Najma Hafizha Fathoni

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

BAB 1, Pertemuan Pertama

BAB 1, PERTEMUAN PERTAMA

“Mama papa, ayoo!”

Namanya Tania. anak berusia 6 tahun, putri dari salah satu pengusaha tersukses di Indonesia.

“sebentar sayang.. mama mau menutup pintu dulu” kata wanita cantik sambil menutup pintu rumah yang sangat besar, bertingkat tiga. Mereka segera memasuki mobil Ferrari berwarna merah yang terpakir di halaman rumah besar itu. Supir Tania sudah duduk mantap di jok pengemudi. Mereka bertiga sudah siap di posisi mereka, siap pergi menuju salah satu taman besar yang ada di kota mereka.

30 menit, akhirnya mereka sampai di salah satu taman besar di kota mereka. Mereka duduk di bangku taman, menatap kolam air mancur yang menyemprot tinggi setinggi 10 meter. Memberi makan burung dara.

“ma, boleh Tannie pergi ke playground di sana?” tanya Tania menunjuk playground yang ada jauh dari mereka. (Tannie adalah nama kecil Tania)

“iya boleh sayang.. tapi ingat ya, jangan terlalu jauh dari mama dan papa. Kalau kau lapar, jumpai mama dan papa disini oke?” kata papa Tania tertawa kecil. Tania sudah bersorak senang, lalu berlari menuju taman bermain itu.

“hey, itu anak dari pak Ronaldo!” kata salah satu anak menunjuk nunjuk Tania yang sedang bermain pasir dengan santai. Tania menoleh, tersenyum dan melambaikan tangan kepadanya. Ternyata fans-ku banyak ya. Hihi… Gumam Tania.

“aduh.. aku haus. Kenapa sih matahari itu panas? Jadi bikin haus deh” kata Tania menggerutu pelan, menyeka keringat di dahi. “mama dimana ya? Aku mau beli limun segar” kata Tania memperhatikan sekitar, mencari mama dan papanya.

“ma.. boleh Tania minta uang? Tania mau beli limun, boleh ya?” kata Tania memohon. Mama Tania mengangguk. Memeriksa dompet mahalnya, apakah ada uang kecil. Lalu menyodorkan uang kepada Tania.

“papa? Mama? Kalian dimana” kata anak sepantaran dengan Tania seperti ingin menangis, mencari cari orang tuanya. Namun tidak ada orang dewasa yang peduli. Tania yang dari tadi memperhatikan anak dengan rambut dikepang dua itu, mulai cemas.

“Hai. Ka..kamu kenapa?” tanya Tania gugup gugup. Anak itu menoleh. Menyeka ujung matanya yang berair.

“kau lihat orang tuaku? Aku tersesat. Bagaimana ini?” kata anak itu harap harap cemas memperhatikan sekitar. Taman ini sangat besar. Bagaimana menemukan orang tuanya? Tania menggeleng.

“maafkan aku. Kau mau ikut denganku? sekalian mencari orang tuamu” ajak Tania kepada anak itu. Anak itu mengangguk.

Di perjalanan, Tania mengajak anak itu berbincang-bincang agar tidak panik. “Siapa namamu?” Tanya Tania tersenyum.

Catat! 7 April, pukul 10.00. Dimana Tania menemukan orang yang paling berharga baginya. Yang membuat kisahnya lengkap.

“Sabrina” kata anak itu menjawab pertanyaan Tania.

“ngomong ngomong, kau hafal nomor telefon orang tuamu?” tanya Tania lagi. Sabrina menggeleng. Tania menghela nafas pelan. Mungkin Sabrina harus menemui orang tuanya.

“mama, papa.. bisakah kalian membantu dia?” tanya Tania kepada mama dan papanya. “dia tersesat” kata Tania lagi. Sabrina yang ada di belakangnya sedikit takut takut.

“yes honey?” Tanya mama Tania mengangkat kepala. Namun ekspresinya berubah saat melihat Sabrina, putri dari saingan terberat bisnis besar orang tua Tania.

“tidak” kata papa Tania menggeleng tegas. “biarkan dia mencari orang tuanya sendiri!” kata papa Tania tegas. Wajah Tania berubah.

“Papa kok jadi jahat sih?!” tanya Tania ketus. Memperhatikan wajah papanya lamat-lamat.

“sayang, kalau papa dan mama sudah bilang tidak, berarti jawabanyya tidak!” kata mama Tania tegas. Tania semakin jengkel dengan orang tuanya.

“Yasudah! Kalau papa dan mama tidak mau membantu Sabrina, biar Tania saja yang mencari orang tuanya!” kata Tania marah marah. Menarik lengan Sabrina. Berlari menjauh saat orang tuanya mengejar Tania.

“maaf ya karena aku, kau jadi begini” kata Sabrina menunduk. Tania menoleh. Menggeleng.

“tidak ada yang perlu dimaafkan. Kau mau kubelikan apa?” tanya Tania berdiri dari ayunan playground yang tadi dikunjunginya.

“kalau boleh, aku hanya mau coklat panas” kata Sabrina ragu ragu. Tania mengangguk. Pergi ke counter minuman yang ada di sebelah pohon besar yang tak memiliki daun.

Tania memesan minuman seperti yang mamanya lakukan. Memintanya, lalu menanyakan harga. Setelah itu, memberikan uang, menerima barang, dan mengucapkan terimakasih. Coklat panas dan limun segar sudah ada di tangan Tania. Tania yang hendak kembali menuju bangku tman yang diduduki oleh Sabrina, terkejut. Bangkunya sih ada, tapi dimana Sabrina?. Tania menatap sekeliling dengan cemas. Mencari cari Sabrina sambil membawa limun dan coklat panas kemana-mana.

Tania terkejut. Sabrina sedang meringis di pojokan. Pipinya lebam. Anak anak besar memukulinya. Apa yang mau mereka lakukan?!

“hei hentikan!” kata Tania berteriak kencang. Anak anak besar menoleh. Tersenyum miring. Melangkah menuju Tania. Tania melangkah mundur ketakutan.

“wah berani-beraninya dia! Dasar anak kecil!” kata salah satu anak remaja menyeramkan kepada Tania. Tania semakin takut. Dia sudah tersudut. Namun, dia tetap berusaha melindungi Sabrina yang sedang terduduk, meringis kesakitan.

“aku memang anak kecil. Lalu kenapa kalian melawan anak kecil? Apa kalian terlalu lemah untuk melawan yang sepantaran dengan kalian?” tanya Tania memberanikan diri. Anak anak besar itu semakin kesal. Melangkah sedikit cepat, menarik kerah baju Tania. Tania melotot. Tetap berusaha memberanikan diri.

“awas kau!” kata anak besar itu membanting Tania ke bawah. Lalu pergi meninggalkan Tania dan Sabrina. Tangan Tania terkilir. Dia mencoba menahan sakit agar tidak ketahuan oleh Sabrina.

“kau tidak apa apa?” tanya Tania cemas kepada Sabrina. Sabrina mengangguk. Jauh lebih baik. Tania membantu Sabrina berdiri.

“tanganmu terkilir ya?” taya Sabrina pelan. Wajahnya terlihat cemas. Tania menoleh. Tersenyum. Menggeleng pelan. Sabrina menunduk. Mengikuti Tania dari belakang.

“Sabrina? Sabrina kau tidak apa apa kan?” tanya wanita sekitar berumuran 30 tahun berlari mendekati Sabrina. Dibelakangnya ada pria. Sepertinya itu papa Sabrina dan mama Sabrina. Tania seperti mengenal orang itu. Dia adalah salah satu pengusaha sukses. Mama Sabrina menoleh kearah Tania. Wajahnya berubah.

“ini semua gara-garamu kan?!” tanya wanita itu melotot kearah Tania. Tania mulai jengkel. Apa pula dia menyalahkannya?! Justru Tania lah yang menyelamatkan Sabrina.

“Tania? Kami mencarimu kemana mana. Kami sangat cemas! Kau tidak apa apa kan?” tanya mama Tania yang tiba tiba berlari kearah Tania. Tania mengangguk pelan.

“Apa maksudmu menyalahkan putri saya?!” tanya papa Tania menunjuk nunjuk mama Sabrina. Keempat orang dewasa itu bertengkar di depan umum layaknya anak kecil. “Tania! Ayo kita pulang! Jangan kau dekati lagi anak ini!” kata papa Tania hendak menelefon pak supir. Mama Tania sudah menarik lengan Tania untuk menjauh. Tania memberontak. Sedangkan Sabrina yang pribadinya lembut, hanya dapat terdiam.

“Tidak! Aku mau bersama Sabrina!” kata Tania membantah. Mama Tania mulai marah kepada putrinya.

“kalau mama dan papa sudah bilang tidak, itu berarti tidak! Kau dihukum, Tania! Karena telah membantah! Masuk kedalam mobil, dan kamu tidak boleh keluar dari rumah selama seminggu!” kata mama Tania galak kepada putrinya itu. Wajah Tania berubah.

“kenapa sih, berteman saja dihukum? Memangnya mama tidak punya teman? Buktinya saja mama sering shopping bersama teman cabe cabean mama!” kata Tania ingin menangis.

“Tania diam!” kata papa tegas. Tania yang duduk di tengah tengah mendengus sebal. Sesampainya di rumah, Tania membanting pintu kamarnya. Dan menguncinya. Aku tidak akan keluar dari kamar ini! Gumam Tania sebal.

“teddy.. aku hanya mau memiliki teman. Dari dulu aku tidak memiliki teman. Kenapa sih mama dan papa selalu melarangku untuk berkenalan dengan siapapun. Bilang takutnya dia tidak baik lah. Ada saja alasannya!” kata Tania berbicara kepada boneka teddy kesayangannya.

“aku selalu iri melihat anak anak lain yang memiliki sahabat. Pasti hidupnya leih menyenangkan. Tidak merasa terkurung seperti ini” kata Tania lesu. Berbaring di ranjang empuknya.

“Tania sayang?” kata seseorang di depan pintu kamar Tania. Itu bukan suara mama, apalagi papanya. Itu adalah suara kak Hana, salah satu asisten rumah tangga orang tua Tania. Tania membukakan pintu. Melihat kak Hana yang membawakan makan siang untuk Tania.

“kakak pernah punya sahabat, tidak?” tanya Tania sambil memainkan makan siangnya. Kak Hana menghela nafas pelan, lalu duduk di sebelah Tania.

“dulu kakak punya sahabat. Orangnya baik sekali. Dia adalah sahabat terbaik kakak. Dia selalu ada disaat aku membutuhkannya” kata kak Hana memegang bahu Tania.

“apa kakak punya banyak teman?” tanya Tania lagi, sambil mengunyah sandwich-nya.

“kakak tidak memiliki banyak teman. Hanya beberapa juga sudah cukup. Karena memiliki sejuta teman, bukanlah hal yang hebat. Tapi memiliki satu teman, yang selalu ada disisimu, menghadapi sejuta orang, itu baru hebat” kata kak Hana tersenyum. Tania tau kalimat itu. Dia pernah membaca buku milik kak Hana yang berisi kata kata bijak. Tentang cinta, persahabatan dan yang lain lain. Tentang cinta, Tania tentu saja melewatkannya. Pertama karena tidak mengerti maksudnya, dan kedua, menurutnya itu tidak penting. Tapi dia pernah membaca kata kata itu. Salah satu kata kata yang membuat diujung mata Tania, terdapat tetes air mata kecil. Membesar, lalu turun ke pipi.

“kak.. aku tadi bertemu teman baru. Namanya Sabrina. Namun.. mama dan papa melarangku untuk berteman dengannya. Padahal Sabrina kan, anak yang baik. Aku ingin bertemu dengannya lagi” kata Tania menunduk.

“tentu saja kau akan bertemu dengannya lagi. Jika itu benar benar temanmu, dia akan datang tanpa harus diminta” kak Hana tersenyum hangat kepada Tania. Tania membalas senyumannya.

Catat. Hari ini hari Sabtu, tanggal 7 April. Dimana Tania menemukan sahabat yang kelak akan membuat kisahnya lebih berwarna dan lengkap.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post