Faradilla Rahmatul Laily

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
PART 2

PART 2

Perjuangan handphone

Seperti yang aku ceritakan dibagian sebelumnya bahwa pembelajaran Bahasa Inggris kelas delapan akan dilakukan dengan memanfaatkan jaringan internet.Semua teman temanku terlihat gembira dan antusias dengan program tersebut.Berbeda dengan aku,sejak tadi malam aku terus memikirkan bagaimana cara agar aku bisa ikut program itu.Handphone saja aku tidak punya,apalagi mau belajar menggunakan internet.Aku tidak berani untuk menanyakan atau sekedar mengingatkan pada ayah ibu terkait program pembelajaran tersebut.Aku tidak tega jika harus melihat ayah dan ibu semakin memaksakan diri untuk bekerja keras demi sebuah handphone.

Siang ini,aku begitu galau memikirkan hal itu.Di saat aku mengusap kasar wajah karena kegaluan itu,tiba tiba ibu datang menghampiriku dengan membawa sepiring nasi plus lauk telur goreng kesukaanku.”Ra,ayo makan dulu!masa iya dari pagi kamu belum menyentuh makanan sama sekali.”Aku tersenyum pada ibu demi menutupi kegalauanku,fake smile begitulah orang orang menyebutnya.Segera kusantap sepiring nasi yang ibu bawakan untukku,cacing cacing perut yang sedari tadi menuntut padaku,kini telah diam seribu bahasa.Sepiring nasi telah kutandaskan,sangat nikmat rasanya meskipun sederhana.”Ra,kamu pikir ibu gak tau ya sama yang kamu pikirkan saat ini,ibu ngerti sama yang kamu inginkan saat ini.Maaf untuk saat ini ayah ibu belum bisa kasih kamu handphone,tapi ayah ibu akan berusaha cari kerja tambahan selama seminggu kedepan biar ada uang untuk belikan kamu handphone”Ucap ibu seraya mengelus kepalaku.“Sudah bu,ibu dan ayah tidak perlu sampai cari kerja tambahan kayak begitu.Rara tidak ingin melihat ayah ibu sakit karena kelelahan bekerja.Biar Rara saja yang berusaha untuk mendapatkan handphonenya sendiri.Rara akan terus minta sama Allah dan berusaha cari kerjaan sendiri.Rara cuma minta doa dari ayah ibu supaya Rara bisa jadi orang sukses dan mengangkat derajat keluarga kita”Ucapku seraya memeluk ibu dengan erat.Ibu hanya menitikan airmata dan tersenyum sambil membalas pelukanku.

Siang telah berganti sore,aku mempunyai kebiasaan berjalan jalan di tepi pantai seraya menunggu sang mentari tenggelam.Seperti sore ini,tepat pukul empat,aku sudah berlari lari kecil menuju tepi pantai yang jaraknya sekitar satu kilometer dari rumah.Setibanya di pantai,aku melihat sebuah kapal yang tak terlalu besar sedang berusaha berlabuh.Aku tertarik untuk mendekati kapal itu,sepertinya kapal itu tak pernah berlabuh disini sebelumnya.”Permisi pak,ada yang bisa saya bantu?sepertinya bapak dan teman bapak sedang mengalami kesulitan”Sapaku pada seorang laki laki yang nampak kesulitan menyusun beberapa boks berukuran sedang berwarna abu abu.”Eh iya dik,saya memang lagi agak kesulitan.Ini saya mau bawa barang barang ini ke rumah,tapi kapalnya gak bisa terlalu kepinggir.Boks ini isinya beberapa baju dan selimut untuk keperluan saya dan keluarga disini.Oh iya,nama saya Candra.Saya sebenarnya orang asli Pamekasan,cuma sudah merantau sekitar 10 tahun.Akhirnya saya memutuskan untuk kembali kesini.”Bapak itu memberi penjelasan panjang lebar.”Oh begitu ya pak,tapi kenapa bapak kesini dengan menggunakan kapal?kenapa tidak naik bis atau bawa kendaraan pribadi saja?”Aku merasa bingung melihat pak Candra yang memilih pulang kampung dengan menggunakan kapal.”Enggak dik,saya lebih milih naik kapal karena saya rindu sekali dengan laut Madura.Mobil saya masih ada di Jakarta,rencananya besok lusa akan dibawa pulang oleh istri dan anak anak saya.Jadi besok lusa mereka baru akan menyusul kesini,”Ucap pak Candra sambil meneruskan kegiatan menyusun boksnya.”Oh begitu ya pak,mari pak saya bantu bawakan barang barangnya ke rumah bapak.”Aku menawarkan bantuan kepada pak Candra.Pak Candra menyambutnya dengan suka cita,”Waah,boleh dik kalau kamu tidak kesulitan.Kamu bawa saja 5 boks itu,hati hati jangan sampai terkena air!”Aku segera membawa 5 boks yang dimaksud pak Candra menuju tepi pantai.

Pak Candra menunjukkan arah jalan menuju rumahnya yang sekarang ditinggali oleh kakak sepupunya.Sesampainya di rumah pak Candra,aku di persilahkan duduk.Pandanganku menyapu seluruh ruang tamu rumah ini.Interiornya nampak sederhana,namun dengan adanya sebuah lampu susun yang digantung pada atap ruangan tamu memberi kesan elegan.Aku berharap suatu saat nanti,aku akan memberi rumah yang lebih bagus dari ini untuk kedua orang tuaku.

Tak lama kemudian,pak Candra masuk dengan membawa seplastik kue.”Ini nak,bawa pulang kuenya nanti buat kamu sama orang tuamu di rumah.”Ternyata seplastik kue itu hendak diberikan untukku.”Waah,makasih ya pak.Kuenya banyak sekali.Pasti rasanya enak.”Aku sangat senang ketika menerima seplastik kue itu.”Alhamdulillah kalau kamu suka.Kalau saya boleh tau,ada alasan apa kamu tadi pergi ke pantai?”Pak Candra bertanya mengenai alasanku pergi ke pantai.”Owalah pak,saya memang sering ke pantai untuk sekedar main main dan menghilangkan kegalauan semata.”Ucapku menjawab pertanyaan pak Candra.”Hayo,kamu galau kenapa?habis di putusin sama pacarmu ya?”Pak Candra meledekku dan membuat aku tertawa lepas.”Aduh pak,saya gak mikir yang namanya pacaran.Saya mau fokus sekolah dan banggain orang tua dulu.”Aku menjawab pertanyaan pak Candra sesuai dengan prinsip hidupku.”Sip deh kalau begitu,terus kalau bukan mikir pacar mikir apa dong?”Pak Candra mencoba mencari tau penyebab dari kegalauanku.”Hmmm itu pak,saya pingin beli handphone buat belajar Bahasa Inggris di sekolah.Tapi saya dan orang tua saya tak mampu membelinya.”Aku menjawab rasa ingin tahu pak Candra dengan jujur.Tiba tiba,pak Candra masuk ke dalam rumah tanpa mengucap sepatah dua patah kata.

“Ini nak kamu ambil ya,kamu pakai buat beli handphone itu ya.Saya harap dengan uang yang tak terlalu banyak ini,kamu bisa membeli handphone yang kamu mau.”Ucap pak Candra saat keluar dari rumah sembari memberikan lembaran uang seratus ribuan kepadaku.Aku kaget bukan kepalang,aku masih tak percaya jika masih ada orang sebaik beliau.”Maaf pak,saya tidak mau menerima uang itu jika bapak memberikannya karena terharu dengan cerita saya barusan,saya tidak bermaksud ingin minta belas kasihan dari bapak.”Aku masih tidak yakin dengan jawabanku pada pak Candra barusan,karena jelas jelas aku sangat menginginkan uang itu.”Tidak nak,saya memberi uang ini karena saya tahu bagaimana rasanya ketika harus bersabar ditengah sebuah ujian.Saya memberi uang ini karena saya salut dengan kesabaranmu.”pak Candra meyakinkanku untuk menerima uang itu.Akhirnya,aku terima uang itu dan mengucap banyak terima kasih pada beliau.Kemudian,aku segera berpamitan karena sang mentari sudah mulai tenggelam,

“Assalamualaikum ayah,ibu.”Seruku ketika masuk rumah.Aku merasa sangat senang.”Waalaikumsalam,wah kamu habis pulang darimana?kelihatannya senang sekali.”Ayah ibu menjawab salamku.”Rara habis dari rumah pak Candra.”Ucapku bersemangat.Ketika aku menyebut nama pak Candra,ayah mengerutkan dahinya,”Candra siapa maksudmu Ra?”Ayah terlihat akan menginterogasiku sekarang.”Hemm,itu yah pak Candra yang merantau sepuluh tahun di Jakarta.”Aku menjawab jujur pertanyaan ayah.”Waah,Candra yang itu toh.Dia teman SD ayah.”ayah terlihat girang ketika tau pak Candra yang kumaksud adalah teman masa SD ayah.”Ayah ibu,Rara dikasih ini sama pak Candra,katanya kuenya buat ayah ibu dan uangnya buat Rara untuk beli handphone.”Aku menunjukkan uang dan kue yang diberikan oleh pak Candra tadi.Saat kulihat ekspresi ayah dan ibu,mereka nampak terharu dan gembira karena akhirnya keinginaku bisa tercapai.”Alhamdulillah,ya sudah besok ayah antar Rara ke toko handphone ya.”Ucap ayah kemudian mengecup dahiku.Kemudian ayah dan ibu menyuruhku untuk segera mandi dan siap siap untuk shalat magrib berjamaah di masjid yang berjarak dua bangunan dari rumah.Sesudah mandi,aku segera mengambil mukena dan menyusul ayah ibu ke masjid.Aku punya kebiasaan tadarusan bersama teman temanku selepas sholat magrib hingga azan isya’ berkumandang.Sepulang dari masjid,aku segera melipat mukena dan menyantap makan malam yang sudah disiapkan ibu sejak aku belum pulang dari masjid.Setelah makananan di piringku habis,aku membawa piringku ke tempat cuci piring dan mencucinya.Kemudian aku letakkan piringku ke rak piring dan pergi meninggalkan dapur.Aku masuk ke dalam kamarku,membersihkan kasur sesuai dengan sunnah Rasulullah,kemudian mematikan lampu dan bersiap untuk menjelajah alam mimpi.Aku tak sabar pergi ke toko handphone di esok hari.Aku menjadi semakin percaya bahwa Allah akan selalu membantu hambanya yang tetap tabah dan sabar dengan ujian yang diberikannya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post