Sayyidah Redha Hidayah

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Bab 17, Oh Tidak?!

Oh Tidak?!

Hujan deras mengguyur sekolah kami, aku dan teman teman ku memanfaatkan waktu

tersebut untuk berbaring di lantai. Sedikit bercerita, hingga akhirnya merek pun tertidur

kecuali aku. Bukan hanya mereka yang tertidur, bahkan hampir seisi kelas pun ikut tertidur,

pergi ke alam mimpinya masing masing.

Aku yang tengah mengumpulkan niat untuk melanjutkan naskah puisi, terhalang Fabian.

Fabian tersenyum ke arahku, kemudian sedikit menopang dagu didepan mejaku.

“Kamu ga tidur?” tanya Fabian.

Aku yang tak ingin terlalu merespon terus mencari kesibukan seperti membenahi meja dan

bersiap untuk tidur.

“Ini baru mau tidur” jawabku yang langsung menutup wajah dengan tas.

“Mau aku temenin tidur?” tanyanya.

Aku pun terlonjak mendengar ucapan Fabian.

Fabian pun terkejut mendapat respon aneh dariku, “ eh ma- maksudnya tuh mau aku

temenin kalau ga tidur” ralat Fabian.

Aku pun menggeleng seraya tersenyum, “ gausah Fab, Makasih,, Dai juga mau tidur ini”

Fabian kini hanya ber-oh ria sera tersenyum sungkan.

“Yaudah sana” ucirku seraya kembali menutup wajah dengan tas.

Fabian kini beranjak berdiri seraya menaruh suatu kertas diatas mejaku.

Aku yang mengetahui hal itu hanya diam tak berkutik.

“Nanti dibaca ya” ujar Fabian.

Aku tidak menjawab ucapannya, hanya mendengarkan lalu kembali memejamkan mata.

Setelah melihat Fabian tertidur dilantai, aku segera melanjutkan naskah puisi yang sedari

tadi kubuat.

Sekitar 30 menit lamanya, aku membuat naskah tersebut, akhirnya selesai.

Melipat menjadi 2 bagian, lalu ku taruh dibawah kolong meja. Membuang nafas sejenak lalu

teringat akan kertas kecil yang tadi Fabian berikan. Mataku berkeliling mencari wujud kertas

tersebut, namun tak kujung kutemukan.

“Tadi perasaan ada disini”

Aku terus mencari kertas tersebut.

Tak kunjung kutemukan wujud kertas tersebut, hingga akhirnya aku melupakan perihal surat

dari Fabian.

……

“Oh iya, nih Zahra,, memangnya untuk apa?” tanyaku seraya memberikan kertas yang

sudah terlipat menjadi 2 bagian.

Zahra menerima kertas tersebut, “ woah terimakasih” ucap Zahra seraya memelukku.

“Gapapa, yaudah aku duluan ya ke kantin nya,, tolong bilangin ke temen temen juga” ucap

nya dengan seutas senyuman yang tak pernah hilang dari sudut wajahnya.

Mataku sedikit menyipit melihat dia berlari menuju kantin, “ ada apa ya? Sampai dia bahagia

kayak gitu..” tanyaku dalam hati.

Sedikit bersikap bodo amat, lalu menghampiri Nay dan Buna yang tengah asik bermain

basket dilapangan.

“Kemane aje lu Dai..” Tanya Nay seraya memantulkan bola tersebut.

“Kedepan sebentar,,” jawabku.

“Terus si Zahra mana?” tanya Rai yang tengah duduk di bangku sudut lapangan.

Aku pun menghampiri Rai dan Candy yang tengah asik makan Coklat.

“Kata Zahra, lu emang kemarin sakit?” tanya Candy.

Aku pun mendaratkan bokongku ke salah satu sudut bangku tersebut.

“Iyah” jawabku seraya tersenyum.

“Sakit apa lu?” Tanya Rai.

“Sakit Hati” jawabku seraya tertawa.

“Hepatitis??” tanya Candy seraya memajukan posisi duduknya seolah o.ah terkejut.

“Aih,, bodoh kali ku punya temen kayak kauu” Ujar Rai seraya menunjuk tepat didepan

wajah candy.

“Penyakit Hati itu Hepatitis kan??” tanya candy yang masih belum menyadari bahwa aku

hanya bergurau.

“Bicit kili kiu” kesal Rai.

Aku menggeleng seraya tertawa, “ engga Candy,,, Dai bercanda” jawabku seraya tertawa.

Candy kini hanya melempar cengir kuda. “Lah iya pantesan, gua bingung ya, hepatitis kan

penyakit hati, eh malah gue dikatain bodoh” ucap Candy seraya tertawa.

Tak Lama setelah itu, Zahra datang seraya berteriak tak karuan, “Gaeeeees” teriak Zahra.

Seketika, kami berhenti dari apa yang sedari tadi kami kerjakan, melihat ke arah Zahra yang

datang seraya tertawa.

“Kenapa lu?” tanya Buna.

“Enggak gak apa apa,, kalian gue tungguin di kantin kok gak dateng dateng sih aelah” kesal

Zahra.

“Oh lu nungguin kita ke kantin??” tanya Nay seraya tertawa.

“Iye” jawab Zahra.

“Gue puasa beb” jawab Nay dan Buna berbarengan.

“Puasa apa?” tanya Zahra.

“Senin – Kamis lah, sekalian qada puasa ramadhan gue” jawab Nay.

“Oh, kesian deh,, umhh segerr” ledek Zahra seraya menyeruput teh segar buatan bu elli.

“Ish emang gue anak kecil apa,, yang kalau digoda langsung ke goda” ucap Nay seraya

menyiniskan matanya.

“Yhaa kesel, awas batal” ledek Zahra.

Nay kini tertawa mendengar ledekan Zahra. “ Bacot Kau” ujar Nay.

Zahra kini hanya tertawa mendengar teriakan Nay barusan.

“Dai, temenin gue ke toilet sebentar yuk” ajak Zahra.

Tak banyak penolakan aku langsung mengangguk.

Saat ditoilet, aku langsung masuk terlebih dahulu.

Darah segar menetes dari kedua lubang hidungku, terus mengalir tak ada hentinya.

Karena tak membawa persiapan tissu, aku meminta tolong kepada Zahra yang sedari tadi

sibuk bercerita.

“Maaf. Zahra. Boleh tolong belikan tissu dikantin?” ucapku.

“Jadii tuh, terus puisinya kan di baca sama,, ha?! I-i-itu kenapa Dai??”

“Nih uangnya,, tolong beliin tissu ya”

“Oh iya iya” ucap Zahra yang langsung berlari keluar dari toilet.

“Aduh, Zahra lama banget,,” ucapku gelisah karena semakin banyak darah yang mengalir

deras di hidungku.

Tak lama, ada seorang yang menggedor gedor pintu kamar mandi, karena aku sudah tak

sanggup berdiri lagi, aku pun terjatuh, alhasil suaranya terdengar hingga depan toilet.

“Halo?! Siapa didalam??” tanya laki laki tersebut.

Tak lama setelah itu, Zahra datang dan menemukan Fadhil seolah olah tengah menguping

suara dari dalam kamar mandi.

“Kaka ngapain??” tanya Zahra hati hati.

“gak bukan begitu,, tadi Kaka dengar suara orang terjatuh didalam,, boleh tolong bukakan?

Kalau kaka yang buka,takut ada salah paham nanti” ucap Fadhil.

“Ha?! DAI JATOH? PINGSAN?!” Panik Zahra yang langsung mendobrak pintu kamar mandi.

“Dai??” Ulang Fadhil sedikit terkejut.

Seketika, Zahra berteriak, “ Kak, tolongin Dai ka,,”

Fadhil yang mendengar teriakan Zahra langsung melongok kedalam kamar mandi, dan

menemukanku tergeletak bebas di lantai dengan penuh bercak darah, lalu ia

menggedongku dan membawaku keruang UKS.

Aku yang sudah tak sanggup berbicara bahkan tak sanggup hanya sekedar membuka mata

hanya bisa merasakan detak jantung yang kian lama tak beraturan.

Entah lah, disaat saat seperti ini, aku masih mementingkan perasaanku. Rasa ini begitu

indah.

“Dai, sebentar ya,, Zahra panggilin guru” panik Zahra yang langsung meninggalkan aku

berdua dengan Fadhil di UKS.

Fadhil berdiri, beranjak berjalan menuju kantin.

“Dai, sebentar ya,, kaka belikan es batu dulu” ucap Fadhil.

Tak lama setelah itu, Fadhil sudah membawakan sebuah air dingin.

Mengompres dahiku karena saat itu, suhu badanku meningkat.

Darah di hidungku masih Fadhil usahakan untuk berhenti, memegang hidungku, lalu

menyuruhku sedikit menghembuskan nafas.

Darah Darah itu keluar begitu banyak dan berwujud sangat cair. Fadhil bingung harus

melakukan apa lagi, selain menyusul Zahra yang tengah memanggil guru.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post