Mental Health is Real
Tema​​​: Pemuda Harapan Masa Depan
Judul​​​: Mental Health Is Real
Karya​​​: Fajareza Ayu Pramesti
Biodata Penulis​:
Nama lengkap​: Fajareza Ayu Pramesti
TTL​ : Bojonegoro, 9 Maret 2002
Universitas. ​: Universitas Negeri Surabaya
Alamat e-mail​: [email protected]
Telepon : 087733884046
Asal​ ​: Surabaya
“Mental Health Is Real”
Kena mental lo…
Kalimat tersebut sering dilontarkan oleh anak-anak hingga remaja zaman sekarang, untuk membully ataupun sekedar bergurau dengan lawan bicaranya. Namun hal seperti ini sudah dianggap wajar dan menjadi trend di kalangan remaja sekarang. Padahal sebenarnya, kesehatan mental itu benar adanya dan tidak bisa diremehkan ataupun dibuat lelucon.
Kesehatan mental dipengaruhi oleh peristiwa dalam kehidupan yang meninggalkan dampak yang besar pada kepribadian dan perilaku seseorang. Peristiwa-peristiwa tersebut dapat berupa kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan anak, atau stres berat jangka panjang.
Jika kesehatan mental terganggu, maka timbulah gangguan mental atau penyakit mental. Gangguan mental dapat mengubah cara seseorang dalam menangani stres, berhubungan dengan orang lain, membuat pilihan, dan memicu hasrat untuk menyakiti diri sendiri, bahkan sampai berujung merenggut nyawa.
Seperti halnya kejadian pada rabu pagi, tersebar berita bahwa Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Gajah Mada (UGM) Tegar Sinar Ramadhan, tewas bunuh diri terjun dari lantai 11 hotel Porta, Yogyakarta. Pihak polisi menemukan hasil surat pemeriksaan dari psikolog di tempat kejadian Tegar Sinar Ramadhan bunuh diri. Berdasarkan temuan surat keterangan pemeriksaan psikolog, motif Tegar Sinar Ramadhan melakukan bunuh diri diduga karena adanya masalah psikologi atau kesehatan mental. Berdasarkan kesaksian dari temannya, sebelum meninggal, Tegar sempat bertanya mengenai penyakit bipolar. Akankah hal tersebut berkaitan dengan kematiannya.
Mari mengenali apa itu gangguan bipolar. Gangguan bipolar, sebelumnya disebut manik depresi, adalah kondisi kesehatan mental yang menyebabkan perubahan suasana hati yang ekstrim yang meliputi emosi tinggi (mania atau hipomania) dan rendah (depresi).
Ketika menjadi depresi, penderita merasa sedih atau putus asa dan kehilangan minat atau kesenangan dalam sebagian besar aktivitas. Ketika suasana hati berubah menjadi mania atau hipomania (tidak terlalu ekstrem dibandingkan mania), penderita merasa euforia, penuh energi, atau sangat mudah tersinggung.
Perubahan suasana hati ekstrim ini dapat memengaruhi tidur, energi, aktivitas, penilaian, perilaku, dan kemampuan berpikir jernih. Episode perubahan suasana hati dapat terjadi jarang atau beberapa kali dalam setahun. Sementara kebanyakan orang akan mengalami beberapa gejala emosional di antara episode, beberapa mungkin tidak mengalaminya.
Meskipun gangguan bipolar adalah kondisi seumur hidup, sebenarnya penderita dapat mengelola perubahan suasana hati dan gejala lainnya dengan mengikuti rencana perawatan. Dalam kebanyakan kasus, gangguan bipolar diobati dengan obat-obatan dan konseling psikologis (psikoterapi).
Seiring perkembangan zaman yang semakin maju memberi kemudahan bagi segala aspek kehidupan. Namun hal tersebut juga berpengaruh dan memberi tekanan terhadap pola hidup seseorang. Layaknya anak, mau tidak mau harus masuk sekolah fullday, harus cakap teknologi, dengan beban tugas yang tidak sedikit, materi sekolah yang susah, ditambah lagi lingkungan yang mungkin kurang mendukung dirinya. Baik lingkungan dunia nyata seperti orang tua, teman, masyarakat, ataupun lingkungan dunia maya seperti media sosial.
Anak-anak dan remaja membutuhkan kesehatan mental yang baik untuk berkembang dengan cara yang sehat, membangun hubungan sosial yang kuat, beradaptasi dengan perubahan, dan menghadapi tantangan hidup. Remaja yang diharapkan sebagai penerus masa depan dengan pendidikan yang mereka jalani, ternyata tidak semulus yang kita bayangkan. Hukum, Manajemen, Kedokteran, Pendidikan, Teknik, dan masih banyak lagi jurusan yang mereka tekuni ternyata juga memberi beban yang mungkin tidak mudah untuk mereka lewati. Banyak remaja yang lebih memendam permasalahannya sendiri atau kurang terbuka dikarenakan mereka tidak punya sesosok “rumah” untuk bercerita. Lingkungannya pun tidak berpihak pada mereka. Akhirnya yang bisa mereka lakukan ialah terpaksa untuk memendamnya sendiri. Hal tersebut yang akhirnya membuat banyak remaja mengalami gangguan kesehatan mental.
Saat ini, kesehatan mental menjadi masalah yang belum dapat sepenuhnya diselesaikan, baik tingkat global maupun nasional. Terlebih adanya pandemi Covid-19 menyebabkan berbagai dampak negatif seperti peningkatan masalah mental dan gangguan jiwa. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, menunjukkan lebih dari 19 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental emosional, dan lebih dari 12 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami depresi (Rokom, 2021).
Beban pendidikan menjadi salah satu faktor penyebab terganggunya kesehatan mental pada remaja. Pendidikan sendiri yang diharapkan menuntun ke masa depan yang lebih cerah ternyata sekaligus menjadi beban dan tuntutan berat bagi mereka. Banyak remaja yang menjadi korban hanya karena mentalnya sudah tidak kuat dengan permasalahan yang mereka hadapi. Faktor penyebab gangguan mental pada remaja lainnya yaitu penggunaan media sosial yang salah, faktor genetik, faktor biologis, sering berpikiran negatif atau yang sering disebut dengan overthinking, trauma yang pernah terjadi pada masa lalu, dan masih banyak faktor lainnya
Maka dari itu, berbicara dari hati ke hati dengan anak tentang kondisi dan kesehatan mentalnya adalah langkah awal yang perlu dilakukan sebagai orangtua. Jika mengkhawatirkan kesehatan mental anak, mulailah dengan mengajaknya berbicara. Berbicara dengan anak tentang bagaimana perasaan mereka menunjukkan bahwa mereka tidak sendirian dan bahwa sebagai orangtua, peduli. Selain itu, anak juga mungkin memerlukan bantuan orang tua untuk mendapatkan dukungan profesional.
Berdasarkan Kemeterian Kesehatan, Berikut adalah beberapa cara untuk mempromosikan kesehatan mental bagi remaja dan meningkatkan kesejahteraannya :
1. Tunjukkan cinta, kasih sayang, dan perhatian pada anak remaja Anda.
2. Tunjukkan bahwa Anda tertarik dengan apa yang terjadi dalam kehidupan anak Anda. Pujilah upaya anak serta poin bagus dan prestasi mereka. Hargai ide dan pendapat anak Anda.
3. Nikmati menghabiskan waktu bersama dengan anak Anda, dan juga sebagai sebuah keluarga.
4. Dorong anak untuk berbicara tentang perasaannya dengan Anda. Penting bagi anak untuk merasa bahwa mereka tidak harus melalui segala sesuatunya sendiri dan bahwa Anda dapat bekerja sama untuk menemukan solusi untuk masalah.
5. Tangani segera masalah saat mereka muncul, daripada membiarkannya menumpuk.
6. Bicaralah dengan anggota keluarga terpercaya, teman, orang tua atau guru lain jika Anda memiliki kekhawatiran. Jika Anda merasa membutuhkan lebih banyak bantuan, bicarakan dengan dokter umum atau profesional kesehatan lainnya mengenai kondisi mental anak.
Mental health is real, don’t make a jokes! And don’t underestimate it
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar