Habibah Al Maulidy Sukarno

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

"Daring " Merdeka Belajar? Tentu Tidak

Masih suegeerr banget di ingatanku, awal libur dua minggu yang menyenangkan. Waktu itu hari Sabtu, rapor tengah semester ganda kelas tujuhku dibagikan. Sabtu itu yang menjadi terakhir kali aku bertemu proses pembelajaran normal. Berawal dari pengumuman libur tiga hari karena siswa kelas sembilan yang ujian. Lalu keluar lagi pengumuman belajar dari rumah yang diperpanjang di grup chat kelasku. Seneng? Banget! Belajar dari rumah dua minggu tuh, kayak libur semester nggak sih? Saat itu, tak terpikirkan barang sedikit pun olehku segala mara bahaya yang menunggu di kemudian hari.

Awalnya, aku kira libur dua minggu itu murni sebab siswa kelas sembilan yang ujian. Yah, tahun-tahun sebelumnya kan juga begitu, jadi aku tak khawatir. Lama-kelamaan, kok liburnya tak kunjung selesai? Dari dua minggu, dua bulan, dan entah sampai kapan. Tapi. mau bagaimana pun, mau nggak mau aku harus terima, kan? Lagipula, aku cukup menikmatinya, kok. Mengapa tidak? Kita bisa mengerjakan tugas dengan memastikan nilainya sempurna. Ulangan? Gampang, tinggal tanya sama mbah Google. Tak masalah dengan memori Hp yang tiba-tiba full sama tugas dan materi.

Tetap saja, rindu tak mampu terbendung kala aku melihat kembali foto teman-temanku. Pernah di satu waktu, aku harus ke sekolah karena aku diajak membuat sebuah video klip. Aku bertemu seorang kawan mantan sekelas (kami berpisah saat naik kelas) yang sering kugelitiki karena gemas. Wajahnya yang memang imut itu berubah menjadi lebih cantik dan tinggi badannya pun bertambah! Spontan saja kukatakan: "Kamu tambah tinggi, ya?". Ah, kalau saja kami masuk sekolah, aku bisa menyaksikan seberapa cepat pertumbuhannya. Sekolah adalah rumah kedua bagi siswa dan guru, itu sudah menjadi hal umum. Di sana, tempat kami tumbuh dan berkembang. Dan ketika kami tidak berada di "rumah", separuh jiwa kami rasanya menghilang.

Kembali ke topik awal, belajar dari rumah, sepertinya kenyataan itu harus diganti dengan slogan "merdeka belajar". Dan juga, belajar di rumah dalam konteks SD-SMA adalah liburan. Sepertinya aktivitas belajar di rumah juga tidak bisa diunggulkan. Entah ini merupakan sesuatu yang positif atau negatif, budaya "berdiskusi" juga tumbuh subur selama "liburan" ini diberlakukan. Buktinya, akun WA-ku tiba-tiba saja memiliki banyak "grup belajar".

Nah, dari situ aku-mungkin siswa/i lainnya juga- mulai meluncurkan aksi belajar dengan memaksimalkan ke-efisien-an waktu. "Ndang mari ndang wes" (maknanya sama dengan "cepat selesai"), kata-kata seperti itu makin sering terdengar maupun terlontarkan dari diriku sendiri. Akibat terburu-buru oleh sesuatu yang tidak diketahui apa penyebabnya, nilai yang anjlok menjadi karma. Terlanjur terbiasa dengan bantuan teknologi dalam setiap pembelajaran, akhirnya tiba saatnya ujian luring (luar jaringan). Wah, hal itu tentu mengejutkan. Selama ini yang terbiasa "daring-daringan", dihadapkan dengan ujian dan itu offline! Ketika tak ada waktu lagi, yang bisa dilakukan hanyalah pasrah. Waktu satu minggu mempersiapkan ujian pasti terasa sangat singkat. Terlalu takut juga menjadi penyebab penggunaan waktu yang tidak optimal.

Jujur saja, aku sangat-sangat menyesali perbuatanku selama ini. Empat bulan setelah keluar kebijaksanaan belajar dari rumah, aku naik kelas, masih dengan keadaan "baik-baik saja". Enam bulan-satu semester di kelas delapan, masih aman sekiranya tak ada embel-embel "UAS luring". Kurasa aku sudah mempersiapkan semuanya. Hingga ketika membaca soal demi soal ujian, seketika "zonk", aku lupa atau bahkan tidak tahu apapun yang dibahas si soal. Lalu, hasilnya nilaiku turun secara merata.

Haah.... Aku sadar, itu semua adalah kesalahan, mari betulkan. Libur semester ganjil, Mama sudah mewanti-wanti ku dengan berbagai hal. Aku harus membuat perubahan! Kalau sebelumnya tidak ada perbedaan antara libur (termasuk tanggal merah dan liburan) dan tidak, maka kubuat perbedaannya. Aku, si maniak game Candy Crush dan Wattpad, mulai membuat jadwal: hanya bisa membuka aplikasi itu ketika malam menjelang tidur dan bebas ketika akhir pekan. Dengan mengingat seberapa istimewanya hari Minggu, perlahan kesalahan metode belajar mulai teratasi. Di sela waktu menunggu tugas dari Bapak/Ibu guru, aku biasa mengerjakan latihan soal di lks. Sehingga nantinya, bila ditugaskan mengerjakan soal-soal di lks, aku tinggal mengumpulkan dan bisa memanfaatkan waktu luangku untuk hal-hal yang lain.

Kembali, aku ditakdirkan untuk mendapatkan suatu pemahaman baru mengenai "belajar". Selama ini, aku belajar dengan keras dengan tujuan mendapatkan nilai yang bagus. Secara tidak langsung, aku menganggap nilai sebagai tolak ukur keberhasilan belajarku. Padahal, tujuan belajar adalah untuk mempelajari, memahami, dan menerapkan, bukan untuk mendapatkan nilai. Mungkin itu yang membuatku tumbang dikalahkan segala ke-putus asa-an.

Lalu, kesalahan lainnya, aku terlalu menyepelekan materi yang diberikan. Terlalu malas menonton video pembelajaran ataupun membaca buku membuatku asal-asalan dalam mengerjakan soal. Selain itu, aku juga terlalu memandang deadline. Terkadang jika malas menyerang, waktu seakan tak terasa dan tiba-tiba sudah mendekati batas waktu pengumpulan tugas. Hal itu membuatku kelimpungan. Semenjak kapok dengan nilai merah di raporku, aku bertekad menjadi avatar yang bisa mengubah kekuatannya. Akan kutunjukkan, kalau aku juga punya elemen sakti ku sendiri. Sekarang, setiap ada notifikasi dari grup kelas, tugas apapun itu secepatnya kuselesaikan. Eits, bukan cepet-cepetan, tapi ke-efisienan. Yah, masih menggunakan prinsip itu, tetapi didasari sebuah kenyataan bahwa belajar adalah untuk memperoleh sesuatu yang benar. Sebuah rumus belajar yang kuterapkan: mempelajari, memahami, dan menerapkan.

Hm..makin ke sini, aku semakin sadar. Bahwa belajar bukanlah sebuah kewajiban, tapi sebuah kebutuhan. Kita butuh belajar agar bisa menjalankan hidup dengan lebih baik. Tentu jika tujuan yang ditujukan benar. Sekali lagi, tujuan. Bukankah segala sesuatu berawal dari niat? Jadi, sepertinya yang harus ditekankan adalah semangat belajar. Merdeka dalam belajar bukan berarti bebas melakukan apapun termasuk mengatakan "Semauku!". Tapi, dalam konsep yang lain, merdeka belajar adalah belajar mendapatkan kemerdekaan. Memerdekakan diri sendiri dari monster-monster pemalas, pengganggu, dan penyubur bibit putus asa. Dengan mempelajari, memahami, dan menerapkan

Tentang Penulis

Holaaa! Kenalin, namaku Habibah Al MS. Siswi kelas delapan di MTsN 1 Kota Blitar yang lahir di Pasuruan tanggal 30 Maret 2007. Berawal dari membaca, aku mulai tertarik dengan dunia tulis-menulis. Karena kata guruku, dengan membaca kita mengenal dunia, dan dengan menulis kita dikenal dunia. Kalau ingin berkenalan lebih lanjut denganku, silahkan berkunjung ke akun instagram ku @bibah_07_ . Kutunggu ya, Terima kasih!

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Salam kenal

07 Mar
Balas



search

New Post