Nailan Firdaus

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Hujan yang Ku Peluk

Hujan yang Ku Peluk

Saat semilir angin belum tamat mengendus pandanganku. Kuputuskan untuk mengakhiri cerita karanganku pada bangku taman ini. Langit semakin gelap dan rona udara mulai pekat. Kerinduan tentangnya yang pernah aku rasakan.

"Ibu, dimanakah kau kini?" Aku bertanya sendiri kepada tubuh hina ini.

Suara rintik yang mulai mengalun dan memanjang selaras hujan mulai datang. Hiruk pikuk domba-domba pekerja mulai memenuhi tempat ini. Tidak lain, dan tidak bukan. Mereka ingin aku segera pergi mengalah dari mereka.

"Pergilah, bukankah langit sudah menjadi atapmu!" Seseorang mendorongku dengan kasar.

"Rumah saja tidak aku miliki, bagaimana mungkin aku memiliki atap?" Tanyaku mencoba membantah.

Tidak ada sanggahan maupun jawaban, mereka hanya melirikku dan berwajah masam kembali. Benar saja, rintik menjadi gerimis dan hujan semakin deras. Kakiku yang letih menapak air keruh setiap jangkanya. Pergi menjauh dari jangkauan domba-domba pekerja di sana.

Tuhan sedang memotret jalanku kini, bisa kurasakan bagaimana cahaya putih saling bersahutan di iringi suara yang menggelegar. Tuhan mungkin marah melihatku seperti ini. Hanya menjadi parasit setiap kali berkumpul dengam hamba lainnya yang lebih sempurna.

"Tuhan, terimakasih atas minumannya," dengan medongakkan kepala menunggu rintik-rintik itu terkumpul penuh ke dalam mulutku.

Tidak ada balasan yang dapat aku mengerti, hanya suara mengelegar di atas sana. Tanganku melebar dan mencoba merasakan apa yang sedang terjadi. Hujan memelukku dengan erat, mendekapku dengan rapat, hingga aku melupakan napas.

"Hujan, bisakah kau menjadi temanku?" Aku bertanya kepadanya.

Tidak ada jawaban, hanya suara menggelegar kembali terdengar di atas sana. Domba-domba pekerja itu mungkin tidak mau menjadi temanku. Tapi, kini aku memiliki hujan yang siap dikala aku kehausan.

Aku tahu kini, tuhan tidak sedang marah kepadaku. Dia hanya mengirimkan sahabat untukku. Hujan yang bisa aku peluk, dan hujan yang dapat aku rasakan. Lihat saja, Tuhan selalu tertawa setelah Dia mengambil fotoku dengannya.

Jember, 19 Maret 2022

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post