Sore itu, aku bermain seperti anak kecil biasanya. Bermain di lapangan desa bersama teman-teman hingga matahari nyaris tenggelam. Hanya bermain masak-masakan, tetapi semua itu terasa seru apabila bermain bersama.

Tak lama saat aku bermain, aku mendongak menatap nabastala yang mulai menggelap, anila mulai berhembus dengan kencang, disertai dengan rintik-rintik hujan yang makin lama makin deras dan suara petir yang menggelegar.

“Anila, ayo udahan mainnya! Mau hujan nih!” Teriak salah satu temanku yang mulai berlari meninggalkan lapangan desa.

Aku membalikkan badan, menatap teman-temanku yang mulai bergerak menjauh dariku. Aku masih membereskan mainan-mainanku sembari memasukkannya kedalam plastik hitam. Segera aku ikut berlari meninggalkan lapangan desa.

Tampaknya aku tak bisa langsung pulang ke rumah. Hujan makin deras dan jarak antara rumah dan lapangan desa cukup jauh. Terpaksa aku menepi ke pos ronda, sembari menunggu hujan reda, sendirian. Ya, sendirian.

Tak lama, hujan pun reda. Segera aku bangkit dan berlari menuju ke rumah. Namun, langkahku terhenti . Aku kembali mendongak, menatap nabastala di sebelah timur, tampak sang nabastala yang memunculkan sang pelangi.

Ya, pelangi di penghujung hari..

--------- t a m a t -----