Safira putri Dyah sari

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Sang pemimpin h-24

Berdiri tanpa melihat dia, dia yang sedang bersujud di hadapannya, mantan pemimpin itu tidak mau melihat anaknya yang akan menjadi penguasa.

“Kamu tidak pantas memanggil ku ayah”

“Memang apa salah aku ayah”

Sang pemimpin negeri itu bersujud, air matanya terus menetes.

“Kau terlalu angkuh anak ku, apa kau merasa diri mu sudah hebat atas tahta yang kau dapatkan sekarang”

“tidak ayah.. aku tetap anak mu, tahta ini adalah tanggung jawab yang begitu berat bagiku”

“mengapa engkau mau, wahai anak ku”

“Aku mau karena, aku takut ada orang yang menyalahgunakan tanggung jawab ini”

Mantan pemimpin itu merasa lega hatinya, perlahan dia menoleh ke arah anaknya.

“Terus apa yang akan engkau janjikan kepada negara ini?”

“Saya tidak akan memberikan janji kepada negara ini, telah banyak janji yang pemimpin berikan kepada negara ini.”

“Lau apa yang engkau berikan?”

“Saya akan berusaha memberikan kemerdekaan untuk negara ini”

Mantan pemimpin itu pun terlihat bingung.

“Apa maksud nya perkataan itu? wahai anak ku”

“mungkin bagi pemimpin terdahulu negara ini sudah merdeka, namun bagi ku negara ini masih dijajah oleh kebodohan, sehingga orang-orang banyak yang mau jadi budak untuk negara lain”

Mantan pemimpin itu pun langsung terdiam.

“Kenapa ayah diam”

“Ayah hanya berpikir, dulu ayah pikir tahta adalah kekuasaan, sehingga ayah dengan sesuka hati menindas rakyat-rakyat yang lemah, dan ayah juga terjerumus dalam kenistaan, ayah merampas uang uang rakyat.”

“Kenapa ayah lakukan itu?”

“Itu kesalahan ayah yang terbesar, dahulu ayah pikir, diri ayah paling kuat, tanpa ayah sadari raga ini tidak mempunyai kekuatan apapun, hanya tulang yang berlapis daging dan kulit yang begitu lembek”

Pemimpin itu terus bersujud, kedua tangan ayah itu mengangkat raga anaknya. Namun sang pemimpin tidak mau berdiri, dia terus saja bersujud dan menangis.

“Kenapa engkau tidak mau bangun anak ku, dan apa yang engkau tangisi.”

“Aku merasa takut ayah,”

“Apa yang kamu takut kan”

“Aku takut… sifat ku nanti jadi seperti ayah, karena uang rakyat begitu menggiurkan bagi ku, dan aku takut jabatan ini membuat aku lupa akan janji ku kepada negara ku”

Raut muka sang ayah mulai berubah, seyuman melukis wajahnya, menawan seakan ada cahaya yang menyinari wajahnya.

“bangunlah anak ku, lihat ayah”

Sang pemimpin melihat wajah ayahnya, di saat bola mata tertuju kepada Mantan, pemimpin itu pun terseyum dan mulai menaikan tubuhnya.

“Ingatlah satu hal anak ku, kita tidak akan jadi pemimpin bila kita tidak ada yang dipimpin, kita tidak akan jadi kuat tanpa ada yang lemah, dan di saat kita diberi kekuatan maka akan lahir tanggung jawab yang besar.”

Sang pemimpin itu menghentikan air matanya. sang Mantan pun memeluk tubuhnya yang gemetar karena ketakutan terus menghantuinya.

“kamu harus takut sama diri kamu sendiri, karena musuh yang sebenarnya yaitu diri kamu sendiri”.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post