Butiran Hujan Yang Mengukir Kenangan
Menatap ke atas langit, melihat langit yang menangis, hujan perlahan turun menyelusupi setiap penjuru bumi. Dan di sinilah aku, Asena, berdiri di tengah derasnya hujan. Namun, aku tidak menunjukkan ekspresi sedih. Aku tersenyum—bukan hanya bibirku, tetapi juga mataku berbicara dalam senyum. Aku berlarian di bawah langit yang menurunkan air, membiarkan hujan membasahi tubuhku, membiarkan kenangan bermunculan, mengalir seperti aliran air yang tiada henti. Kenangan yang telah lalu dan yang masih tertinggal di sudut hatiku. Aku ingin mengungkapkan kepada sang pemilik langit bahwa hujan bukan hanya tangisan, tetapi juga penuh dengan kegembiraan.
Dulu, saat aku masih kecil, aku memiliki seorang teman bermain yang begitu spesial, Vrisha. Bagi Asena kecil, hujan adalah sesuatu yang mengerikan. Seolah-olah langit sedang menangis begitu derasnya, membekukan tubuhnya hingga ke tulang. Setiap tetes air yang menyentuh kulitnya membuatnya merasa semakin dingin, semakin terasing. Namun, di suatu hari yang penuh misteri, hujan turun dengan lebatnya, dan Vrisha—dengan mata yang bersinar seperti bintang di langit malam—mengulurkan tangannya, mengajak Asena bermain di bawah hujan.
"Asena, ayo keluar! Lihat, hujan itu menyenangkan!" seru Vrisha penuh semangat.
Aku, yang saat itu hanya bisa menatap dari balik jendela, menggeleng pelan. Namun, melihat Vrisha yang begitu hidup, berlarian, tertawa, menari bersama hujan seolah hujan itu adalah sahabatnya sendiri, membuat sesuatu dalam diriku goyah. Dan untuk pertama kalinya, aku melangkah keluar. Satu langkah, dua langkah, hingga akhirnya aku berdiri di bawah langit yang menangis. Awalnya, dingin itu menggigit, menusuk hingga ke dalam kulitku. Namun, di saat yang sama, aku juga merasakan sesuatu yang berbeda—kehangatan.
Lama-kelamaan, hujan yang awalnya menakutkan berubah menjadi tempat penuh kebahagiaan. Kami berlari di tengah hujan yang turun seolah tak akan pernah berhenti, seolah langit menurunkan ribuan air mata kegembiraan untuk kami berdua. Aku, yang kini tak lagi takut pada hujan, merasa seolah dunia hanya milik kami. Di tengah derasnya air yang menari di tanah, tawa kami menggema, melawan petir yang berkilat di atas. Dan di saat itu, aku tahu, Vrisha adalah kebahagiaan hujan kecilku. Sebuah kebahagiaan yang begitu besar, yang bisa mengalahkan dinginnya hujan itu sendiri.
"Aku tidak membenci kedinginan saat hujan lagi! Mungkin karena Vrisha selalu memiliki perasaan hangat!" ujarku dengan penuh keyakinan.
Vrisha yang mendengar itu, tentu saja, tertawa kecil. Matanya yang berkilauan semakin bersinar, seolah hujan yang jatuh ikut membawa cahaya kebahagiaan di dalamnya. Sejak saat itu, hujan tak lagi menjadi sesuatu yang menakutkan. Jika hujan turun begitu lebat, membawa serta gemuruh petir yang mengguncang langit, kami hanya akan duduk di tepi jendela, mendengarkan musik atau bernyanyi bersama. Namun, jika hanya gerimis yang turun, kami akan keluar, menari di bawahnya seperti anak kecil yang baru menemukan dunia.
Namun, waktu berlalu, dan segala sesuatu berubah.
Aku tidak tahu kapan terakhir kali aku bermain hujan bersamanya. Yang aku ingat, di suatu sore, Vrisha berdiri di bawah langit yang mendung, tersenyum padaku dengan cara yang berbeda.
"Asena, jika suatu hari nanti aku tidak ada di sini, tetaplah bermain hujan untukku, ya?" katanya pelan, hampir seperti bisikan yang dibawa angin.
Aku tidak mengerti maksudnya saat itu. Aku hanya tertawa kecil dan mengangguk. Namun, hari-hari berikutnya, aku menyadari bahwa Vrisha mulai jarang datang. Langkah kakinya semakin ringan, suaranya semakin jarang terdengar. Hingga akhirnya, dia benar-benar pergi.
Dan kini, di bawah hujan yang turun deras, aku berdiri sendirian. Tidak ada Vrisha di sini. Tidak ada tangan yang mengulurkan jemari untuk menarikku ke dalam hujan. Namun, aku tetap tersenyum, karena aku tahu, Vrisha ada di suatu tempat di sana, menatapku dari kejauhan, ikut menari di dalam hujan bersamaku.
Aku berlari di bawah hujan, membiarkan tetes-tetesnya membasahi wajahku, menyapu segala yang terasa berat di dada. Langit masih menangis, seperti dulu—seperti saat pertama kali Vrisha mengajakku bermain di bawahnya.
Namun kali ini, aku sendirian.
Langkahku melambat. Aku menengadah, menatap langit yang kelabu, merasakan dinginnya menusuk hingga ke dalam hati. Aku menutup mataku sejenak, membiarkan kenangan bermunculan. Bayangan Vrisha berlari di sampingku, tertawa, menari bersama hujan, mengajakku untuk terus bergerak. Tapi saat aku membuka mata, hanya ada kesunyian.
Tapi kenyataan tidak pernah sebaik itu.
Aku datang ke peristirahatannya dengan setangkai bunga, berdiri di bawah langit mendung. Aku tidak menangis. Aku hanya menatap namanya yang terukir di batu nisan dengan tangan gemetar.
"Hujan turun, Vrisha," bisikku. "Seperti yang kau suka."
Aku menutup mata, merasakan angin menerpa wajahku. Mungkin, di suatu tempat di sana, Vrisha sedang tersenyum. Mungkin dia sedang berlari di antara hujan, masih bebas seperti dulu. Dan aku ingin percaya, meskipun dunia telah merenggutnya dariku, hujan akan selalu menjadi penghubung kami.
Aku menengadah sekali lagi, membiarkan air hujan bercampur dengan air mataku yang akhirnya jatuh.
Aku berlari.
Untuk terakhir kalinya, aku berlari di bawah hujan, bukan hanya untukku, tapi juga untuknya. Untuk semua tawa yang pernah ada, untuk semua janji yang pernah terucap.
Hujan ini adalah milik kami.
Dan akan selalu begitu.
Kau telah pergi, Vrisha, tapi hujan tetap turun, membawa kesepian yang tak bisa aku lari. Setiap tetesnya adalah pengingat bahwa kau takkan pernah kembali. Aku terus mencari jejakmu di setiap tetes hujan, berharap suatu hari aku bisa mendengarmu tertawa lagi, di tengah hujan yang kita cintai. Tapi aku tahu, kau sudah hilang. Dan aku hanya bisa menangis, membiarkan hujan menutupi semua rasa sakit ini.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Lah kukira Vrisha khayalan.