Jasmine Sonia Failasufa

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
21# Jie sakit?

21# Jie sakit?

“Gue peduli lo, Ra,” respon Sely.

Kemudian, mereka saling diam. Rara yang bimbang dan Sely yang lagi-lagi lelah.

~

Please, Ra. Sayangi diri lo sendiri,” lanjut Sely, kembali meyakinkan gadis di depannya untuk segera melupakan seorang Alvan.

Rara menghirup napas pelan dan menghembuskannya perlahan. Kemudian, tersenyum menatap sahabatnya itu.

“Gue coba,” jawab Rara.

Sely menatap sahabatnya itu dengan perasaan lega. Senyumnya mengembang, mendapati usahanya untuk membuat gadis itu tersadar akhirnya berhasil.

“Jenguk Jie?” tawar Sely.

Rara mengkerutkan keningnya sejenak. Lantas, mengangguk pertanda iya.

“Lo bawa motor, ‘kan?”

“Bawa, kenapa?” tanya Rara balik.

“Gue bareng lo, ya. Kemarin motor gue spionnya patah,” jelas Sely.

Rara tertawa kecil. Menanggapi temannya itu yang selalu bersikap mengada-ada. Barangkali, sebenarnya yang terjadi adalah bannya bocor.

“Sekalian nggak copot aja setirnya? Ada-ada aja lo, Sel,” respon Rara. Kemudian, melangkahkan kakinya keluar kelas.

“Maunya sih gitu,” gerutu Sely lirih, “eh, Ra! Tungguin gue! Gila, cepet bener jalannya,” lanjut Sely sedikit berteriak, mengejar sosok Rara.

...

“Ra, beli buah nggak?” tawar Sely.

“Buat apa?!”

Sely menepuk helm Rara. Bisakah dia sedikit peka? Pikir Sely.

“Jie sakit mau lo kasih makan apa?!” sewot Sely.

“Yang ngasih dia makan ‘kan, mommy­-nya,” respon Rara.

Sely meringis karena gemas. Mendapati Rara yang benar-benar kelewatan.

“Iya udah, kita beli. Tapi lo yang turun buat beli, gue nggak mau ikut,” ucap Rara.

“Bilang aja nggak mau patungan duit,” celetuk Sely.

Rara tersenyum, menampakkan sederet giginya. Memang benar yang dikatakan Sely. “Gue nggak semiskin itu, bego..,” jawab Rara, lantas memberikan lembaran berwarna merah pada Sely, “gue yang bayarin aja deh,” lanjut Rara.

Sely mengancungkan jempolnya. Syukur-syukur Rara mau mengeluarkan uangnya untuk berkorban kali itu. Lantas, ia berjalan menuju toko buah itu. Kemudian, beberapa menit setelahnya ia keluar dari toko itu. Membawa sepaket buah-buahan.

“Cepetan! Semakin panas,” suruh Rara.

Sely berdecak. “Baru aja naik, iya udah,” responnya.

Kemudian, Rara menyalakan staternya. Melajukan motornya dengan segera mungkin. Berharap, sinar matahari yang cerah dan benderang seperti layar bright ponsel yang dimaksimalkan.

“WOY, RA!!! JANGAN KENCENG-KENCENG! LO MAU MATI APA, HAH?!” teriak Sely, tepat berada di telinga Rara yang melajukan motornya dengan kecepatan di atas rata-rata.

“Santai aja lah, Sel.. gue rasa ini nggak kenceng kok,” balas Rara.

“NGGAK KENCENG KUCING LO GUE BOTAKIN! LO EMANG GILA, RA!”

“Gue bilang santai, santai aja kenapa, sih!”

“LO YANG SANTAI! GUENYA YANG NGGAK!”

“Ya udah,” respon Rara, lantas membelokkan motornya. Memasuki perkarangan rumah bercat putih menawan itu.

Sely segera turun dari motor Rara, ketika gadis itu baru saja mematikan motornya. Terparkir pada halaman rumah itu.

“Lo gilanya emang bawa ke kematian ya, Ra!” ketus Sely, membenarkan rambutnya yang teracak-acak. Lantas, bercermin pada spion motor.

Rara memutar bola matanya. Kemudian, melangkahkan kakinya memasuki teras rumah itu.

“Permisi!” teriak Rara sembari mengetuk pintu rumah itu berkali-kali.

“Orang dari luar negeri emang kaya’ gini nggak sih, Ra? Rumahnya besar-besar. Jadi keinget, kamar mandinya aja sebesar kamar gue,” bisik Sely.

“Permisi!!” teriak Rara lagi-lagi, tidak merespon ucapan Sely.

Sely melirik perkarangan rumah itu. Perkarangan rumah itu begitu luas, bahkan bisa dikatakan seluas rumah Sely. Air mancur kecil dengan kolam ikan di tengah perkarangan, beberapa tanaman hias yang begitu indah, bahkan beberapa pohon besar yang membuatnya begitu rindang dan asri.

Gue jadi pengemis dadakan kalo masuk ke rumah Jie yang kayak gini. Nyali gue menciut. Batin Sely.

“Sel, kayaknya.. nggak ada orang deh di rumah,” ucap Rara, setelah beberapa kali merasa nihil mencari tanda-tanda keberadaan kehidupan di rumah itu.

Ceklek.

Kedua gadis itu menoleh bersamaan. Mendengar suara knop pintu, pertanda ada yang membukakan pintu. Lalu, sosok yang mereka cari berdiri di ambang pintu. Membulatkan matanya dan mengulum senyum pilunya.

“Rara? Sely? Masuk dulu, yuk,” ucap Jie, menyuruh kedua gadis itu memasuki rumah mewah itu.

“Permisi,” ucap Rara ketika memasuki rumah itu.

“Duduk aja, ortu gue nggak ada di rumah,” respon jie, lantas berjalan ke dapur.

Sely segera merebahkan punggungnya menempel pada sofa. Dibonceng Rara memang membuat nyawanya berada di ambang kematian.

“Jie! Gue tidur di sini, boleh?! Rara kalo bonceng gue kayak bawa ke malaikat maut!” teriak Sely.

“Iya! Tidur aja! Anggap rumah sendiri!” teriak Jie balik.

Sedangkan Rara, membuntuti Jie ke dapur. Meletakkan buah-buahan pada meja makan rumah itu.

Thanks ya, Ra,” ucap Jie.

“Buat?” tanya Rara, memancing Jie untuk memperjelas.

“Buahnya,” jelas Jie sembari memberikan segelas jus pada Rara. Lantas, melirik ruang tamunya. Mendapati Sely yang tertidur di sofa.

“Kenapa?” tanya Rara.

“Sely beneran tidur. Ya udah, kita di dapur aja,” respon Jie.

“Kenapa nggak di depan aja?”

No, biarin Sely mimpi indah.”

“Iya kalo mimpi indah, kalo mimpi buruk?”

“Resikonya,” balasnya.

Rara tertawa kecil, membuat Jie mengikuti tawa milik Rara. “Kenapa nggak ngabarin gue kalo sakit?” tanya Rara dan duduk pada kursi pada meja makan itu.

“Gue nggak sakit,” respon Jie.

“Jangan bohong, lo sakit apa?”

“Gue nggak sakit, Ra,” jawab Jie, lantas meminum jus yang ia bawa juga.

“Terus, kenapa lo nggak sekolah tadi pagi?”

Jie terdiam. Pertanyaan itu membuatnya terpojok dengan alasan lain.

“Nggak ada yang perlu lo tutupin, lo sakit apa?” paksa Rara.

Sosok itu tersenyum. Kemudian, mendekat pada gadis itu. Tepat berada di depan gadis itu.

Rara terdiam. Bahkan, ia tidak berani menghembuskan napas melalui mulutnya. Menatap manik berwarna hitam pekat itu. Warisan manik miliknya ibunya.

Jari Jie menunjuk dada gadis itu. “Di sini, di hati,” ucap Jie.

Jantung gadis itu berdegup kencang. Barangkali, Jie bisa merasakannya walau hanya menggunakan jari telunjuknya. “Apa sih, Jie,” elak Rara, menepis kecil tangan itu. Menolehkan mukanya untuk tidak menunjukkan rona merah pada pipinya.

Cute,” ucap Jie lirih.

“Apa?” tanya Rara, meminta Jie mengulangi ucapannya kembali. Walau sejujurnya, ia mendengar kata itu.

Jie menggeleng. Lantas, tersenyum pada gadis itu. “Gue.. uhuk-uhuk,” ucap Jie, mengakhiri ucapannya dengan batuk kecil. Kemudian, memegang dadanya.

“Jie,” khawatir Rara, seketika membantu Jie menopang badannya. Meletakkan tangannya mengalung pada leher sosok itu.

“Gue nggak apa-apa, Ra,” ucap Jie, menurunkan tangan gadis itu dari pundaknya, “gue ke kamar dulu, kalo lo laper ambil aja apapun yang di kulkas, rumah ini masih bisa lo anggap rumah sendiri seperti biasanya, kok!” lanjut Jie dan melangkahkan kakinya menuju kamarnya.

Gadis itu menatap sosok bersweeter hitam itu sampai menghilang dari balik pintu kamarnya. Ia menghela napasnya, bimbang dengan jalur pikiran cowok itu. Kadang, ia terlihat manja. Terlihat kekanak-kanakkan. Bahkan, terlihat dewasa layaknya seorang turis.

Lo sakit apa sih, Jie? Gue khawatir. Batin Rara.

BERSAMBUNG.

Hai, Guys.. bertemu lagi nih sama cerbung Jasmin!

"Rara pulang dulu."-Rara

"Gue juga."-Alvan.

"Hei?! Kalian pulang duluan?! Nggak mau ngobrol sedikit di balik cerita?"-Author.

"Nggak."-Rara dan Alvan.

"Ya udah, deh."-Author.

"Thor, pesen Rara. Author jaga kesehatannya selalu. Rara sayang Author."-Rara.

"Gue juga."-Alvan.

(Author terdiam. Menatap dua pasangan-yang lagi ada konflik-meninggalkan layar balik cerita untuk pertama kalinya)

-Terima kasih atas dukungan kalian :)

Saran dan kritik, dipersilahkan ^_^

Do'akan kedepannya semakin baik ya cerbungnya, semoga menghibur cerbung kali ini! ^_^

Oh ya, mau tahu Authornya? Bisa kunjungi akun instagramnya kok! @minemine_19 atau @its.mineeee_19Kalian bisa berkomunikasi dengannya di sana! Dia menunggu direct kalian loh! ^_^

Atau, kirim pesan lewat emailnya:[email protected]

Salam Penulis,

Jasmine Sonia Failasufa

Muach :3

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Lanjott

22 Apr
Balas

Iya, trims ya buat suportnya! ♡

22 Apr

lanjutttttttttttt maaf komen jam 23 28 hehe

21 Apr
Balas

ga usah dipeduliin jamnya deh

22 Apr

Iya, trims ya buat suportnya! ♡

22 Apr

Lagi lagi jawabannya huhh untung aku sabar lagi puasa kak kalo gakk hihii biasa ajah sih

22 Apr

lanjutttttttttt ih seruuu,, makinnnnnnnnn sssssseeeeeeeeeeeerrrrrrrrrrruuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu

22 Apr
Balas

Iya, trims ya buat suportnya! ♡

22 Apr

Lanjuut Kakkaak!

22 Apr
Balas

Iya, trims ya buat suportnya! ♡

22 Apr



search

New Post