Rela berkorban h-23
Namaku intan Nuraini, aku adalah seorang gadis buta, dan kebutaan ini sudah kuderita sejak aku dilahirkan di dunia maka itulah alasan kenapa aku jarang (malas) untuk keluar rumah, Alasannya Karena kalau aku keluar rumah juga percuma yang kulihat hanyalah kegelapan.
Malam itu ibu masuk ke dalam kamarku sembari berkata "Intan ibu mau membicarakan sesuatu yang penting tentangmu". "Iya. Apa yang ingin ibu sampaikan kepadaku?" Jawabku. " Emm, kalau misalnya ada orang yang mau mendonorkan matanya kepadamu apakah kamu akan menerimanya? Dan apakah kamu akan menerimanya dengan senang hati?" Tanya ibu kepadaku. Setelah aku mendengar perkataan ibu aku sangat kaget sekaligus senang karena setelah sekian lama akhirnya aku mendapat donor mata.
"Tapi tan, pendonor itu… adalah seorang anak yang rela kehilangan matanya untuk mendapat uang untuk pengobatan ibunya" sahut ibu kemudian.
Mendengar hal itu aku terdiam sejenak, berpikir bagaimana nasib anak itu.
“Tidak bu, aku tidak ingin mengambil kebahagiaan orang lain. Lagipula aku sudah terbiasa, tapi ibu harus tetap membantu anak itu" ucapku pada ibu. Ibupun langsung memelukku dengan pelukan yang erat lalu ia berkata "Ibu bangga padamu" ujar ibuku sembari mencium keningku.
Keesokan harinya, aku mendengar suara seperti ada anak yang sedang bermain di halaman rumah. Aku pun berinisiatif untuk berjalan menuju luar rumah sambil duduk santai dihalaman rumah.
“Hai, namaku tiara. Namamu?” tanya salah seorang anak padaku. Aku terdiam, dan hanya tersipu padanya. “hei kau hanya buta, tidak tuli dan tidak bisu mengapa kau tidak menjawab.” ujar salah seorang anak yang lain. Aku tetap terdiam, dan tak menghiraukan ucapan anak itu. Aku berdiri dan berjalan masuk rumah, “mau kemana? duduklah dulu” tanya tiara padaku. “Aku akan masuk, namaku Intan nurani panggil saja aku Intan” jawabku secara singkat.
Tak aku sangka ia memelukku dengan pelukan hangat, “kita berteman kan?” tanyanya lagi padaku. Aku hanya mengangguk padanya, kemudian aku pun masuk ke dalam rumah.
Tiga hari setelah hari itu, ibu memberitauku bahwa aku mendapat donor mata dan aku sangat bahagia. Aku berjalan keluar rumah berharap tiara ada disana, aku duduk di depan pintu rumah. Tidak berapa lama ada seorang anak yang sedang berjalan menghampiriku, "Hai Intan… bagaimana kabarmu tiga hari ini?" Sapa anak itu.
Aku tersenyum pada suara itu, dan memeluknya. “Tiara, aku sangat senang kamu datang"ujarku padanya. “kamu punya cerita apa?” tanyanya padaku. “Aku mendapat donor mata, orang yang ingin kulihat kedua kali setelah ibuku adalah kamu sahabatku" jawabku. Mendengar ucapanku ia hanya terdiam, sesekali ia bertanya kepadaku. “Kamu bahagia?"tanyanya lagi padaku. Aku tak menjawab dan langsung memeluknya lagi.
Malam itu ibu menghampiriku di kamar, ia membawa segelas susu hangat untukku. “tan,tiga hari lagi kamu akan operasi, kamu bahagia kan akan segera melihat?" tanya ibu padaku. Aku tersenyum pada ibu, dan meminum susu hangat yang ibu bawa.
Setelah tiga hari berlalu, hari ini adalah hari operasi. Aku merasa ada yang berbeda dihari ini, tiara pun sudah tiga hari ini tidak ke rumah. Apa dia sakit, pikirku dalam hati. Aku tidak tau siapa yang berbesar hati memberikan matanya untukku, setelah menunggu akhirnya aku dibawa ke ruang operasi.
Tiga hari setelah operasi, perbanku baru akan dibuka hari ini. Ada dua rasa yang terus membelenggu hatiku, aku senang akan melihat tapi aku juga merasa takut. Setelah perbanku dicopot, dokter memintaku perlahan membuka mataku. Dan ketika aku membukanya, aku bisa melihat dunia. Melihat cahaya mentari yang pertama kali kulihat, aku merasa senang dan sangat bahagia.
Seorang berdiri di dekatku, aku memanggilnya “ibu…”. Lalu ia memelukku dengan erat, dihari itu juga aku pulang ke rumah. Aku melihat indahnya rumah yang selama ini kutempati.
Keesokan harinya aku menunggu kedatangan tiara, tetapi sejak hari terakhir kita bertemu hingga hari keenam ketika aku bisa melihat ia tak pernah datang.
Singkat cerita siang itu ada sepasang suami istri, mengunjungiku dan ibu. Mereka menatapku dengan rasa sayang, ternyata mereka orangtua tiara. Sekaligus orangtua dari anak yang mendonorkan matanya untukku, saat aku mengetahuinya aku tertegun sedih. Aku salah karena telah mengambil mata orang lain, terlebih ia tiara sahabatku. Aku menangis, lalu ibu tiara mengusap air mataku. Dan berkata padaku, “tiara bahagia, melihat kamu bahagia". ujarnya padaku, aku melihat ke sekeliling namun aku tidak melihat tiara. Aku bertanya pada ibu tiara, dimana tiara tapi beliau hanya meneteskan air mata.
Ibuku menjelaskan bahwa tiara sudah meninggal, dan dia menitipkan matanya untukku. Aku sedih, benar benar sedih. Tapi aku selalu berdoa agar tiara tenang disana meski aku belum pernah melihat wajahnya.
Dan Tiara adalah sahabat terbaik yang pernah aku temui semasa hidupku.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar