Delia Utami

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Bab 1. Keberadaan Dianne

Ketiga gadis yang tengah berlari dengan nafas yang terengah-engah itu membuat suara kegaduhan di koridor sekolah. Sebut saja mereka Attreya, Amanda dan Kanaya. Ketiga gadis yang memiliki keunikan masing-masing untuk saling melengkapi.

Attreya, seorang gadis yang gemar memasak dan bernyanyi. Ia juga gemar menulis sastra. Amanda bilang suaranya begitu menggelegar terlebih ketika ia marah. Sedangkan Kanaya bilang ia memiliki sifat keibuan, bahkan ia memanggil Attreya dengan sebutan bunda.

Amanda sendiri, adalah anak yang paling rajin bangun pagi diantara mereka berdua. Amanda anak yang sopan dalam berbicara, berbanding terbalik dengan kedua temannya yang suka seenaknya apabila berbicara. Amanda ini adalah anak yang pintar matematika dan selalu dijadikan Kanaya serta Attreya untuk tempat mereka mencontek.

Kanaya, gadis ini gadis yang paling malas diantara mereka bertiga. Ia selalu bangun siang dan apabila melakukan sesuatu tidak akan pernah selesai. Ia selalu menjadi bahan omelan Attreya. Ia anak yang mudah bergaul dan juga mudah tertawa. Dia anak yang ceria bahkan ketika ia sedang bersedih ia masih bisa tersenyum dihadapan kedua sahabatnya.

Mereka bertiga adalah teman sekelas, di sekolah yang terkenal dengan keangkerannya. Usut punya usut, sekolah mereka ini adalah bekas rumah sakit dan bekas tempat penyiksaan pada zaman Belanda. Tapi hal itu tidak begitu dianggap serius oleh mereka bertiga. Karena mereka tidak percaya dengan adanya kehadiran mereka.

Pertemuan mereka pun terbilang konyol. Sebelum memasuki sekolah ini, mereka memang sempat bertemu sebelumnya. Dimana saat itu Attreya sedang berkelahi dengan seorang gadis yang menyebalkan. Kemudian datanglah Amanda dan Kanaya yang membantunya, padahal waktu itu mereka belum kenal sama sekali. Setelah sang wanita memilih untuk mengalah dan pergi mereka pun akhirnya berkenalan.

Kedekatan mereka terjadi karena mereka yang memiliki sifat yang saling melengkapi. Mereka merasa cocok satu sama lain. Attreya yang suka melawak, Kanaya yang tidak tahan untuk tidak tertawa, dan Amanda yang selalu menyebalkan itu membentuk sebuah chemistry bagi mereka.

"Woi buruan!" teriak Amanda yang memimpin didepan acara lari-lari pagi di koridor sekolah ini.

Attreya menghentikan langkahnya, "Bentar, mau nafas."

Tanpa babibu, Kanaya menarik tangan Attreya kemudian kembali berlari. Kelas mereka sudah berada didepan mata kali ini.

"Aduh Reya, ga ada waktu," jawab Kanaya sembari terus menarik tangan sahabatnya itu.

Tepat didepan pintu, mereka mematung. Tatapan horror dari Miss Fuji selaku guru bahasa inggris yang terkenal akan kekillerannya itu membuat mereka ketakutan.

"Bagus, telat ya?" tanya beliau sembari tersenyum. Tidak, bukan tersenyum manis melainkan menyeringai. Itu membuat ketiga nyali gadis ini menciut.

"Maaf Miss, kita kesiangan," jawab Attreya pada akhirnya memberanikan diri.

"GET OUT FROM MY CLASS!!!"

Attreya memejamkan matanya. Jujur ia sangat takut dibentak. Amanda hanya menghela nafasnya berbeda dengan Kanaya yang menggerutu didalam hatinya saat ini.

Mereka hendak pergi dari kelas tetapi Miss Fuji lagi-lagi memanggil mereka.

"Bersihkan toilet wanita, apabila tidak bersih hukuman kalian saya tambah!"

Sudah itu keputusan yang mutlak. Tidak bisa dibantah. Ralat, ketiga gadis ini tidak berani membantah. Akhirnya mereka mau tidak mau berjalan dengan malas ke toilet perempuan.

Setelah sampai di toilet perempuan mereka pun mulai meletakkan tas mereka di wastafel yang kering. Attreya menyandarkan badannya di dinding, Amanda berjongkok, sedangkan Kanaya sudah memasang wajah masamnya.

"Sialan, kenapa pakek acara telat sih kita?" tanya Amanda.

"Inilah kenapa gua suka gamau diajakin nginap kalo bukan weekend," jawab Attreya.

"Karna seratus persen gua yakin kita bakalan telat," lanjutnya.

"Iya sih, kita mah nonton drakor sampe lupa waktu, apalagi kalo udah ngerumpi," jawab Kanaya membenarkan ucapan Attreya.

Amanda kembali berdiri,"Udah mending kita bersihin ini tempat."

"Halo sista, apakah kau tidak melihat ini udah bersih?" tanya Attreya dengan nada sewotnya.

"Udah, pencitraan aja megang pel," jawab Amanda kemudian melemparkan pel kepada kedua sahabatnya.

Akhirnya Kanaya dan Attreya mau tidak mau mengambil pel dan mulai membersihkan tempat yang mereka bilang sudah bersih tersebut.

"Iya gua denger-denger nih ya katanya toilet cewek dilantai atas tuh tempat Dianne bunuh diri."

Attreya mengerutkan dahinya ketika mendengar percakapan kedua gadis berseragam olahraga yang memasuki toilet.

Amanda dan Kanaya sibuk dengan tugasnya, sedangkan Attreya memasang telinganya dengan tajam agar ia bisa mendengarkan percakapan mereka.

"Ih serem, katanya sih kalo kita dateng kesitu malam-malam, dia bakalan nampakkin diri."

"Siapa Dianne?" akhirnya Attreya tak bisa lagi untuk menahan dirinya agar tidak bertanya.

Kedua gadis yang sibuk bergosip ria itu seketika menghentikan kegiatan mereka dan menatap kearah Attreya.

"Lo gak tau Dianne?" tanya salah satu dari mereka.

Attreya menggeleng.

"Dia hantu toilet atas yang masih gentayangan," lanjut gadis itu.

"Seriusan?" tanya Amanda yang ternyata sedari tadi mendengarkan percakapan ketiga orang tersebut.

"Iya, dan katanya dia ngambil tumbal gitu deh," celetuk gadis berkuncir satu itu.

"Dan udah banyak korban juga," lanjutnya.

"Kalian jangan pernah kesana apalagi kalo malam, bahaya."

Setelah mengatakan hal itu dan memperbaiki dandanannya, kedua gadis itu pun pergi.

Attreya menatap pantulan dirinya di cermin. Ia menghela nafasnya. Sejujurnya ia tidak pernah dan tidak mau mempercayai bahwa mahluk halus itu memang ada.

"Serem banget sekolah kita," ujar Amanda. Ia bergidik ngeri membayangkan gambaran dari seorang Dianne.

"Gua jadi kepo," celetuk Kanaya, membuat Amanda menatapnya sinis.

"Gausa banyak gaya lu, ntar ngibrit juga kalo liat," omel Amanda.

"Halah setan itu gak ada!" bantah Attreya.

Ia menyandarkan pelnya di dinding kemudian lagi-lagi meyakinkan temannya, "Itu cuman halusinasi kita."

"Iya benar, tapi kan gua jadi kepo," Kanaya ikut membenarkan. Ia meletakkan asal pelnya dilantai.

"Heh kalian berdua ya!" tegur Amanda, kemudian ia membereskan pel-pel yang kedua sahabatnya letakkan seenaknya itu.

"Gimana, kalo kita ke sekolah malam ini?" usul Attreya matanya berbinar-binar.

Kanaya memetik jarinya, "Ide bagus Rey!"

Berbeda dengan Amanda yang sudah melototkan matanya sekarang.

"Lu berdua sinting? Gak denger tadi mereka bilang apa?" tanya Amanda dengan intonasi yang sedikit kesal.

Attreya membenarkan posisinya, "Man, gak ada yang namanya setan."

Iya berjalan mendekat ke Amanda dan menatap sahabatnya ini lamat-lamat. "Percaya sama gua, kita gak bakalan kenapa-kenapa."

Kanaya ikut meyakinkan Amanda. Ia menepuk pundak Amanda kemudian berujar, "Itu semua nonsense tau, tenang aja."

Amanda berpikir sejenak. Apakah ia harus mengiyakan atau malah menolak. Tetapi tak lama ia malah menganggukkan kepalanya. Ia tak sanggup menolak ajakan kedua sahabatnya ini.

"Tapi, kalo ada apa-apa--" ucapan Amanda terpotong karena Attreya yang lebih dulu berujar.

"Iya, gua yang tanggung jawab."

Kanaya tersenyum senang, kemudian ia menepuk-nepuk pundak kedua temannya.

"Kumpul dirumah gua malam ini!" perintah Attreya.

*****

Attreya menatap malas rumah besar berlantai dua dengan bercat putih klasik tersebut. Untuk memasuki rumahnya sendiri pun rasanya enggan.

"Selamat datang di neraka Attreya," monolognya pada diri sendiri.

Dengan langkah beratnya ia memasuki rumahnya itu. Baru satu langkah ia berjalan suara kegaduhan dengan jelas terdengar.

"Iya karena kamu selalu selingkuh dengan wanita lain!"

"Kamu juga sibuk dengan pekerjaan kamu!"

Adu argumen itu tak henti-hentinya Attreya dengar. Hari-harinya selalu dihiasi dengan pertengkaran kedua orang tuanya.

"Kamu gak pernah ngurusin keluarga, kamu cuman sibuk sama kerjaan kamu!" bentak papanya. Attreya menghela nafas.

"Karna kamu juga selalu sibuk menghambur-hamburkan uang kamu ke cewek-cewek murahan itu!" jawab mamanya Attreya tak mau kalah.

Lalu mata Attreya menangkap bawah tangan besar papanya itu akan menampar mamanya. Dengan cepat ia berlari dan menghadang mamanya.

Plakkk...

Pipinya memanas kala tangan besar milik papanya menghantam pipi kanannya. Ia memegang pipinya yang sakit itu.

"Attreya?" gumam Papanya.

Air mata Attreya tak kuasa ia bendung. Walau ini faktor ketidaksengajaan, tetapi rasanya menyakitkan ditampar oleh orang tersayang.

"Cukup Pa, Ma! Reya capek tiap hari dengar kalian berantem!" air mata gadis ini sudah tak kuasa ia bendung.

"Reya iri sama keluarga temen-temen Reya yang harmonis," ujarnya dengan isak tangis yang tak kuasa ia tahan.

"Reya juga mau kita kayak gitu," tutupnya. Kemudian ia berlari kelantai dua, lebih tepatnya berlari menuju kamarnya.

Ia membanting pintu kamarnya dan melempar tasnya di sembarang tempat. Kemudian ia menghempaskan tubuhnya di kasur kesayangannya.

Ia menangis dengan sesegukan dengan menutupi wajahnya menggunakan bantal. Ia tidak mau suaranya terdengar jelas. Ia tidak mau orang tahu bahwa ia lemah.

Hingga akhirnya kamarnya berubah menjadi hening. Nafas Attreya pun berubah menjadi beraturan. Tak ada lagi isak tangis yang memilukan itu. Gadis manis itu sudah berkelana di alam mimpinya.

Hingga akhirnya ia terbangun pada malam hari ketika sebuah suara yang amat familiar membangunkannya. Kedua sosok sahabatnya yang selama ini selalu menguatkannya tengah tersenyum dengan manis.

"Ayo bangun ratu kebo," ujar Amanda.

Kanaya berbaring di sebelah Attreya, "Baru aja tadi gua mau siram pakek air, eh udah bangun duluan."

Attreya terkekeh kecil. Melihat kehadiran kedua sahabatnya ini membuatnya sedikit melupakan rasa sakit yang ada dihatinya.

Ia berjalan untuk meraih handuknya kemudian ia beralih ke lemarinya untuk mengambil pakaian. Setelah itu mulailah ia memasuki kamar mandi yang ada didalam kamarnya untuk membersihkan dirinya.

Mungkin sekitaran 15 menit gadis ini sibuk dengan kegiatan membersihkan dirinya, akhirnya ia keluar sembari mengeringkan rambutnya dengan handuk.

"Gimana kalian bisa masuk?" tanya Attreya berbasa-basi. Gadis yang sekarang tengah memakai sebuah jeans hitam dengan baju kaos ala distronya itu berdiri didean cermin.

Amanda yang tengah membenarkan hoodienya menoleh, "Biasa, Naya kedipin satpam lu."

Attreya tertawa. Kemudian ia menyisir rambutnya yang panjang. Kanaya dengan kaos oblong berwarna abu-abunya itu berdiri dan membenarkan bajunya yang sempat kusut karena ia tadi berbaring di kasur Attreya.

Setelah selesai dengan rambutnya Attreya meraih hoodie abu-abunya dan memakainya. Perasaannya mengatakan bahwa malam ini begitu dingin. Ia melirik salah satu sahabatnya, Kanaya.

"Nay lu gak pakek jaket?" tanya Attreya.

"Ada di motor," jawabnya. Attreya hanya mengangguk-anggukan kepalanya.

"Jadi lu semua naik motor?" tanya Attreya lagi. Amanda dan Kanaya mengangguk bersamaan membuat Attreya menghela nafas.

"Bau-bau bakalan jadi sopir gua," gumam Attreya yang masih terdengar oleh Amanda dan Kanaya. Hal itu sontak membuat gelak tawa mereka seketika pecah.

"Ya mau gimana ya Rey kan cuman lu yang bisa nyetir mobil," sahut Amanda.

"Yaudahlah," jawab Attreya pasrah. Kemudian ia meraih tas selempangnya yang sudah ia isi dengan dompet dan ponselnya, tak lupa tentunya kunci mobil kesayangannya.

"Ayo ibu grab!" tarik Kanaya. Amanda mengekori langkah Kanaya dengan Attreya yang ditarik paksa.

Sesampainya di lantai bawah, mereka sempat bertemu dengan Bibi Surti--asisten rumah tangga Attreya.

"Bi, Reya pergi main ya," pamit Attreya dengan lembut. Bi Surti selama ini yang selalu menyayanginya, apabila kedua orang tuanya sibuk dengan kerjaannya.

Bahkan ia rasa orang tuanya adalah Bi Surti. Karena ia lebih banyak mendapatkan kasih sayang dari beliau. Attreya pun begitu sayang kepada beliau.

"Non, pulangnya jangan malam-malam ya! Nanti Bibi dimarahin tuan," peringat Bi Surti dengan suara khasnya yang serak.

"Siap Bibiku sayang!" Attreya mengedipkan sebelah matanya kemudian ia berjalan keluar dari rumah di ikuti Amanda dan Kanaya.

Ia berjalan menuju garasi, dimana mobil hitam kesayangannya itu ditempatkan. Mereka memasuki mobil dan tak lupa memasang sabuk pengaman.

Attreya mulai menstater mobil, kemudian melajukan mobil membelah keramaian kota pada malam itu.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post