Semangat Bukan Hanya Sekedar Kata, Prestasi Bukan Hanya Sekedar Menata
Seringkali kita melihat siswa/i yang lelah menghadapi hiruk-pikuk kehidupan, terutama di sekolah. Tugas sekolah yang melimpah, rintangan-rintangan dalam mengerjakan soal, kuis dan bahkan ulangan dadakan. Banyak siswa dan siswi cenderung bersemangat hanya ketika ditanya oleh bapak/ibu guru, “Apakah kalian bersemangat?”, “Apakah kalian mempunyai tekad dan semangat yang kuat untuk menggapai cita-cita kalian?”, “Apakah semangat kalian terus meningkat seiring bertambahnya hari?”. Nyatanya jawaban bersemangat hanyalah bentuk formalitas sejenak agar tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari diri mereka.
Menurut KBBI sendiri arti semangat adalah roh kehidupan yang menjiwai segala makhluk, seluruh kehidupan batin manusia, serta kekuatan (kegembiraan, gairah). Itu artinya orang-orang yang bersemangat adalah orang-orang yang batinnya memiliki rasa gairah serta kegembiraan yang kuat, bukan hanya sekedar muncul melalui ucapan dan menjadi bentuk formalitas saja. Dalam semangat terdapat rasa, keinginan, harapan, makna, dan tujuan. Jika semangat hanya sekedar kata tanpa adanya keempat unsur tadi, maka apa yang bisa dibuktikan? Apa yang bisa diwujudkan? Lain dan tidak bukan jawabannya ialah tidak ada. Sedangkan prestasi menurut KBBI adalah hasil usaha yang dicapai dari apa yang dikerjakan atau yang diusahakan. Artinya segala hasil yang sudah kita usahakan dan capai bisa dikatakan sebagai sebuah bentuk prestasi. Namun apakah prestasi hanya sekedar prestasi? Hanya sekedar menata (KBBI; Menyusun)? Hanya sebagai bentuk flexing kepada orang lain? Seharusnya tidak.
Saat ini saya selaku penulis sedang duduk di bangku kelas sebelas sekolah menengah akhir, namun saya akan mengajak kalian untuk kembali mundur ke beberapa tahun terakhir tepatnya di tahun 2020. Saat itu saya berada di kelas delapan sekolah menengah pertama yang sekaligus tahun pertama negeri kita mengalami pandemi covid-19. Tahun itu menjadi pengalaman pertama bagi saya sekolah dari rumah, mulai mengenal banyak sekali media-media online, sekaligus pengalaman pertama saya ketika merasa bingung harus melakukan hal apa selesai belajar daring. Saya hanyalah siswi biasa, tidak ada yang special dalam kehidupan sekolah saya selain mendapat nilai matematika di atas kkm. Saya juga bukan siswi pemberontak yang selalu keluar masuk ruang guru bk. Ketika belajar daring dari rumah saya merasa sama sekali tidak ada energi semangat yang mengalir dalam diri saya, saya merasa tidak ada lagi semangat belajar untuk ujian karena saat daring lebih mudah untuk mencontek jawaban dari internet atau bahkan tidak perlu capek-capek mendengar penjelasan guru karena lebih praktis menonton penjelasan lewat internet. Hal ini membuat saya merasa bodoh walaupun hasil yang saya dapatkan tidak ada yang mengecewakan. Iya, saya mendapatkan nilai tinggi dari segala kebodohan ini, rata-rata nilai raport saya berada di atas sembilan puluh dan tentu membuat saya seolah berada di atas segalanya. Saya berprilaku seolah ah ini biasa saja kepada teman-teman yang memuji nilai saya, saya merasa ini adalah sebuah bentuk prestasi kala itu. Sampai akhirnya pandemi mulai mereda di pertengahan tahun 2021 saat saya berada di kelas akhir sekolah menengah pertama dan sekolah memulai kembali pertemuan tatap muka dengan prokes kesehatan. Saya bingung, saya kaget ketika diri saya diharuskan kembali untuk belajar di sekolah dengan guru tanpa bantuan internet, menjawab pertanyaan guru secara langsung tanpa melirik internet, bahkan ulangan harian pertama tanpa internet setelah hampir satu tahun lebih bergantung kepada dunia daring. Rasanya campur aduk, malu, dan merasa bahwa sebenarnya saya adalah orang yang gagal.
Akhirnya saya memberanikan diri saya untuk bangun, bangun dari semua kebodohan saya selama daring. Saya mencari-cari kembali di mana letak semangat saya, di mana letak harapan dan tujuan saya untuk kedepannya, dan saya kembali mencari tahu apa makna lebih dalam dari sebuah prestasi. Saya menyadari bahwa semangat saya muncul ketika saya menulis, ketika saya menuangkan imajinasi saya dalam bentuk tulisan, dan saya bertekad untuk kembali melanjutkan novel saya di suatu platform. Selain itu saya juga kembali memulai cara belajar efektif saya dengan menulis materi-materi yang diberikan oleh guru saya, dan saya kembali bersemangat untuk menggali semua kemampuan yang ada di dalam diri saya. Saya mulai bersemangat belajar menggambar, melukis, menari, memasak, dan banyak lagi. Kemudian saya kembangkan semua kemampuan saya dalam jangkauan yang lebih tinggi tinggi lagi, seperti belajar mendesain baju di sebuah aplikasi, belajar digital art, belajar membuat desain kemasan, dan banyak lagi. Bahkan semangat menulis membuat novel saya pertama kali tembus dua ribu pembaca lebih, memang tidak banyak, memang belum menyentuh terbit, tapi saya rasa ini adalah prestasi yang sebenarnya karena memang berasal dari semangat saya yang mendalam ketika menulis. Bahkan dari pengalaman yang lumayan buruk tadi bisa membawa saya menang di lomba membuat cerpen saat di sekolah menengah pertama, dengan mengembalikan rasa semangat saya juga ketika belajar membuat saya berada di urutan ke-13 nilai terbaik satu angkatan saat kelulusan kemarin bahkan saya berhasil lanjut ke sekolah negeri dengan urutan ke-3 ppdb jalur prestasi kala itu. Dan kembali menang lomba cerpen di acara bulan bahasa sekolah menengah akhir saya satu tahun yang lalu.
Jatuh bangunnya kehidupan membuat saya mengerti arti dari sebuah proses. Ketika kembali berusaha untuk tidak bergantung pada internet, saya menyadari bahwa hal tersebut adalah bentuk proses diri saya untuk tidak hanya sekedar menata prestasi melainkan mengaplikasikan prestasi dan ilmu-ilmu saya di dalam kehidupan untuk masa yang akan datang. Menurut saya prestasi juga bukan hanya sekedar menjadi nomor satu, tetapi bagaimana cara kita menganggap hasil jerih payah dan proses adalah bentuk dari sebuah prestasi, prestasi karena kita sudah berani mengambil langkah dan ingin menjadi bermanfaat bagi orang lain. Dengan itu semangat bukan lah hanya sekedar kata tanpa asa, bukan hanya sekedar harapan tanpa kepastian, bukan hanya sekedar tujuan tanpa pembuktian. Semangat adalah energi kita untuk berjalan melanjutkan proses-proses yang berlangsung, yang akan mengantarkan kita kepada suatu hasil dikemudian hari. Dan prestasi juga bukan hanya sekedar menata, bukan hanya sekedar disusun untuk dipajang, bukan hanya sekedar pembuktian tanpa pengamalan.
Biodata penulis:
Hai semuanya, nama saya Aura Yolanda dan lebih sering dipanggil Aura. Saya lahir di Karawang 26 Mei 2007, tetapi menetap di Jakarta sampai saat ini. Saya berasal dari SMA N 50 Jakarta kelas sebelas. Untuk hal lebih lanjut bisa mengirimkan pesan melalui email saya yaitu [email protected] atau nomor whatsapp aktif saya. Media sosial untuk saling berteman hubungi saya melalui Instagram @auraylnda, terima kasih.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar