Semuanya Tidak Seperti yang Kita Duga
```
"Sebenarnya, hidup ini tidak seindah yang kau bayangkan. Ada kalanya orang yang baik akan menjadi jahat dan orang yang jahat akan menjadi baik. Dan di situ, kehidupan akan masih sama. Orang baik yang menjadi jahat akan tetap dianggap baik dan orang yang jahat menjadi baik akan tetap dianggap jahat."
```
"Beri tepuk tangan pada, Aria Mahaswara," ucap Kepala Sekolah pada upacara hari Senin itu.
Suara tepukan tangan mulai terdengar dari kanan ke kiri. Sorak-sorak kesenangan menambah bumbu suasana. Dan sesosok yang menjadi sorotan tersenyum di samping Kepala Sekolah.
"Aria emang hebat ya!" ucap Deni padaku.
"Yo'i lah bro! Temenku gitu loh!" jawabku.
"Enak banget lo ngomongnya! Dia temenku juga!" respon Deni tidak mau kalah.
"Sudah-sudah! Intinya dia best friend kita juga!" relai Vino.
Aku membuang mukaku kembali menatap depan. Menatap sesosok Aria yang tersenyum dengan bangganya karena mendapat gelar siswa paling berprestasi di segala bidang selama itu.
Upacarapun bubar. Kami mulai kembali ke kelas masing-masing, beberapa anak terdengar membicarakan Aria yang kini sebagai sesosok Bintang Sekolah. Begitupun dengan kedua temanku, Deni dan Vino.
Aku menatap dua joli itu yang berjalan di depanku dengan canda tawanya, tidak lupa menggoda adik kelas yang berpapasan dengan mereka.
Vino Aditya orang yang selalu menjadi penasihat di squad kami. Ucapannya selalu benar menurut ilmu pengetahuan dan teori. Logikanya terkadang membuat kami juga berpikir ulang. Heranku, kenapa ia menolak menjadi Bintang Sekolah saat semua logikanya benar-benar membuat orang lain terbungkam dengan kalimatnya sendiri? Entahlah, ia selalu menghindar ketika aku bertanya seputar itu.
Cowok dengan jambulnya yang sedikit panjang, alias Deni Rewana adalah sesosok yang sering membuat kami emosi. Walau terkadang, ucapannya selalu memberikan kami topik pembicaraan ketika kami mulai kehabisan topik saat mengobrol. Tawanya juga lebih terkesan bebas. Sebenarnya, ia anak yang pintar. Sayangnya, ia lebih ingin terlihat bodoh dan konyol daripada terlihat mengetahui suatu hal.
Aria Mahaswara, sesosok yang kini mungkin masih berada di kantor karena panggilan para guru, adalah seorang yang tidak terlalu pendiam ataupun terlalu banyak bicara. Dia anak paling beruntung di squad kami. Harta orang tuanya, membuatnya begitu beruntung dalam kehidupan. Segala hal mampu ia kuasai, mungkin tidak dengan menaklukan hati seorang gadis. Eh.
Dug!
"Eh, maaf, Kak!" ucap seorang gadis ketika tidak sengaja menyenggol bahuku.
"Eh? Iya, nggak apa-apa. Maaf juga sudah menyenggolmu." Sejujurnya, dia yang menyenggolku.
"Maaf ya, Kak! Aku buru-buru," lanjutnya dan segera meninggalkanku dengan membawa tumpukan sampah.
Aku tidak menjawab sepatah kata apapun. Lagipula, ia tidak akan mendengar ucapanku. Kuharap ia tidak akan menabrak seseorang lagi. Beberapa kerumunan siswa yang kembali ke kelas masing-masing masih tampak seperti rumput laut yang terbawa ombak ke kanan ataupun ke kiri.
"Bro, ngapain di sini? Deni sama Vino ke mana?"
"Eh?" Seketika aku menoleh. Aria yang berada di sampingku sembari membawa sertifikat yang berada di genggamannya, mungkin sudah menjadi puluhan sertifikat yang sudah ia pegang.
"Nggoda cewek?" tanyanya memastikan.
Aku menepuk pundaknya. "Jangan ngomong aneh-aneh, mana mungkin ada cewek tergoda sama aku. Yuk ke kelas, mereka berdua udah balik dulu habis tebar-tebar pesona ke adik kelas," jawabku dan merangkul pundak Aria.
```
"Baik anak-anak, mari kita sudahi pelajaran biologi kita. Selamat beristirahat," ucap bu Ria dengan anggunnya berjalan keluar kelas.
Aku menguap. Biologi bukanlah mata pelajaran yang mudah, butuh ekstra untuk memahami perkalimatnya. Apalagi, saat itu adalah tahun terakhir aku duduk di jenjang Sekolah Menengah Atas.
"Ke kantin?" tanya Vino.
Aku menggeleng. "Tidak, titip air putih aja deh," ucapku yang diacungi jempol oleh Vino.
"Bulan depan kita udah ujian ya," ucap Deni yang duduk tepat di belakangku.
Aku mengubah posisi duduk untuk menghadap ke belakang. Begitu juga dengan Aria yang duduk sebangku denganku. Mulai tertarik dengan obrolan kami dan menutup bukunya.
"Habis itu lulus," sambungku.
Suasana di bangku kami mulai terasa sendu. Hal-hal yang pernah dirasakan di kelas bersama squad kami adalah hal yang begitu menyentuh perasaan.
"Kalian jangan lupain aku!" Aria mulai membuka suaranya.
"Harus tetep ke warnetnya bang Mamang!" respon Deni seketika.
Aku menggaruk tengkukku yang tidak terasa gatal sejujurnya. "Kita udah dewasa, perlahan kita akan menjauh demi cinta dan masa depan," responku balik.
Deni dan Aria menatapku. Seolah tidak percaya dengan aku yang berucap seperti itu.
"Termasuk kebusukkan," lanjut Deni yang mampu membuat Aria menoleh dariku padanya.
"Maksudmu?" tanyaku.
"Jujur ya, aku sedikit nggak percaya sama Vino. Dia bukan temen yang baik bukan kita!"
"Maksudmu apaan, Den!" kesalku mulai memuncak.
Aku menghembuskan napas kesalku. Aku terlihat tidak percaya? Memang! Vino adalah teman sejak aku berada di Sekolah Menengah Pertama, mana mungkin dia bukan sesosok yang baik buat kita? Dia seperti bintang bagiku, bahkan Aria tidak mampu bersanding dengannya. Dan kini? Seseorang mengatakan hal yang buruk tentangnya? Dan dia adalah orang yang kubenci sejak pertama kali Aria membuat squad ini.
"Kamu tenang dulu," jawab Deni sembari menyuruhku untuk kembali duduk dan mengatur emosi.
"Ada apa emangnya, Den?" tanya Aria.
"Jujur, aku ngelihat sendiri beberapa hari yang lalu. Waktu pulang, biasanya dia bareng aku.. tapi beberapa hari yang lalu, dia menolakku untuk barengan dan ternyata cuman buat diam-diam ke kantor guru!" ucap Deni.
"Ngapain di sana?" tanya Aria memastikan.
"Ini nih yang kalian nggak percaya. Senakal-nakalnya kita ambil gorengannya kantin, masih parah Vino yang diam-diam curi buku pegangan milik guru di kantor!" jelas Deni.
Kini aku terdiam mematung. Perasaanku terasa benar-benar berhenti. Aku terkejut dengan apa yang aku dengar.
"Cerita konyol apaan nih?!" responku kurang percaya. Vino bukanlah hal yang akan melakukan hal yang securang itu. Ya walaupun dia yang selalu ambil gorengan lebih di kantin, setidaknya dia berkata akan mengembalikan dengan jumlah uang. Begitu katanya padaku. Dan cerita Deni benar-benar terlihat konyol saat kudengar.
"Hei! Kalian ngobrolin apaan, sih?" tanya Vino tiba-tiba yang bahkan membuat Aria benar-benar terkejut.
"Cerita anak-anak!" Deni berbohong.
"Sayang, aku nggak bisa dengerin ceritanya. Oh ya, ini titipan air putihmu," ucap Vino dan memberikan sebotol air putih padaku.
"Thanks, ya bro!" sahutku.
```
"Kalian percaya nggak?!" tanya Deni setelah beberapa hari kami melaksanakan ujian kelulusan.
"Apa?" tanya Aria dengan panasaran.
Deni menelan ludahnya. "Aria.. kamu jadi peringkat kedua di angkatan kita, setelah..," ucap Deni menggantung dengan kata yang akan diucapkannya. Ia terlihat seperti takut untuk mengatakan sebuah kata lagi.
Aria melebarkan matanya tidak percaya. "Siapa?!" tanya Aria tidak sabaran lagi. Terkadang, Aria memang seagresif itu.
"Vino."
Kini, Aria menoleh menatapku tidak percaya dengan apa yang baru saja aku ucapkan.
"Kenapa kamu bisa tahu dulu? Bukankah pengumumannya baru dipajang hari ini?" tanya Deni.
"Karena Vino yang ngomong ke aku dulu," sahutku dengan perasaan benci sejak Deni menceritakan kebusukkan Vino yang terlihat hal mustahil untuk kudengar.
Aria segera melangkahkan kakinya dan berlari menuju papan pengumuman. Deni menyusul, begitu juga denganku.
Banyak anak yang berdesakan untuk mencari namanya berada di peringkat berapa. Aku yang menghela napas pasrah ketika namaku berada di peringkat 20 dari 101 siswa. Kutatap nama Vino yang berada di peringkat pertama dengan nama Aria yang tertulis di bawahnya. Kulihat Aria yang terus memandang namanya, barangkali ia masih tidak percaya dengan apa yang tertulis di papan pengumuman hari itu.
```
"Lalu, apa yang terjadi, Kak?" tanya Laila, seorang gadis berumur 13 tahun di hadapanku.
"Kak Aria mulai terlihat benar-benar begitu marah saat itu juga. Sayangnya, kakak pulang sekolah awal saat itu dan di hari itu juga, ternyata kak Aria ingin menghabisi kak Vino," jawabku.
"Terus, kak Vino gimana dong?" tanya seorang gadis kecil lagi dengan nama Rahma.
"Kak Vino emang udah ada firasat sejak awal, jadi pas Kakak sampai rumah.. Kak Vino langsung telepon Kakak buat ngikutin kak Vino yang barengan pulangnya sama Kak Aria . Ternyata, kak Aria membawa kak Vino buat dihabisi!"
"WAH!" kaget semua anak di sana.
"Untungnya Kakak sempat melerai mereka. Waktu itu.."
```
"Udah, stop! Kalian apa masih seperti anak kecil?! Hanya demi nilai kalian tega akan menghabisi nyawa temen kalian sendiri?!"
"Terlihat sok jagoan banget lo! Ngapain juga nggak tega sama dia!?" tanya Aria dengan nada kasarnya padaku, "apalagi sama pengkhianat seperti dia! Dasar brengsek!" lanjut Aria dengan umpatannya.
"Pengkhianat?" tanya Vino memastikan dengan memegangi lebam yang berada di pipinya.
"Lo diam-diam ke ruang guru buat nyuri buku pegangan milik guru, 'kan?!" Aria benar-benar terlihat ganas saat itu.
"Nyuri? Aku nggak nyuri pegangan milik guru!" bantah Vino.
"Alasan klasik!" kesal Aria dan ingin menghantamkan tinjunya pada Vino.
Dug!
Darahpun menetes secara perlahan dari pelipis. Dan itu adalah pelipisku ketika aku berusaha menghindarkan Vino dari tinjuan Aria. Aku tahu, Aria lulusan bela diri yang handal. Lebih baik menghindar daripada melawan.
"Eh?!" kaget Vino sembari memegangi tubuhku yang mulai ambruk. Di situ, kuakui bela diri milik Aria.
Aria terdiam mematung menatapku. Tatapannya seolah berkata, bahwa ia tidak sengaja melakukan itu. Atau, seolah berkata bahwa aku lemah untuk melakukan ini semua. Entahlah, aku tidak bisa berpikir terlalu jauh untuk menganalisis tatapan Aria.
"Ar.. percayalah, kamu hanya dihasut oleh cerita Deni. Vino nggak bakal ngelakuin itu semua. Vino memang mengambil buku pegangan guru, tapi karena suruhan.. bukan nyuri..," ucapku sebisa mungkin. Oh, ayolah.. aku tidak akan pingsan untuk hal yang sepele seperti ini.
Kulihat Aria yang mulai melemaskan pandangannya. Sepertinya, ia bimbang terhadap dua sesuatu yang belum menjadi kebenarannya.
"Wali Kelas yang menyuruhnya. Untuk mendapat peringkat satu seangkatan bukanlah hal yang mudah! Vino mati-matian buat belajar setiap malam! Dan kamu masih berpikir, bahwa ia benar-benar akan melakukan hal yang diceritakan Deni?!" tanyaku yang semakin lama membuat Aria terlihat bimbang.
"Sudahlah, mending kita obati lukamu sesegera mungkin. Ini akan menjadi par-"
Aku menepis tangan Vino yang terlihat ingin mengusap darah yang menetes perlahan dari pelipisku.
"Ketahuilah, Ar.. kita udah bareng sejak 3 tahun ini. Dan kamu masih menganggap kita semua adalah saingan? Lantas, kenapa kamu membangun squad ini?" tanyaku dan mulai berdiri, "Ar.. aku harap kamu percaya dengan apa yang aku katakan. Jangan sampai hawa nafsumu masih mengontrol dirimu," lanjutku dan berjalan bersama Vino untuk meninggalkan tempat itu.
```
"Wah.. kakak pahlawan!" respon Zahra.
Aku tersenyum sembari mengusap rambutnya. "Tapi ingat! Kakak cerita kayak gini cuman buat hiburan lo, ya.. nggak boleh diikuti.. yang harus dipetik dari kisah kakak, ada yang tahu?" tanyaku pada beberapa anak kecil di depanku. Mulai dari umur 9 tahun hingga 16 tahun.
Semuanya terdiam dan saling memandang.
Aku menghela napas sekaligus tersenyum memandang wajah polosnya mereka. "Jangan mudah terpancing.."
"Amarah!" jawab Laila.
"Pintar! Terus.. jangan mudah.."
"Percaya!" sorak semua anak.
Aku semakin tersenyum. "Pinter banget sih! Sama apa hayo?"
Semuanya kembali terdiam.
"Jangan menganggap yang terlihat jahat adalah orang yang jahat. Dan jangan menganggap yang terlihat baik adalah orang yang baik. Terkadang, semuanya tidak seperti yang kita duga . Paham?" tanyaku.
Beberapa anak menatapku dengan tatapan tidak pahamnya, sedangkan beberapa anak yang sudah cukup mengerti menganggukkan kepalanya paham.
Suara bel es krim melewati Panti Asuhan ini. "Kakak yang beliin es krim deh!" tawarku yang diiringi sorak gembira semua anak dan berlarian menuju penjual es di depan gerbang.
Seseorang menepuk pundakku. "Kau tidak menceritakan asal mula kita bertemu?" tanya Rara.
Aku mengelus ujung rambutnya. Begitupun dengannya yang membuka poni kecil yang menutupi pelipisku.
"Yang mana? Aku nggak inget tuh," godaku.
Rara menurunkan bibirnya kecewa.
"Tidak usah.. itu bukanlah hal yang penting untuk diceritakan ke kisah tadi," jawabku dan berjalan menghampiri anak-anak yang mulai menerima es krim.
Aku tersenyum. Mengingat Rara yang terlihat kecewa dengan jawabanku. Dia memang gadis cantik.
```
"Kakak yang tidak sengaja kutabrak beberapa hari yang lalu, 'kan?" tanya seorang gadis dengan membuatku mengingat kejadian yang dilontarkannya.
"Oh.. habis waktu selesai upacara dulu, 'kan?" tanyaku memastikan.
Gadis itu mengangguk dengan semangat. "Maaf sebelumnya, baru hari ini aku mencari Kakak untuk bertemu," ucapnya.
"Kenapa?" tanyaku.
"Tanda Pengenal Kakak jatuh ke keranjang sampah yang aku bawa waktu itu, maaf Kak..," jawabnya sembari menyodorkan tanda pengenal padaku.
Aku menepuk jidatku. Astaga, kukira itu terjatuh saat mencuci ataupun saat di tengah jalan. Kenyataannya, ketidaksengajaan.
"Iya, makasih banyak..," responku, "siapa namamu?" tanyaku ketika mengambil tanda pengenal itu.
Gadis itu tersenyum. "Rara Amanda."
Aku membalas senyumnya. "Leon Saputra," ucapku balik walau aku yakin dia sudah mengetahui namaku.
TAMAT.
Hai, Guys.. bertemu lagi nih sama cerpen Jasmin!
Gimana kabar kalian? Udah lama ya aku nggak update! Maaf baru bisa update semalam ini di waktu dini hari, Puji Syukur pada Tuhan karena udah diberikan ide selancar ini, akhir-akhir ini banyak tugas yang bikin aku frustasi dan rasanya seperti menjadi ironman. Eh!
Do'akan kedepannya semakin baik ya cerpennya, semoga menghibur cerpen kali ini! ^_^
Oh ya, mau tahu aku? Bisa kunjungi akun instagramku kok! @minemine_19 atau @its.mineeee_19Kalian bisa berkomunikasi denganku di sana! Aku tunggu loh direct kalian! ^_^
Atau, kirim pesan lewat emailku:[email protected]
Salam Penulis,
Jasmine Sonia Failasufa
Muach :3
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Aaaaa seru kakkkk, bikin cerpen nya yg kyk gini dongv (ya.. gk mirip bgt) sihhh Lanjuty Cemumgut
Do'akan kedepannya lebih baik lagi ^_^, trims buat suportnya >_<
Aminnn, sama" kak
Aminnn, sama" kak
kerenn kakkk
Do'akan kedepannya lebih baik lagi ^_^, trims atas supportnya >_<
helloo..w k4 j4smne, nih cerit4 pertemu4n leon s4m4 r4r4 h4rus di cert4k4n dunk
Hello juga.. do'akan untuk mendapat ide tentang kisah Leon sama Rara. Tapi aku buat cerpen aja ya kalau bisa.. makasih buat masukannya ^_^
Hu um, aku setuju sama nadeshiko
ouunyeh