Jasmine Sonia Failasufa

gadis remaja yang sedang menempuh pendidikan di sekolah tinggi ...

Selengkapnya
Navigasi Web

Aku menerimanya!

```

"Ra, mau kemana?" tanya Ifa, teman sebangkuku, yang berteriak dari bangkunya.

"Cari seseorang!" sahutku.

"Cieee, pacarmu?" tanya Ifa.

Aku melototkan mata di ambang pintu. Itu menandakan, bahwa aku sedang tidak mencari sesosok seperti itu. Aku mencari pemilik tanda pengenal yang tidak sengaja terjatuh di keranjang sampah yang kubawa.

Sayangnya, sejak 3 hari yang lalu. Aku belum menemukan sosoknya. Entah, padahal sekolah ini tidak terlalu luas seperti universitas. Tapi rasanya, selama 3 hari ini aku seperti mengelilingi satu negara.

Aku berjalan mengelilingi sekolah itu lagi. Memandang satu persatu orang yang berlalu lintas. Memastikan bahwa salah satu dari mereka adalah pemilik tanda pengenal yang kubawa.

Kemudian, aku menemukan sesosok itu. Dia duduk bersama keempat temannya. Ah, mungkin squadnya. Segera kulangkahkan kakiku. Berdiri dihadapannya. Tawa mereka, seketika berhenti dan beralih menatapku.

"Kak Leon?" tanyaku.

Sesosok yang kucari selama ini mengangguk mengiyakan.

"Kakak yang tidak sengaja kutabrak beberapa hari yang lalu, 'kan?" tanyaku lagi.

Kak Leon memutar bola matanya. "Oh.. habis waktu selesai upacara dulu?" tanyanya balik.

Aku mengangguk. Syukurlah dia mengingatnya. "Maaf sebelumnya, baru hari ini aku mencari Kakak untuk bertemu," ucapku.

"Kenapa?"

Aku mengatur detak jantungku agar berdetak seperti biasanya. Sayangnya, itu tidak bisa dan semakin memacu tidak beraturan. "Tanda Pengenal Kakak jatuh ke keranjang sampah yang aku bawa waktu itu, maaf Kak..," jawabku sembari menyodorkan tanda pengenalnya

Kak Leon menepuk jidatnya. Barangkali, ia teringat sesuatu atau ia terkejut?

"Iya, makasih banyak..," responnya, "siapa namamu?" lanjutnya bertanya ketika mengambil tanda pengenal itu.

Entahlah, tiba-tiba aku tersenyum dengan sendirinya. "Rara Amanda."

Kak Leon membalas senyumku. "Leon Saputra," jawabnya balik walau sejujurnya aku sudah mengetahui namanya.

```

"Ssst, Ra!"

Aku terdiam sembari masih mencatat materi di papan tulis kelas. Ifa mendesakku. Menyenggol lenganku dan itu membuatku berhenti dari kegiatan menulis.

"Apa?" tanyaku.

"Gimana? Tadi udah ketemu dengan pacarmu?" tanyanya.

DEG!

Aku teringat kak Leon.

"Bukan pacar," jawabku dan kembali menulis catatan.

"Ah.. kamu bohong.. pasti pacarmu! Siapa, Ra?"

Ifa semakin mendesakku. Menggoyang-goyangkan tubuhku. Bahkan, aku harus mengganti tulisanku yang salah pada katanya.

"Bukan pacar.. dibilangin bukan..," bantahku.

"Lalu, sia-"

"IFA DAN RARA!"

Seketika, aku berdiri dengan Ifa. Menatap guru kimia sekaligus Bimbingan Konseling yang terkenal dengan ketidak ramahannya. Menatap kami satu persatu.

"Saya nggak suka ngelihat murid yang malah ngobrol waktu pelajaran saya, maka.. kalian saya hukum untuk tidak mengikuti pelajaran saya hari ini. Silahkan keluar kelas.."

Perasaan kaku memenuhi sekujur badanku. Aku tidak percaya dengan apa yang aku dengar.

Aku? Dihukum tidak mengikuti pelajaran?

"Kenapa kalian diam saja? Keluar!"

Ifa segera menarik tanganku untuk berjalan keluar kelas.

"Permisi, Bu..," ucap Ifa dan tetap memegang tanganku. Aku hanya terdiam dan mengikutinya.

Aku duduk di kursi depan kelas. Ingin rasanya mengeluarkan umpatan kasar ke teman karibku ini. "Ngapain juga sih kamu panasaran.. kan kalo gini jadinya kita dihukum!"

"Ya, kamu sendiri tahu kan.. aku kalau penasaran.. nggak bisa dihentikan, kayak udah mendarah daging, Ra!" bantah Ifa.

Kudenguskan napas kesalku dan berjalan ke perpustakaan. Setidaknya, itu akan menambah wawasanku.

"Ra, mau ke mana?" tanya Ifa.

"Yang jelas ngejauh dari kamu," jawabku.

"Ra.. tungguin aku!"

Aku segera mempercepat langkahanku. Sayangnya, Ifa lebih memiliki kaki jenjang yang indah. Bahkan, kusarankan dia mengikuti ajang kompetisi model saja..

Aku melewati kelas 3-A. Kuintip sedikit lewat jendela. Kuedarkan pandanganku ke seluruh isi kelas. Entahlah, rasanya aku sedang mencari seseorang. Tapi siapa?

"Nyari siapa? Pacarmu?" tanya Ifa tiba-tiba.

Aku segera menggelengkan cepat. Kenyataannya aku memang tidak mempunyai pacar. Lebih tepatnya orang yang kusuka. Atau, sebenarnya aku punya perasaan, tapi ke siapa? Ah, bodo amat.

"Aku nggak punya pacar, Ifa..," bantahku dan segera menarik tangan Ifa untuk menjauh dari kelas 3-A itu.

"Itu tadi kelas 3-A, 'kan?" tanya Ifa disela-sela kutarik dia ke perpustakaan.

Aku tidak menjawab pertanyaannya. Aku tahu, dia akan terus bertanya sampai menemukan jawabannya. Atau, sampai dia teralihkan perhatiannya.

"Oh My God, Ra! Aku tahu kamu suka sama siapa?!" ucap Ifa yang seketika membuatku berhenti. Melepaskan genggamannya dan berbalik menatapnya.

"Siapa?" tanyaku balik. Syukurlah lorong di sekolah kali itu sepi. Yah, itu masih jam pelajaran.

"Pasti kak Aria Mahaswara, 'kan?!" tebak Ifa yang membuatku menghela napas lega. Tunggu, kenapa aku menghela napas dengan lega? Bukankah aku memang sedang tidak menyukai siapapun?

"Apaan sih," elakku. Sejujurnya, aku memang tidak menyukai kak Aria. Entahlah, menyukai sesosok yang disukai hampir satu sekolah bukanlah hal yang kusuka. Kak Aria yang menjadi Bintang Sekolah memang sesosok yang cukup membuatku kagum, tapi tidak dengan perasaan ke sentimentil.

"Ya, 'kan?! Kamu pasti suka sama kak Aria!" ucapnya yang semakin membuatku merasa ingin tertawa. Oh ayolah, Ifa.. kau tahu aku tidak suka dengan sesosok kak Aria, bukan?

"Udah deh, Fa.. jujur ya, aku nggak punya orang yang aku suka.. dan pasti juga tidak ada orang yang menyukai-"

"Kata siapa?"

Seketika aku menoleh. Aku merasa ada seseorang yang sengaja memotong ucapanku. Hei, itu tidak sopan!

Deg!

Ku tatap pemilik manik berwarna hitam pekat itu. Sesosok yang kulihat beberapa jam yang lalu. Kak Leon.

"Maksud, Kakak?" tanyaku.

"Kata siapa.. em.. kamu boleh berkeliaran di jam seperti ini?" tanyanya.

Hei? Apakah itu nyambung dengan percakapanku dengan Ifa tadi? Eh, kalau dia nyambung dengan percakapanku tadi, itu artinya.. dia mendengar percakapanku? Oh, Tuhan..

"Anu, Kak.. kita-"

"Ada tugas di perpustakaan!" potongku dengan cepat ucapan Ifa. Ini akan terasa memalukan jika Ifa mengatakan aku dan dia sedang dihukum.

"Tunggu," ucap kak Leon.

Keringat mulai menetes dari dahi ke pelipisku. Aku gugup, rasanya. Padahal, dia hanya seorang kak Leon. Kubalikkan badanku, kembali berhadapan dengannya tanpa menatapnya.

"Em.. kebetulan aja ketemu di sini, aku ingin memberikan hadiah sebagai ucapan terima kasih sudah mengembalikan tanda pengenalku," ucapnya sembari mengeluarkan sesuatu dari sakunya. Sebuah gantungan kunci.

Apakah aku terlihat memasang wajah merona? Kuharap, tidak.

"Ah iya, terima kasih, Kak..," jawabku dan menerima gantungan kunci yang diberikan kak Leon, "baiklah.. saya lanjut ke perpustakaan dulu.. sekali lagi terima kasih, Kak..," lanjutku yang masih tidak berani menatap bola matanya dan segera melangkahkan kaki menjauh.

"So? Kamu suka sama kak Leon, 'kan?" tanya Ifa yang membuatku mengingat scene bersama kak Leon.

"Nggak, udah deh jangan ngomong yang aneh-aneh.. ini kita dihukum gara-gara kamu juga," bantahku dengan perasaan kesal.

Ifa hanya mendengus kesal. Ia tidak berani berteriak padaku di perpustakaan. Yah, hal ini juga membuatku merasa tenang tanpa keresahan bersama Ifa.

```

"Udah bel pulang, yuk pulang," ucap Ifa.

"Eh? Ah iya, ayo," sahutku dan menutup buku. Tidak lupa kukembalikan ke rak buku dengan tatanan rapi.

"Eh.. aku udah dijemput my Boo-ku, duluan ya.. kayaknya tasku udah dibawa sama dia," ucap Ifa dengan gayanya yang khas. Berlari menuju pacarnya yang berdiri di samping motor sembari menatap ponsel.

Aku tertawa kecil. Kuharap, pacarnya tidak akan mencampakannya hanya gara-gara sifat anehnya Ifa. Aku mengambil tasku dan berjalan ke gerbang.

"Sudah ada jemputan?" tanya seseorang padaku yang membuatku menoleh. Melihat siapa yang berbicara denganku. Atau memang ada yang ingin mengajakku berbicara?

Jantungku kembali berdegup tidak beraturan. Apa jantungku selalu berdegup seperti ini ketika menatap sesosok pemilik manik hitam pekat itu?

"Aku akan menelpon bunda, Kak..," jawabku dan mencari nama kontak di ponsel untuk kuhubungi.

"Jangan," cegah kak Leon sembari memegang tanganku.

DEG!

"Maaf," ucap kak Leon sembari melepaskan pegangannya.

Ish, apakah aku terlihat jijik dengan sikapnya? Padahal itu sungguh membuatku merasa nyaman. AARGGH, APAKAH AKU SUDAH TIDAK NORMAL MENGATAKAN ITU NYAMAN?!

"Maksudku, jangan telepon bundamu.. aku antar pulang aja," tawar kak Leon.

Aku ingin ya Tuhan!

"Tidak usah, aku akan merepotkan, Kakak..," elakku yang sejujurnya dengan berat hati.

"Nggak kok, ayolah..," paksanya.

Entahlah, aku merasa iba dengan bujukannya. Kemudian, aku mengangguk. Kulihat kak Leon yang tersenyum puas dan segera menyalakan motornya.

"Naik," suruhnya.

Aku mengambil napas dengan perasaan gugup. Hei, aku baru mengenal kak Leon tadi pagi. Dan sekarang? Aku berboncengan satu kendaraan dengannya? Takdir atau memang kebetulan?

"Ra?" tanya Kak Leon.

"Iya?" sahutku.

"Aku perhatiin kamu suka melamun, ya?" ucap kak Leon yang mungkin berniat memastikan. Eh? Kak Leon.. MEMPERHATIKANKU?!

"Ugh.. aku hanya lebih suka berbicara di dalam hati," jawabku.

Kulihat kak Leon yang mengangguk paham.

"Udah siap?" tanya kak Leon.

"Iya," sahutku dan memasang kunci helm.

Beberapa detik kemudian, aku mulai meninggalkan gerbang sekolah. Berboncengan bersama kak Leon. Rasanya, ini seperti mimpi!

"Mampir dulu, ya?" tanya kak Leon ketika kami berhenti di lampu merah.

"Iya," sahutku lagi-lagi dengan jawaban pendek. Aku tidak tahu yang akan kuucapkan. Ini terlalu canggung.

Kami berhenti di toko yang cukup ramai. Kak Leon memarkirkan motornya. Mematikan mesinnya dan turun sembari melepas helmnya.

"Ikut atau di sini?" tanyanya.

Aku bimbang. Kuputar bola mataku untuk berpikir.

"Ikut aja yuk, seleraku agak buruk," lanjut kak Leon yang menyuruhku untuk mengikutinya?

Aku menganggukkan kepala dan melepas helm. Kemudian turun dari motor dan menatap kak Leon. Dua detik kemudian, kak Leon menggenggam tanganku dan membawaku masuk ke dalam toko. Jantungku seolah semakin tidak bisa dikontrol!

"Jangan dilepas, di sini cukup ramai.. kamu hilang, bundamu bisa marah ke aku," ucap kak Leon dan semakin menggenggam erat tanganku. Aku ingin meledak rasanya.

"Ah!" kagetku ketika ada seseorang yang menyenggolku dengan kasar.

Dengan hitungan detik. Kak Leon semakin menarikku mendekatnya.

"Dibilangin jangan jauh-jauh! Kenapa sih tanganku nggak pendek aja biar kamu nggak bisa terlalu jauh!" kesal kak Leon yang terlihat seperti kesal dengan sendirinya.

Aku tertawa kecil melihat tingkah kak Leon. Dia memang sesosok seperti ini, atau dia hanya berpura-pura dihadapanku seperti ini? Entahlah, kurasa aku suka. Eh?!

```

Setelah mengelilingi toko cukup lama, bunda menelponku ketika aku keluar dari toko. Kulihat kak Leon yang menatapku seolah bertanya, siapa?

"Halo, Bun?"

Kulirik kak Leon yang mengangguk paham. Mungkin pertanyaannya terjawab.

"Biar aku aja," ucap kak Leon sembari merebut ponselku.

"Eh?" kagetku.

"Bunda, tenang saja.. Rara biar saya yang antar pulang.."

Aku segera merebut ponselku.

"Ini siapa?"

Aku segera menjawab telepon bunda.

"Temen Rara, Bun!"

"Calon menantu, Bunda!"

Kak Leon berteriak. Segera kujauhkan ponselku dari kak Leon. Sejujurnya mungkin aku senang, tapi aku terlalu takut untuk mengakuinya. Semacam.. ah sudahlah. Aku tidak ingin terlalu memikirkan.

"Udah, Bun.. Rara mau perjalanan pulang."

Segera kututup telepon itu. Kuhelakan napas kecilku. Kulirik ka Leon yang sibuk memasukkan barang ke dalam tasnya.

"Yuk pulang," ajaknya dan berjalan ke parkiran. Aku mengikutinya.

Kak Leon memberikan uang ke tukang parkir sembari menyalakan mesin motorya.

"Naik, Rara..," ucapnya yang membuatku sedikit terkejut dan mengangguk.

Aku menaiki motor itu. Kemudian, kami meninggalkan toko itu perlahan.

Aku terdiam, begitu juga kak Leon. Entahlah, kenapa pikiranku seperti travelling ke mana-mana. Bahkan, aku mengingat kak Leon yang mengatakan 'calon menantu, Bunda'. Oh astaga, aku tidak bisa berharap apa-apa.

Apakah kak Leon memang mempunyai perasaan padaku? Atau itu hanya candaan kak Leon? Mana mungkin kak Leon menyukai gadis sepertiku, aku terlalu berharap setinggi langit.

"Ra?!"

"Iya!" sahutku dan sedikit berteriak.

"Jangan ngelamun.. nakutin tau nggak dari spion motor!" ucap kak Leon.

What?! Kak Leon menatapku dari spionnya. Apakah wajahku memerah? Ah, kuharap jangan!

"Ra?!" teriak kak Leon.

"Iya, Kak?" sahutku yang menjawab panggilan kak Leon dengan teriakan juga.

"Rumahmu mana? Astaga.. jadi kita pulang ke rumahku?"

Aku menepuk bahu kak Leon dengan kesal. "Jalan xxxx nomor 2," jawabku dengan segera.

Aku tidak mau kalau kak Leon sampai beneran membawaku ke rumahnya. Eh.. tadi aku menepuk bahu kak Leon? Astaga.. cabut nyawaku ya Tuhan! Aku malu.. eh jangan ya Tuhan.. masih mau dengan kak Leon, hehehehe.. tapi kenapa malu sendiri. Sudahlah, aku bimbang.

"Ra, kamu turun nggak? Atau emang niat pulang ke rumahku?"

"Eh?" kagetku dan seketika aku turun dari motor. Ah, sudah sampai rumahku. Waktu terlalu singkat kalau digunakan hal yang menyenangkan. Seperti tadi.

"Aku pulang!!!" ucapku dengan setengah berteriak di latar rumah, "masuk dulu, Kak..," lanjutku dan menyuruh kak Leon masuk.

Kak Leon mengangguk dan mengikutiku. Kulihat bunda yang duduk manis di sofa dengan menonton acara televisi. Oh astaga, kenapa bunda terlihat rapi. Apa bunda ingin bertemu kak Leon?! Aaaa, kuharap tidak!

"Permisi tante!" sapa kak Leon dengan ramahnya.

Kulihat Bunda yang melirik kak Leon, kemudian memberikan senyumnya.

"Siapa ini?" tanya bunda disusul kak Leon yang mencium tangan bunda.

Entahlah, hatiku lebih sakit melihat kak Leon seperti ini. Bukankah aku dengan kak Leon baru bertemu hari ini?! Tapi kenapa hingga seperti ini?!

Aku mengurungkan niatku untuk kembali ke kamar dan memilih duduk di samping bunda dan memainkan ponselku.

"Panggil Leon aja tante," ucap kak Leon dengan ramahnya. Dia memang ramah atau hanya tampang saja? Sepertinya dia memang ramah.

"Leon..," ucap bunda memastikan, "makasih ya udah mau nganterin Rara," sambung Bunda.

Kak Leon mengangguk dan membuka tasnya. "Tante.. Leon tadi mampir ke toko.. maaf, Leon baru bisa ngasih ini buat tante," ucap kak Leon.

Seketika aku merasa ditusuk-tusuk oleh jarum. Jadi, kak Leon menyuruhku untuk membeli karena aku tahu selera seorang ibu-ibu?

"Ya ampun.. kenapa repot-repot?" tanya bunda basa-basi. Ah bunda..

"Nggak apa-apa, Tante.. kedatangan saya di sini.. sekaligus saya mau meminta izin langsung dengan tante.. saya ingin menjadikan Rara pacar saya.. kedepannya, saya akan membicarakan lamaran ke sini bersama orang tua saya.. apakah tante mengizinkan saya?"

DEG!

Jantungku terasa berhenti. Dadaku terasa sesak. Tapi ini tidak terasa sakit. Hanya saja, rasanya ingin meledak dengan bahagianya. Apakah aku bahagia? Apa ini yang dinamakan bahagia?

"Tante itu selalu mendukung keputusan Rara, jadi.. Rara bagaimana?" tanya bunda.

Aku tersenyum. Kumohon, tolak!

"Iya," jawabku dan tersenyum.

Oh shit, aku menerimanya.

TAMAT.

Hai, Guys.. bertemu lagi nih sama cerpen Jasmin!

Sejujurnya, aku nulis di sini cerita bernuansa romantis nggak pernah ya.. biasanya juga aku nulis bernuansa seperti itu di wattpad. Ups! Tapi karena di post kemarin, ada yang memintaku untuk menceritakan kisah Leon dengan Rara. Hm, baiklah.. sayangnya ini hanya cerpen ya! Maaf baru bisa update hari ini, notebook aku lagi error.. jadinya ngetik langsung dari handphone. Dimaklumi ya kalau ada typo.

Saran dan kritik, saya persilahkan ^_^

Do'akan kedepannya semakin baik ya cerpennya, semoga menghibur cerpen kali ini! ^_^

Oh ya, mau tahu aku? Bisa kunjungi akun instagramku kok! @minemine_19 atau @its.mineeee_19Kalian bisa berkomunikasi denganku di sana! Aku tunggu loh direct kalian! ^_^

Atau, kirim pesan lewat emailku:[email protected]

Salam Penulis,

Jasmine Sonia Failasufa

Muach :3

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa syukakkkkk aku nyaa Kakkk Kakak, pinter bangate sihhhhhhhhhhhh Aaaa pokok nya 10000 jwmpol buat kk

23 Feb
Balas

Makasih buat suportnya.. do'akan kedepannya semakin menghibur ya.. ^_^

23 Feb

Iya kk

23 Feb

Uwawwwww :)

04 Mar
Balas

Trims ya buat suportnya ^_^

04 Mar

:)

07 Mar

ounyeh, maap ka, baru baca skarang, sibuk

04 Mar
Balas

rasanya, tetap slalu ah mantap! sumpah! ini sungguh menghibuar

04 Mar

rasanya, tetap slalu ah mantap! sumpah! ini sungguh menghibuar, pake 'a'

04 Mar

chat aku lwt email ya

04 Mar

Iya nggak apa-apa, maaf juga kakak nggak bisa update tiap hari.. sibuk juga sih, tapi kakak usahakan update tiap hari, deh! Trims atas suportnya ^_^

04 Mar

kenapa suangat bagus....... T_T Aku ngekek sendiri bacanya

22 Feb
Balas

Makasih buat suportnya.. do'akan kedepannya semakin menghibur ya.. ^_^

22 Feb

iy kakaa :)

22 Feb

Kok aku baca ceritanya kak mine yang ini agak Jijik2 gmn.. gitu ya? wkwk -,-

26 Feb
Balas

Ups! Makasih ya buat kritiknya.. do'akan kedepannya semakin baik ^_^

27 Feb

iyap kak.. In syaa Allah, tp si menurutku bagus juga ceritanya. hehe

27 Feb

Oiya kak, jangan lupa follback aku yaaa.. syukron

27 Feb

keren kak ceritanya :) maaf br baca

25 Feb
Balas

Makasih buat suportnya.. do'akan kedepannya semakin menghibur ya.. iya gpp juga baru baca.. kamu kan juga baru masuk ke sasisabu ^_^ semoga betah di sasisabu ^_^

25 Feb

sama sama kakk, iya kak in syaa allah aku doa'in..hehe iya ka ^-^..

25 Feb



search

New Post