Rei Andini

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Overrasket

"Kehidupan normal ku, akan berakhir sekarang."

[Overrasket ; terkejut (Norwegia)]

---

Reina sudah puas mengobrol dengan teman barunya. Hari sudah mulai malam, ia harus cepat-cepat pulang sekarang. Ayah dan ibunya hanya memberi waktu hingga Matahari terbenam setengah.

"Grrrhh ...."

Reina memberhentikan langkahnya. Reina menolehkan kepalanya ke belakang. Tidak ada apa-apa. Mungkin hanya imajinasinya saja.

Reina baru melanjutkan jalannya selangkah, sebelum sebuah suara aneh memasuki telinganya.

Reina lagi-lagi menghentikan langkahnya. Suara itu berasal dari gang yang tak jauh darinya. Terdengar pula suara kresek-kresek yang berasal dari plastik sampah.

Dan suaranya- suaranya terdengar tidak begitu asing. Seperti em, suara domba? Tapi suara yang lebih berat lagi. Entah, Reina hanya menebak-nebak saja.

"Um, mungkin boleh kali ya di cek. Siapa tau ada domba tetangga yang kecepit atau keselek."

Reina mendekati gang itu. Kepalanya timbul dari balik dinding. Ujung gang terlihat begitu gelap. Tapi Reina yakin ada sesuatu yang bergerak didalam sana. Reina menarik napas.

Bau bangkai.

Kali ini bukan imajinasi semata. Karena tak jauh dari sana, sebuah mata merah menatapnya nyalang. Sepertinya Reina mengganggu makan malam makhluk.

Oh tidak, ini gawat.

Dan Reina baru saja menyadari pemikiran bodohnya.

Ini perumahan, bukan desa. Tidak ada yang memelihara domba disini.

Makhluk itu menggeram rendah. Ia melangkah perlahan. Reina terbelak, bukan, itu bukan hewan yang biasa dia temui. Reina tidak tahu itu makhluk apa.

Sekilas, seperti monster. Berbentuk domba dengan kulit serta bulu hitam pekat. Terdapat tanduk ditengah wajahnya, besar dan begitu tajam. Matanya merah menyala, giginya runcing, cukup untuk mengoyak bangkai seekor anjing disana.

"Grrrhh ...."

Reina menelan ludah. Ia ingin bergerak, menjauh secepat mungkin dari sini. Tapi kakinya terasa kaku. Jantungnya berdegup dengan kencang.

Bertambah kencang, kencang, dan kencang setiap kali makhluk itu melangkah kembali.

"GRAAAA!!"

Dan ini dia, bagian terburuknya. Makhluk itu menerjang kearah Reina. Matanya menyorot rasa amarah lantaran makan malamnya terganggu. Reina menutup mata, menunggu badannya terkoyak oleh makhluk itu.

Tapi, 3 menit berlalu. Reina tak merasakan apa-apa. Suasana sunyi seketika. Reina membuka mata, dan ia melebarkan matanya. Tubuhnya terpaku.

Makhluk itu, sudah terbujur kaku dihadapannya dengan kepala retak bersimbah darah.

"Dek, kamu engga papa?"

Reina mendengar suara yang familiar. Ia mendongak. Otaknya masih agak shock, maka dari itu Reina masih me-loading otaknya dulu untuk mengenali orang dihadapannya.

Oh- orang ini-

"Mas Agung?!"

- teman baru Reina beberapa jam yang lalu.

Agung menghela napas. Tangannya memegang sebuah balok kayu. Sepertinya, Agung menggunakan kayu itu untuk memukul kepala makhluk tadi. Terbukti, tetesan darah menetes dari ujung balok.

"M-Mas Agung kok bisa disini? Bukannya tadi udah pulang?"

Agung membuang balok kayu itu kedalam gang. Ia mengibaskan tangannya sejenak sebelum tersenyum tipis.

"Rumah kita searah, Dek. Tadi saya balik lagi buat beli kopi."

Agung berjongkok. Ia menatap makhluk itu dengan wajah bingung. "Kamu kenapa tiba-tiba bisa diserang?" tanya Agung heran. Reina menggeleng.

"Saya cuma mau ngecek. Saya kira domba tetangga keselek atau gimana, tapi kayaknya, dia nganggep saya ganggu makan malamnya, Mas."

Agung terkekeh pelan.

"Hei, kalian berdua! Ngapain disitu?"

Agung dan Reina menoleh bersamaan. Seorang nenek dengan kantung belanjaan berisi sayur menatap mereka dengan bingung. Agung berdiri, ia maju selangkah.

"Ah, kami baru membereskan makhluk itu, Bu."

"Makhluk apa?"

Agung tersentak, begitu pula Reina. Jelas-jelas, dibelakang mereka ada bangkai makhluk-tanpa-nama itu. Tapi, kenapa nenek ini malah balik bertanya.

"Em, ini Bu." Reina memberanikan diri untuk menunjuk makhluk itu. Sang nenek menyipitkan mata, sembari membetulkan kacamatanya. Ia menggeleng.

"Cuma ada udara kosong, Nak. Haish, sudah ku duga, anak jaman sekarang kebanyakan main gawai. Sampai-sampai berhalusinasi. Pulanglah kalian!"

Nenek itu menjauh, meninggalkan Agung dan Reina yang masih belum beranjak sedikitpun.

"Reina."

"Kok bisa gitu, Mas?"

---

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post