Dinar Nur Fadilah

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Pengorbanan dan Perjuangan Seorang Ibu

Pengorbanan dan Perjuangan Seorang Ibu

Aku tersenyum kala ibu menyiapkan bekal sarapan untukku, seragam sekolahku, dan peralatan lainnya. Sejak pagi, ibu adalah satu-satunya orang yang paling sibuk. Anehnya, aku masih betah dengan kasur empukku. Celotehan sang ibu mulai terdengar. Berkali-kali ia menggoyangkan tubuhku, berkali-kali juga aku menggeliat lantas tidur lagi. Malaikat tak bersayap itu pergi sejenak menahan amarahnya yang membeludak. Namun, ibu tak pernah marah dan menyerah untuk mendidikku menjadi manusia yang disiplin.

Kita terkadang menjadi sosok yang tidak mau tahu apa pun. Kita hanya sibuk dengan yang kita kejar, cinta yang belum pasti, gila-gilaan memperjuangkan popularitas dan elektabilitas. Seketika makhluk sempurna itu bisa menjadi tuli, dungu dengan lingkungannya. Ia berdalih bahwa tidak ada lagi yang peduli padanya, tidak ada lagi yang mencintainya. Padahal seorang ibu yang jelas-jelas rela banting tulang demi kebahagiaannya, mempertaruhkan jiwa raganya justru diacuhkan.

Ibu acap kali memberikan informasi melalui omelan-omelan kecilnya. Baik itu ketika bangun tidur bahkan sampai tidur lagi. Banyak hal yang harus dikerjakannya tapi seolah tak ada satu pun yang mengulurkan tangan untuk membantunya. Lebih menyakitkannya lagi setelah keringat bercucuran di dahinya, sang anak malah mengamuk ingin dipenuhi segala keinginannya. Uang simpanan yang sejak dulu ibu tabung ludes tak tersisa. Buah hatinya yang selalu ia bangga-banggakan, meninggalkan rumah dengan penuh amarah. Keinginannya tidak terpenuhi.

Gadismu ini menangis kala engkau mengirimku jauh dari rumah. Di sebuah penjara suci bernama pondok pesantren, telah menempa diriku menjadi orang yang mandiri. Saat jam tiga pagi aku sudah harus mengikuti kegiatan di sana. Piket menjadi kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan. Berbeda halnya dengan di rumah, aku bersih-bersih semauku. Aku akan kerepotan saat waktu sekolah tiba. Makan pagiku, seragamku, aku menyiapkannya sendirian. Kau tahu ibu? Aku menangis dalam heningnya malam. Aku tak bersuara, tapi air mata itu mengalir deras. Demam telah menjangkiti tubuhku empat hari lamanya. Aku benar-benar kehilangan sosokmu, ibu.

Ibu...cintamu tak terbatas. Perjuangan dan pengorbananmu tak terbalas. Namun, aku tidak pernah tahu kapan aku akan mengubah tangismu menjadi tawa, perihmu, laramu, keringatmu menjadi sebuah kesuksesan dan pencapaian yang besar. Jika aku diberikan kemampuan untuk selalu mampu mengontrol emosi, aku tidak pernah ingin mengatakan “ah.” Jikalau aku selalu diberikan kekuatan untuk membantumu, menjalankan perintahmu, aku sangat ingin mengerjakannya.

Ibu....aku begitu bangga memilikimu, kuharap kau juga bangga memilikiku. Aku, anak sulungmu sangat mencintaimu. Terima kasih telah menjadi manusia luar biasa yang selalu menemani hariku dalam segala situasi dan kondisi apa pun. Terima kasih, ibu.

Biodata Penulis

Dinar Nur Fadilah. Gadis kelahiran Banjar, 8 November 2003 ini bersekolah di SMA Negeri 2 Banjar. Gadis penikmat bacaan Al-Qur’an ini dapat dihubungi melalui [email protected] atau 081292412372. Salam literasi!

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren sekali Kak

08 Dec
Balas



search

New Post