Nailan Firdaus

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Serdadu Kerdil Berpangkat Letnan Corona
Cerita ini dibuat tatkala saya pernah hampir frustrasi sebagai siswa angkatan 2020

Serdadu Kerdil Berpangkat Letnan Corona

Rentetan suara tembakan terdengar dari segala penjuru, dentuman meriam menggema dalam rongga telinga. Aku berlari dari kejaran serdadu bersenjata dan berkuda, meski langkahku sangat lunglai karena medan yang cukup terjal. Kenapa dengan dunia ini? Aku terbangun seakan masuk dalam perang dunia ketiga. Tenagaku terkuras habis hingga akhirnya aku jatuh tersungkur ke tanah. Pagi yang cerah, aku berusaha bangun dengan sekuat tenaga dari mimpi buruk itu.

"Alan cepetan bangun, ini sudah pagi, Nak!" teriak bapak kos dari lantai dasar.

"Baik, Pak. Saya sudah bangun," jawabku dengan malas.

Aku menyandangkan handuk di pundak dan berlalu masuk ke kamar mandi. Guyuran air dingin menembus lapisan epidermis kulit kepalaku. Gemericik suara air yang mengalir jatuh dari tiap helai rambut. Mimpi yang baru saja aku alami masih belum terlepas dalam benak. Mimpi yang seakan nyata seperti menjadi sebuah pertanda peristiwa.

"Ngelamun kamu, seperti disuruh mikirin negara saja," kaget Dimas, teman satu kamarku.

"Kamu percaya tidak, kalau misalkan dalam waktu dekat ini bakal ada perang dunia?" Tanyaku tiba-tiba.

Sontak saja Dimas kebingungan dengan pertanyaanku ini. Dia melirik seakan aku seperti orang gila, tapi dia memilih untuk tidak menjawab saja. Beberapa saat kemudian kami sibuk dengan urusan kami masing-masing, aku memasukkan peralatan sekolahku dan Dimas sibuk dengan dirinya di depan cermin.

"Makanya, kalau punya hobi nulis jangan sampai kebawa mimpi," celetuknya sembari menata kembali pakaiannya.

"Siapa juga, tadi malam aku menulis cerita komedi, apa hubungannya dengan perang dunia?" Aku berkata dengan sewot.

Dia nampak tersenyum kecil dari bayangannya di cermin. Orang lain selalu saja berkata seperti itu kepadaku. Apa salahnya menulis fiksi? Lagipula, aku tidak merasa ada yang aneh dengan diriku. Setiap orang pasti memiliki hobinya masing-masing, apa yang salah?

Seperti pagi biasanya, gema asmaul husna menggema dari toa mushola. Para siswa juga berbondong-bondong mengambil wudhu untuk persiapan shalat dhuha. Berbeda denganku, pikiran dan perasaanku masih tetap memikirkan arti mimpiku tadi. Seharusnya mimpi mudah dilupakan bukan? Tapi kenapa mimpi ini terasa berbeda?

Selepas shalat dhuha aku beranjak kembali ke kelasku. Tangga yang menjengkelkan, aku harus melawan asmaku saat harus menaiki dua puluh empat anak tangga ini. Aku duduk di sebuah kursi kosong barisan belakang, setidaknya di sini aku bisa lebih mendapatkan udara segar. 'Apa sebenarnya arti mimpi itu?' batinku masih mengingatnya. Sembari termenung menatap jendela yang terbuka.

"Alan, mau ke kantin?" Rocky, si ketua kelas menawariku.

"Tidak, tapi bolehkah aku minta tolong belikan air mineral," dengan nafas yang masih memburu.

Kenapa dengan cuaca pagi ini? rasanya atmosfer bumi seakan mengendapkan karbon dioksida, panas dan pengap sekali. Rembesan air peluh seakan tidak pernah berhenti. Ketika kondisi kelas cukup tenang, tiba-tiba suara mikrofon sekolah berbunyi. 'Kepada seluruh siswa, diharap segera berkumpul di halaman depan sekarang!' kurang lebih seperti itulah pengumumannya, karena aku biasanya memang malas mendengarkan pengumuman, kecuali pengumuman tentang libur.

"Baik anak-anak, bapak akan memberitahukan bahwa, sesuai perintah kemendiknas mengenai pencegahan virus covid 19, maka sekolah akan diliburkan selama dua minggu!" Kepala sekolah menyampaikan maksud dari kami dikumpulkan di sini.

"Hore, libur panjang!" sorak seluruh siswa di halaman ini.

Kenapa mereka bahagia? Bukankah ini seharusnya sebuah bencana? Aku merasa sangat sedih pada saat itu. Atau jangan-jangan, apa yang ada dalam mimpiku merupakan penafsiran peristiwa ini? Akankah keadaan ini lebih menyeramkan daripada perang dunia?

Ada apa dengan duniaku? Kenapa menjadi seperti ini? Mataku mulai berkunang dan nafasku mulai sesak sekarang. Kulihat bunga kamboja di depanku sudah menjadi dua. Kepalaku terasa pusing dan orang-orang di sekitarku seakan berputar. Aku merasakan pukulan hebat di bagian tengkuk, sampai akhirnya semuanya menjadi gelap.

Pagi yang cerah, saat cahaya matahari menembus kaca jendela kamarku. burung-burung terdengar saling bersahutan di atas kamar ini. Sangat nyaman, bagai tidur di atas permadi dan dikelilingi bunga-bunga. Bukankah ini kamarku? Kenapa aku di sini? Seharusnya aku di kamar kos sekarang? Tapi, kenapa aku tersadar di sini?

"Pagi sayang, selamat tahun baru 2021!" Ibuku masuk kedalam kamarku.

"Dua ribu dua puluh satu, Apa aku mati suri selama ini?" Aku terkejut bukan kepalang.

Kemana tahun 2020-ku? Kemana masa-masa indah kelas sebelas-ku? Kemana semua teman-temanku? Kemana mereka semua? Aku seperti kehilangan banyak momen tahun ini. Aku ada tapi seperti tiada, dan aku hidup tapi seperti orang mati. Semuanya hilang karena pandemi.

Tamat

Jember, 30 Desember 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren cerita nya Bang! ^^

15 Mar
Balas

Terimakasih

18 Mar



search

New Post