pintu

rooftop, segera ku menoleh, dan menemukan seorang wanita berjas dokter dan dengan

stetoskopnya yang menggantung di lehernya. Wajahnya sangat menyerupai diriku,

bedanya,, ia tampak lebih bercahaya. Ia tersenyum. “Dai, tetap semangat, jangan sedih

mulu soal cinta,, ini masih cintanya anak remaja,, ga perlu sedih, Liat aku sekarang,, keren

bukan? Ya, ini kamu.” Ucapnya dan kemudian menghilang. Aku terdiam, tak bisa berpikir

apa yang tadi kulihat, semuanya diluar nalar. Apakah hanya halusinasi aku saja, atau

memang ia datang untuk menunjukkan aku yang sebenarnya dimasa depan kelak.

“Apa jangan jangan, dia akan berjodoh denganku saat dewasa nanti? Tapi, kenapa dia

bahas tentang cinta ya?,, apa itu pertanda bahwa aku telah khilaf, mencintai seseorang

melebihi mencintaiku dengan sang Maha Kuasa, apaa Ia cemburu?” gumamku seraya

menatap kearah langit.

Maafkan aku”.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post