Jasmine Sonia Failasufa

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
24# Perasaan Tekwan Bumbu Khawatir

24# Perasaan Tekwan Bumbu Khawatir

~

“Ada apa dengan dia?” tanya Alvan. Sejujurnya, ia tidak mau membahas sosok itu. Namun rasanya, ada yang membuatnya merasa tidak enak dalam perasaannya.

“Dia..”

Alvan terdiam. Menunggu jawaban gadis itu untuk mengatakan, ada apa dengan sosok itu.

“Ah, nggak ada apa-apa kok,” lanjut Rara, lantas memberikan sebungkus tekwan pada mangkuk Alvan seolah akan mengalihkan pembicaraan, “kita makan sama-sama, ‘ya! Lagipula, Bunda juga terlalu larut untuk pulang dan memakan ini yang pasti sudah dingin. Jadi, lebih baik-”

“’Kan bisa dihangatin,” potong Alvan.

“Tapi rasanya jadi nggak seenak sekarang. Ayolah, Al..,” pinta Rara dan langsung membuka bungkus makanan itu. Menuangkannya pada mangkuknya dan mangkuk Alvan. Lantas, menyodorkannya pada Alvan.

Gadis itu memberikan sendok pada tangan Alvan. “Selamat makan!” ucapnya dan ingin melahap makanan itu.

“Tunggu,” cegah Alvan.

Seketika, Rara berhenti. Menatap sosok itu dengan penuh tanda tanya. Ada sesuatu yang ingin Alvan katakan? Pikir gadis itu.

“Jangan lupa berdo’a,” jelas Alvan.

Rara mengangguk dengan tersenyum. Lantas, menangkupkan telapak tangannya pada wajahnya dan berakhir mengusapnya. Kemudian, kembali mengambil semangkuk tekwannya dan mulai memakannya.

“Rasanya masih sama!”

“Lo kira?”

“Beda.”

“Apa yang bikin lo berpikiran kayak gitu?”

Gadis itu berpikir sejenak dengan mengunyah tekwan dalam mulutnya. “Menurut gue, ya karena waktu.”

Kini, Alvan terdiam. Gadis di depannya itu unik, atau memang aneh? Di satu sisi dia bisa merubah sikap menjadi haus perhatian, atau bisa dibilang manja. Sedangkan di sisi lain, dia merubah sikap seolah bagian dari Badan Intelegen Negera. Terlihat serius dan bijak. Mungkin, juga cerdas.

“Kenapa?”

“Menurut gue, seiring berjalannya waktu. Rasa maupun takaran bumbu dari tekwan ini akan berubah, barangkali ‘mereka’ menemukan rasa yang lebih pas atau lebih cocok,” jelas Rara.

Entahlah, ucapan gadis itu tiba-tiba saja membuat Alvan menarik senyum miringnya. Ia tertarik dengan jalan pikiran gadis di depannya itu.

“Lantas?”

“Kenyataannya, ini masih sama dengan terakhir kali kita ke sana waktu itu,” jawab Rara, “sekitar lima tahun yang lalu,” lanjut Rara dengan lirih.

“Biarlah, bukankah rasanya tetap enak?”

“Tentu saja. Cuman, coba lo pikir. Kenapa toko tekwan yang berdiri cukup lama di sana nggak merubah ataupun menambah menu baru?” tanya Rara.

Alvan melirik langit-langit ruang tamu itu sembari sedikit mengerutkan keningnya. Kemudian, kembali menatap gadis itu tanpa memudarkan senyumnya. “Mungkin, mereka mempertahankan sesuatu,” jawab Alvan.

“Seperti?”

“Penggemar rasa.”

Rara terdiam sejenak. “Jadi, mereka mempertahankan menu mereka hanya untuk penggemar rasa tekwan mereka?”

Alvan mengangguk antusias. Lagi-lagi, tanpa memudarkan senyumnya. Jujur saja, ia suka menatap gadis itu ketika berpikir secara logis seperti ini.

“Layaknya seperti perasaan,” ucap Alvan.

Seketika, gadis itu menoleh. Menatap Alvan begitu dalam. Mencari arti dari kalimatnya.

“Apa?”

“Gue ke lo,” jelas Alvan.

Entahlah, seketika Rara merasa ada yang menyengat perasaannya secara tiba-tiba. Membuat jantungnya bekerja lebih keras, berdegup begitu kencang.

“Gue mempertahankan pertemanan kita selama ini-”

“Untuk apa?” potong Rara.

Alvan menatap gadis itu lekat-lekat. Bahkan, ia dapat melihat pupil gadis itu membesar bulat cantik berwarna pekat. “Untuk nggak membuat lo kecewa di suatu hari.”

Gadis itu terdiam. Alvan benar. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi di masa depan.

“Jadi?”

Alvan menghirup napas dengan perlahan, begitu juga menghembuskannnya secara perlahan. “Lo jadi milik gue-begitu juga sebaliknya-tanpa ikatan, mau?”

Seketika, Rara merasa jantungnya berhenti berdetak. Senyumnya tidak dapat ia sembunyikan lagi. Kalimat itu, sukses membuatnya merasa bahagia untuk kali itu. Setelah bimbang yang selama ini ia rasakan.

Belum sempat Rara mengucapkan ucapan bahagianya. Ponselnya berdering. Melihat, siapa yang menelponnya di sore hari itu.

Mrs. Igrie Calling..

“Iya, Mom?

“Oh, Sayang! Can you help, Mom?!” Wanita itu berkata dengan suara bingungnya. Atau mungkin khawatir? Tidak, itu lebih dari khawatir. Itu perasaan sangat takut.

What happend?!” Sejujurnya, ada perasaan aneh yang tiba-tiba menyelimuti perasaannya. Antara memunculkan hasil baik atau buruk?

“Jie... Jie...”

“Kenapa dengan Jie, Mom?! Ada apa?!”

“Jie, Sayang.. Jie!!!”

“Okey, sekarang Mommy di mana?!

Tidak ada jawaban.

Mommy?! Mommy?! Masih di sana?!” Perasaan khawatir dari gadis itu menyelimutinya. Tiba-tiba saja Mrs. Igrie tidak mengucapkan sepatah katapun. Ada apa dengan Jie?! Batin Rara.

Kemudian, telepon mati.

“Apa?” tanya Alvan, tiba-tiba saja ia juga merasa hal yang tidak baik.

“Nggak pasti,” jawab Rara, kemudian kembali mengecek ponselnya. Mendapati Mrs. Igrie mengirimkan pesan padanya.

One message for your from Mrs Igrie: Location <> Jie, Sayang..

“Al..,” ucap Rara dengan suara seraknya. Mengerjapkan kelopak matanya beberapa kali. Pertanda, perasaan khawatirnya semakin memuncak.

“Gimana?”

“Rumah Sakit,” respon Rara pendek. Segera ia masuk ke kamarnya. Mengganti pakaiannya dan keluar dengan mendapati Alvan yang sudah siap dengan kunci motornya yang melingkar di jarinya.

“Gue anterin,” ucapnya.

Rara mengangguk. Lantas, mengunci pintu rumahnya. Berjalan cepat mendekati Alvan dan menaiki motor milik sosok itu. Kemudian, mereka menjauh dari perkarangan rumah itu.

“Kenapa dengan Jie?” tanya Alvan ketika mereka sudah berada di perjalanan.

“Entahlah, gue merasa ada firasat yang tidak baik,” jawab Rara, “belok-belok, Al!” lanjutnya.

Motor itu berbelok. Detak jantung gadis itu dapat ia rasakan melalui punggungnya. Itu berdegup kencang. Seolah, letak jantungnya tepat berada di balik dadanya.

“Kemarin, Jie udah pucet. Gue anterin dia ke UKS, sayangnya seperti nggak ada perubahan dalam kondisinya. Hari ini, dia nggak masuk. Gue ke rumahnya dengan Sely dan itu benar. Jie benar-benar sakit. Walau kenyataan dia nggak bilang ke gue sama sekali. Kemudian, Mommy menceritakan kondisi Jie saat itu juga,” jelas Rara.

Lantas, motor mereka sudah terparkir pada parkiran Rumah Sakit itu. Alvan segera membantu Rara melepas helmnya. Mendapati Rara yang terlihat khawatir akan hal yang terjadi.

“Dia punya penyakit jantung lemah sejak tiga tahun yang lalu!” lanjut Rara.

Alvan terdiam dengan jantung yang juga berdegup kencang tiba-tiba. Menatap gadis yang terlihat khawatir di depannya. Keringatnya menunjukkan bahwa ia takut dengan hal yang akan terjadi.

“Ra! Dengerin gue! Lo tenang dulu!”

Gadis itu memberontak ketika Alvan menahan pundaknya. Ia terlalu cemas. Nasib apa yang akan ditimpa Jie? Pikir Rara.

“Ra! Lo tenang dulu! Ambil napas secara perlahan!” suruh Jie dengan paksa.

Seketika, gadis itu terdiam dan menurut pada Alvan. Ia mulai mengambil napasnya dan menghembuskannya secara perlahan.

“Berpikirlah bahwa dia bakal baik-baik aja. Okey?”

“Mana mungkin, Al! Sampai sekarang tidak ada transplantasi jantung untuk dia! Nggak ada yang cocok untuknya!” bantah Rara.

“Iya, okey! Kita cari itu nanti! Lo nggak bisa berpikir jernih kalo perasaan lo terus-terusan cemas seperti ini, Ra! Tenangkan diri lo!”

Gadis itu terdiam. Napasnya terengah-engah ketika ia harus memaksa dirinya tenang kali itu juga. “Gue khawatir, Al,” ucap Rara dengan suara biasanya, walau sedikit masih menyimpan rasa cemas.

Alvan mengangguk. Kemudian, tersenyum sembari menghela napasnya. Tiba-tiba saja, tangannya seolah otomatis menarik kepala gadis itu. Mendekapkan gadis itu pada pelukannya.

“Ada gue di sini,” ucap Alvan.

Gadis itu diam membeku sejenak. Sosok hati berpintu dua kulkas itu seolah hancur oleh panasnya api. Menghasilkan puing-puing kehangatan yang mengalir pada perasaan gadis itu.

Alvan... memeluk gue?! Batin Rara tidak percaya.

BERSAMBUNG.

Hai, Guys.. bertemu lagi nih sama cerbung Jasmin!

"Alvan meluk Rara?"-Rara.

"Hm."-Alvan.

"Uwaaaa. Kenapa?"-Rara.

"Nenangin lo lah! siapa suruh lo nggak mau diem."-Alvan.

"Yah.. brarti bukan karena sayang?"-Rara.

"Hm."-Alvan.

"Ugh :("-Rara.

"Gue ada buat lo."-Alvan.

"Iya Rara tau.."-Rara.

"..."-Alvan.

"Eh, tunggu?! Kalo Alvan ngomong kayak gitu. Brarti, Alvan beneran sayang sama Rara?!"-Rara.

"Hm."-Alvan.

"Uwaaaa. sayang Alvan juga deh!"-Rara.

"Author yang berdarah daging jomblo ini, begitu iri dengan moment ke-uqu-an kalian."-Author.

-Terima kasih atas dukungan kalian :)

Saran dan kritik, dipersilahkan ^_^

Do'akan kedepannya semakin baik ya cerbungnya, semoga menghibur cerbung kali ini! ^_^

Oh ya, mau tahu Authornya? Bisa kunjungi akun instagramnya kok! @minemine_19 atau @its.mineeee_19Kalian bisa berkomunikasi dengannya di sana! Dia menunggu direct kalian loh! ^_^

Atau, kirim pesan lewat emailnya:[email protected]

Salam Penulis,

Jasmine Sonia Failasufa

Muach :3

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kakkkk, lanjottt bagu bgt5

25 Apr
Balas

Iya, trims ya buat suportnya! ♡

25 Apr

Huuu ntapssss lanjuttt deh! Btw aku fokus ma kata author yang berdaging plis berdarah jomblo

25 Apr
Balas

Iya, trims ya buat suportnya! ♡ ehehehe, emang bawaan dari lahir, dari zaman megalitikum, kalo authornya emang berdarah daging jomblo :(

25 Apr

Jangan sampe meninggal jomblo loh kak :v

25 Apr

Oh tenang.. karakter 2D akan selalu bersama Author :)))

25 Apr

Kereen kaak! Semangaat ya.. :)

25 Apr
Balas

Iya, trims ya buat suportnya! ♡

25 Apr



search

New Post