Fathiyah Azmi

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Chapter O2 ; Motivasi dari Ayah

Matahari sudah kembali ke tempat persembunyiaannya, yang menandakan hari mulai gelap. Haikal menghembuskan nafas lega setelah melihat Jericho atau sang ayah kini sudah kembali ke rumah. Sudah dua pekan ini, Jericho terlihat sangat sibuk dan kelelahan. Haikal hanya bisa menunggu dan memperhatikan ayahnya yang kini tengah membuka jas kerjanya.

Jericho berjalan ke arahnya, tentu saja Haikal tak bisa menyembunyikan mata berbinar dan senyumannya. “Selamat malam, jagoan ayah” Jericho mengelus kepala anak remajanya yang sampai saat ini masih saja bertingkah seperti bayi berumur sembilan bulan.

“Selamat malam, yah. Ayah sudah makan malam?” memulai topik pembicaan adalah tugas Haikal. Tak lupa Haikal selalu memberikan senyuman terbaiknya pada Jericho ataupun orang terdekat lainnya, dan Jericho sering kali menjadikannya penawar di kala lelah serta sedihnya.

Mendudukkan dirinya di hadapan sang anak, lalu melihat meja makan yang menyediakan makanan-makanan khas rumahan. Tentu Jericho tahu bahwa Vetha lah yang menberikannya. “Belum, Haikal sudah makan ya?” Haikal menjawab dengan anggukan kepalanya, Jericho mengambil piring dan menyendokkan sedikit nasi dan lauk-pauk yang tersedia. “Temani ayah makan ya. Jadi, ada apa hari ini?”

“Tadi sehabis pulang sekolah, Haikal sama yang lain belajar di rumah Om Jeff. Ada Rava, terus pastinya ada Jendral sama Jeandra. Terus waktu Haikal sama Rava mau pulang, Om Jeff dan Tante Vetha baru pulang dari Jogja. Sebelum pamit pulang, Haikal di suruh bawa oleh-oleh dari Jogja sama lauk buat di rumah. Ayah, Haikal ga suka matematika, karena matematika Haikal gak bisa masuk kelas A seperti yang lain. Haikal sudah coba berkali-kali ayah, tetapi hasilnya tetap sama.” Nada bicaranya terdengar menyedihkan, tapi percayalah Haikal benar-benar menyampaikan perasaannya kepada Jericho. Dan meskipun Jericho terlihat sibuk dengan sepiring nasi di hadapannya, dia tetap mendengarkan Haikal yang sedang menceritakan harinya.

Jericho mengangguk pelan, seolah berbicara bahwa ia mengerti. Menenggak air dari gelas yang telah sang anak sediakan untuknya. Menatap lembut manik anak kesayangannya, dan memberikan senyumannya. “Haikal sadar gak selama ini kekurangan Haikal itu apa, Haikal itu selalu mementingkan orang lain di bandingkan diri Haikal sendiri. Nak, belajarlah untuk dirimu dan masa depanmu. Jangan pernah belajar untuk mendapatkan apresiasi lebih dari ayah. Haikal pasti bisa, dan ayah percaya itu. Jagoan ayah kan hebat!”

“Tapi ayah, Haikal mau seperti Rava yang banggain Om Yudha dengan menjadi juara 1 kelas A, seperti Jeandral yang mendapat pelukan Tante Vetha karena dia berhasil masuk ke dalam 3 besar juara kelas B, seperti Jendral yang bisa membawa piala olimpiade fisika dan banggain Om Jeffery. Haikal mau buat ayah bangga dengan apa yang Haikal perjuangkan. Tapi ayah, kenapa hasilnya selalu jauh dari perkiraan Haikal.” Sebagai seorang ayah, hati Jericho terasa seperti sedang di iris-iris mendengar pernyataan anaknya. Jericho tahu kini Haikal tengah kehilangan rasa percaya dirinya, Haikal terpuruk.

“Nak, ayah tidak butuh hal seperti itu. Melihat Haikal yang sudah berusaha keras saja ayah sudah bangga. Apapun hasilnya, ayah akan tetap dengan pilihan ayah yang akan terus menaruh rasa bangga pada Haikal. Mengapresiasikan Haikal adalah tugas ayah, dan tugas Haikal saat ini hanya perlu percaya diri akan kemampuan yang Haikal punya.” Selain mengapresiasikan, tugas Jericho adalah membuat anak kesayanganya bangkit dari masa-masa terpuruknya.

Anggukan kecil dari Haikal dapat Jericho lihat. Mengelus pelan rambut Haikal dengan lembut, berusaha menyalurkan keyakinan. Melewati masa remaja labil memanglah menyulitkan hati dan jiwa.

“Ayah, jangan pernah bosen jadi ayahnya Haikal ya.” Mungkin kalimatnya terdengar aneh, tapi maknanya cukup dalam. Terukir senyuman tulus dan tatap mata yang sayu.

“Ayah akan selalu berada di sisi Haikal. Maafin ayah ya, nak. Kemarin ayah benar-benar sibuk, tapi sekarang pekerjaan ayah sudah berkurang. Bagaimana jika Haikal berhasil menyelesaikan ujian akhir tahun ini dengan baik, ayah akan kasih Haikal hadiah special?” Bagi Haikal, ayahnya adalah orang tua terbaik sepanjang masa. Seorang ayah yang mampu mengeluarkan buah hatinya dari jalan yang gelap gulita.

Mata berbinar, dan nada ceria Haikal menjadikannya memiliki karakteristik yang khas. “Mau, Ayah. Haikal janji akan melakukan yang terbaik!” mangajukan jari kelingkingnya kepada Jericho, dan mereka saling memegang janjinya masing-masing. Bercerita bersama ayah menjadi salah satu hal yang paling Haikal sukai dan Haikal tunggu-tunggu kehadirannya. Meyakinkannya, membimbingnya, menguatkannya, mengarahkannya untuk menjadi manusia dewasa yang berkualitas.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post