Ammarista Dzakiyya Ats-tsaniah

KONNICHIWA!! Watashi wa Kiyya/Amma desu. Hobiku membaca, menulis, dan menggambar. Aku paling suka membaca novel--khususnya karya Tere Liye--dan komik Dete...

Selengkapnya
Navigasi Web

Maaf, Aku Lupa, Pak..

Tempo hari yang lalu, aku mendapatkan kabar duka.

Seperti biasanya, aku membuka laptop setelah sholat Isya' untuk berbagai aktivitas. Mengobrol dengan Ibuk, mengerjakan tugas, belajar untuk OSN, dan sebagainya. Malam itu, dari sekian banyaknya notifikasi Whatsapp yang ada, aku hanya menaruh pandangan pada pesan dari Ibuk. Pesan lainnya kuabaikan.

Hanya satu kalimat, 4 kata.

Guru pembina OSN ku ketika masih di Pamekasan telah tiada.

Entah bagaimana perasaanku saat itu. Mungkin karena lelah, aku tidak merasakan kepedihan yang amat sangat ketika pertama kali membaca pesan dari Ibuk.

Guru OSN ku itu memang sudah sepuh. Bapak-bapak yang sudah punya cucu. Istrinya sudah lama meninggal, karena penyakit, seingatku. Dulu, saat aku masih SD, tinggal di Pamekasan, beliaulah salah satu guru yang berpengaruh bagiku, hingga aku dapat meraih medali Perak di OSN. Guru fisika yang suaranya agak susah didengar, dan matanya yang sulit membaca bahkan dengan kacamatanya sekalipun.

Aku ingat sekali. Sebelum pembinaanku dengan beliau dimulai, Ibuk mengajakku membeli spidol dan buku besar. Itu lho, buku yang sampulnya motif batik. Saat aku bertanya, kenapa pembinaanku harus memakai alat tulis seperti itu, Ibuk menjawab, "Dulu, pas kakakmu pembinaan juga di beliau, si bapak suka kalau muridnya pakai buku ini. Terus, diusahakan pakai spidol, kan beliau sudah tua, matanya lemah. Biar tulisanmu jelas dibaca sama beliau. Apalagi tulisanmu kecil-kecil kan."

Begitulah. Akhirnya aku menurut. Tiap malam setelah Isya' aku datang ke rumah beliau, pembinaan hingga jam 10 malam. Aku tidak sendiri, ada perempuan lain yang tingkatnya lebih tinggi dariku. Awal-awal pembinaan, aku terkadang menangis karena tidak tahu bagaimana cara mengerjakan soal yang diberikan beliau. Aduh, kalau diingat-ingat lagi, ternyata dulu aku cukup membuat orang repot ya.

Selama Ramadhan, aku juga pembinaan hingga jam 10 malam, dimulai setelah Tarawih. Pernah saat itu aku baru dijemput jam 11 malam karena Ibuk dan Ayah ketiduran. Ya, aku tenang saja sih, di rumah beliau. Kalau tidak salah, aku diberi jajan.

Nah, minusnya, beliau itu agak pelupa dan di rumahnya itu cukup banyak nyamuk berkeliaran. Apalagi, beliau juga merokok. Akhirnya, aku beberapa kali mengibas-ngibaskan tangan untuk mengusir asap rokok. Saat itu memang sedang masa pandemi, di mana aku terus menerus mengenakan masker tiap keluar rumah. Walau begitu, asap rokoknya tetap tercium dan agak menganggu konsentrasiku.

Setelah aku naik kelas, Pak Pur terlihat lebih bersemangat. Karena aku sudah lolos ke OSN Tingkat Provinsi, pembinaanku lebih intens. Aku tidak pernah masuk sekolah semenjak lolos, dan tiap hari dipenuhi pembinaan. Saat itulah, aku mulai nyaman dan bersemangat pembinaan.

Yah, tapi, walau pada akhirnya semangatku turun karena harus diajar guru fisika lain yang lumayan galak.

Tapi ya sudahlah, topik kita adalah guru sepuhku.

Nah, sebenarnya, tiap hari Senin sampai Sabtu, ada pembinaan yang diberikan oleh Dinas Pendidikan. Pembinanya termasuk beliau itu. Tapi, beliau jarang mengajar, dan digantikan oleh guru yang lumayan galak itu. Alhasil, aku sering tidak bersemangat untuk pembinaan fisika bersama guru yang galak. Dan setiap bapak sepuh datang, aku selalu bersemangat dan mood-ku kembali.

Beliau sudah sepuh. Namun, ketika bepergian selalu sendiri, mengendarai motor. Beliau sering terjatuh dari motor. Beberapa kali masuk rumah sakit. Bahkan sejak aku bersekolah di Malang pun, aku selalu kepikiran.

"Bapak bagaimana kabarnya ya? Apa masih sering jatuh dari motor?"

Aku tidak tahu apa penyebab kepergiannya. Mungkin karena memang sudah sepuh. Mungkin karena penyakit. Aku tidak tahu.

Dan kemarin, sepulang sekolah, aku tiba-tiba merasakan kerinduan yang amat sangat pada beliau. Sepulang pembinaan rutin sepulang sekolah, aku merebahkan diri di lantai. Tiba-tiba saja, pikiranku memutar memori ketika aku sedang lomba Fisika di Pamekasan. Beliau adalah salah satu juri yang mengawasi jalannya lomba.

Saat itu, setelah pengerjaan soal di aula besar selesai. Beliau memberi sedikit kuis. Hadiahnya Logam Mulia.

Aku ingat, saat itu aku mengangkat tangan ketika beliau belum memberikan pertanyaan. Beliau baru mengatakan kalimat basa-basi pembuka pertanyaan. Saat itu, seluruh panitia yang berada di aula tertawa. Aku malu.

Dan, pertanyaan sesungguhnya pun dibacakan. Sebenarnya, dari kalimat basa-basi sebelumnya aku sudah tahu, apa pertanyaan yang akan diberikan.

"Sebutkan bagian-bagian yang ada pada tengkorak manusia!"

Banyak peserta yang kebingungan, ini kan kompetisi fisika, kenapa kuisnya biologi?

Aku langsung saja mengangkat tangan dengan mudah.

"Ya, ayo maju!"

Aku maju. Saat itu, aku merasa dilirik oleh peserta dari jenjang SMP dan SMA. Bocah kelas 4 SD yang badannya amat mungil ini hafal bagian-bagian pada tengkorak manusia?

"Sambil ditunjuk ya, bagian-bagiannya."

Tanganku gemetaran ketika memegang mikrofon untuk menjawab. Akhirnya, aku dengan malu-malu menyebutkan sambil menunjuk kepalaku sendiri dengan sedikit nada. Mungkin kalau kalian mendengarnya, kalian akan kebingungan nada lagu apa itu.

"Ya, benar sekali!"

Semuanya tepuk tangan. Aku melihat seorang siswa SMA melongo. Setelah itu, bapak menyanyikan ulang apa yang aku sebutkan tadi.

Iya, aku hafal bagian-bagian tengkorak bukan dari guru biologi, melainkan dari guru fisika.

Aku sangat antusias ketika beliau pertama kali mengajariku lagu bagian tengkorak itu. Nadanya adalah lagu Naik Delman. Yang tuk tik tak tik tuk tik tak tik tuk itu loh. Dan akhirnya, aku hafal seluruh bagian pada tengkorak.

Setelah selesai menyanyikan dan memeragakan ulang apa yang aku lakukan tadi, beliau menyerahkan sebuah logam mulia yang aku lupa berapa gram. Itu salah satu momen paling berkesanku selama berkompetisi.

Ingatan yang membuat rindu. Entah kenapa, tiba-tiba keluar serangkai kata dari mulutku.

"Maaf Pak, aku sudah lupa..."

Aku lupa seperti apa lagunya. Bagaimana lirik dan gerakannya. Semua terhapus dari ingatanku.

"Maaf Pak..."

Dan tiba-tiba saja aku menangis tersedu-sedu.

Kenapa aku menangis?

"Maaf, Pak Pur..."

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Turut berduka....

25 May
Balas



search

New Post