Rafael Sastra. Laki-laki sederhana dengan sejuta kejutan. Pribadinya sulit ditebak, namun tingkahnya selalu bisa membuat orang disekitarnya bahagia.

Sastra hanya tinggal bersama Ayahnya—David, Entah kemana Ibunya pergi, Sastra memilih untuk tidak ambil pusing. Karna setiap dia bertanya kepada Ayahnya tentang dimana keberadaan ibunya, Ayahnya pasti langsung memarahinya. Tetapi setelah ia tumbuh dewasa ia sudah memahami jikalau Ibunya sudah tiada.

"Assalamu'alaikum, Sastra pulang", Ucap sastra ketika Ia baru pulang dari les nya.

Ia terdiam ketika mendapati Ayahnya yang sedang duduk di sofa ruang tamu dengan wajah dinginnya yang tak bersahabat.

"Duduk" ujar Ayahnya memerintahkan Sastra untuk duduk.

Dughh

Suara kertas yang Ayahnya lempar ke arah Sastra.

"Apa itu?" Ucap ayahnya dingin.

"Kenapa bisa seburuk itu sastra!" Sambungnya dengan nada tinggi sontak membuat Sastra menunduk.

Sebenarnya, Sastra sudah tidak kaget dengan hal semacam ini. Hanya karna nilainya yang tidak sempurna, ia bisa di marahi bahkan sampai dihajar.

Ayahnya memang mendidiknya menjadi sempurna. Dan harus menjadi sempurna. Katakan jika Sastra sangat lelah, tetapi itulah hidupnya.

"Maaf, Sastra udah berusaha semampu Sastra, Ayah" Balas Sastra.

"Berusaha semampunya? cuma segitu usaha kamu Sas?! Ayah udah keluarin banyak biaya buat kamu les dan semacamnya, Apa ini balasan kamu! Ayah malu punya anak bodoh seperti kamu!" Tegas Ayahnya lalu pergi meninggalkan Sastra yang terus menunduk.

Setelah kejadian itu, Sastra sangat kesal dan kecewa pada dirinya. Dan Sastra memutuskan untuk keluar entah kemana, hanya sekedar menenangkan pikirannya.

Ia menaiki motornya sangat kencang dengan pikiran berkecamuk.

"Kenapa lo bodoh banget sih sas!" Ucapnya dalam hati.

TINN

TINNNNN

BRAAKKKKK

Hancur sudah. Sastra kecelakaan dan langsung dilarikan kerumah sakit.

Ayahnya langsung menuju ke Rumah sakit setelah mendengar kabar itu.

Sudah 2 hari sastra tak kunjung sadar dan Ayahnya sangat frustasi karena merasa bersalah atas perlakuannya selama ini yang menuntut Sastra untuk sempurna.

Ayahnya sadar saat tidak sengaja melihat buku catatan Sastra di meja belajarnya yang menuliskan tentang lelahnya dituntut untuk menjadi sempurna. Sastra juga menuliskan jikalau manusia itu tidak akan bisa menjadi sempurna, dan karna kekurangan itulah menjadikan kita sebagai manusia.

Setelah membaca catatan itu, Ayahnya merasa bahwa selama ini ia begitu kurang ajar dan terlalu memperhatikan karirnya sampai melupakan anaknya yang berdiri sendirian tanpa adanya kasih sayang dan dukungan dari kedua orang tuanya. Karena setelah dipikir-pikir dirinya juga belum bisa menjadi orang yang sempurna. Ia juga berjanji akan menjadi orang tua yang baik dan ia juga akan memerankan tugas seorang Ibu untuk Sastra.

Setelah 2 hari, akhirnya Sastra sadar dan Ayahnya pun meminta maaf atas semua tuntutan selama ini. Ayahnya juga meminta maaf kepada mendiang istrinya, karena dipikir mendiang istrinya pasti sangat kecewa karena ia tidak bisa menjadi orang tua yang baik untuk sastra.

Setelah kejadian itu, Memang benar Janji Ayahnya yang akan berubah menjadi Seorang Ayah dan seorang Ibu yang baik. Ayahnya yang dulu sangat keras kepala, Ayahnya yang hampir tidak ada waktu dirumah karena selalu sibuk mengurusi pekerjaannya. Sekarang Ayahnya sedikit meluangkan waktunya untuk berkumpul dengan Sastra, Menemani Sastra belajar, Mengantar Sastra ke kesekolah, Sampai bermain PS bersama.

Selesai.