Razky Meifajri Putra

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Bab 1 : First Take

Bosan. Liburan kali ini sangat bosan. Tidak ada yang mengajak jalan-jalan, nongkrong, atau kumpul-kumpul. Mau ngajak keluarga tapi mereka lebih suka menikmati liburannya dengan santai di rumah. Aku coba menghubungi temanku satu-satu tapi rata-rata jawaban mereka sama saja “Gue mau jalan sama cewe gue bro”. Salah satu dari mereka sampai menceramahiku untuk mencari pacar. Padahal aku sudah bilang berkali-kali walaupun dicari sangat susah untuk menaruh hatiku pada mereka.

Aku menghela nafas. Tidak guna juga memikirkannya. Hari sudah malam, bulan sudah berada diatas, hanya ada cahaya bulan yang menyinari langit malam ini. Aku harus apa? Daritadi aku tidak bisa diam, hatiku tidak tenang jika belum keluar rumah. Dengan begitu aku izin ibu untuk jogging malam. Aku memakai sepatu dan langsung keluar rumah. Sebenarnya daripada disebut jogging lebih cocok disebut jalan. Sengaja, agar lebih lama sampai rumah lagi.

Aku berjalan kira-kira sudah 15 menit. Di depan mataku terlihat ada taman yang biasanya dipakai anak-anak untuk bermain saat sore. Taman itu terlihat sepi tapi sangat terang. Aku berjalan mendekati taman itu untuk duduk dan berehat. Tapi semakin dekat dengan taman itu aku melihat seorang perempuan yang sepertinya seumuran denganku tengah duduk sambil menunduk dibangku taman. Semakin dekat lagi aku mulai mendengar suara tersedu-sedu dan gumaman dari perempuan itu.

Sepertinya dia menangis. Aku sangat ingin mendekatinya dan membantu menenangkannya. Tapi, dia kesini dengan tujuan untuk menyendiri kan? Dari pemikiran itu aku mulai bimbang untuk mendekatinya atau tidak. Aku melihat jam tangan yang menunjukan pukul 22.54. Hampir jam sebelas, kalau ditinggal takut dia kenapa-kenapa. Akhirnya aku meyakinkan diri untuk mendekatinya.

“Hei” sapaku menepuk pelan bahu perempuan itu

Perempuan itu mendongak ke atas. Mungkin ketika dia tahu bahwa aku laki-laki dia malu jadi dia langsung menunduk lagi. Aku melihat sepintas wajahnya. Satu kata yang terlintas dibenakku adalah “cantik”. Tanpa sadar aku melontarkan kata itu dari mulutku. Aku tidak menyadarinya tapi sepertinya perempuan itu mendengarnya. Tanpa sepatah kata perempuan itu langsung pergi dan menghapus air matanya. Aku yang tertinggal di depan bangku taman itu melihat kepergian perempuan itu dengan tatapan kosong seperti diriku dirasuki sesuatu.

Perempuan itu sudah tidak terlihat lagi dan akupun kembali sadar. Detak jantungku meningkat, aku ingin mengejarnya, aku ingin melindunginya. Itulah yang terlintas sesaat dibenakku. Tapi aku pikir pasti bakal aneh kalau misalnya aku sepeduli itu sama dia. Aku sendiri saja tidak tahu kenpa perasaanku begini. Kenapa ya?

Aku berjalan pulang dengan pikiran yang penuh pertanyaan. Tanpa sadar aku sudah berada di depan rumah. Aku melepas sepatu dan langsung menuju kamar. Pikiranku belum berubah sama sekali. Kenapa tadi aku sampai ingin mengejarnya? Jujur, aku itu orangnya tidak akan terlalu peduli jika melihat orang yang belum kenal menangis. Tetapi, mengapa aku sangat ingin menenangkan dia? Pertanyaan itu terus aku pikirkan sampai aku tertidur.

Perlahan aku membuka mata dan beranjak dari tempat tidur. Aku mengucek mata sambil berjalan ke pintu. Sebelum membuka pintu aku menengok ke cermin yang berada di pojok kamar. Aku terkejut melihat diriku yang masih berpakaian bekas jalan malam kemarin. Kenapa bisa-bisanya aku tidak mandi dan ganti baju dulu sebelum tidur. Pada pemikiran itu terlintas dibenakku kejadian kemarin malam yang tidak bisa aku lupakan. Oh ya, kenapa aku masih memikirkan perempuan itu? Ah, sudahlah nanti saja mikirinnya aku mandi dulu.

Hari ini tanggal, 2 Januari. Syukurlah sebentar lagi masuk sekolah. Aku meninggalkan kamarku dan menuju meja makan untuk sarapan. Disitu Ayah dan Ibu sudah menunggu.

“Tumben mandi pagi” Ucap Ibu menuangkan nasi goreng ke piring Ayah

“Kemarin abang lupa mandi habis jogging” Jawabku menarik kursi

Ayah dan Ibu hanya menganggukkan jawabanku dan lanjut makan. Kini meja makan hanya dipenuhi suara peralatan makan yang beradu. Tapi, tidak lama suara itu dipecahkan dengan pertanyaan

“Kamu kapan punya pacar?” Tanya ayah

“Biarkan saja yah, dia masih kelas 2 SMA” Halang ibu

“Ayah saja kelas 2 SMP sudah punya pacar” Ucap ayah sombong

“Oh gitu? Memangnya siapa?” Tanya ibu

“Siapa namanya ya? Oh, ayah ingat kalau tidak salah namanya Diah” Jawab ayah bangga

“Wih, kayanya ayah punya banyak mantan” Pujiku berharap topik berubah

“Iya dong” Ucap Ayah

Kini meja makan dipenuhi suara tawaan kita. Tidak lama aku dan ayah menyadari bahwa ada satu orang yang sama sekali tidak senang mendengar obrolan ini. Aku menengok ke ayah dan meyuruhnya merayu Ibu.

“Sayang, ko diem aja? Kamu marah ya?” Rayu ayah

“Ngga, ngapain marah. Kamu kan sudah nikah sama aku dan kamu tahu apa yang akan terjadi kalau kamu berani selingkuh” Balas ibu

Wah, drama rumah tangga. Sepertinya ayah keabisan kata-kata setelah ibu bilang begitu. Soalnya kata ibu dulu dia pernah megang sabuk item. Ayah ketakutan kayanya. Mau tahu kelanjutannya? Stay tune. Aku terkekeh sendiri. Oh, sepertinya berlanjut.

“Iya, ayah tahu kan aku juga cuma sayang sama kamu” Jawab ayah memeluk ibu

Melihat muka ibu, ibu mulai tersenyum kembali. Ayah si mengungkit masalah pacaran, ayah sendiri kan yang kena. Lebih baik aku pergi sebelum ditanyakan lagi.

“Yah, bu. Aku ke kamar dulu ya” Izinku

“Iya sana” Jawab ayah

Bagus! Ayah sudah melupakannya. Aku pergi meninggalkan mereka berdua yang masih peluk-pelukan. So sweet. Aku berbisik melihat hubungan mereka yang sampai tuapun masih mesra. Aku masuk ke dalam kamarku dan mengambil smart phone ku. Kenapa banyak sekali pesan masuk? Aku memeriksa notifikasi pesan. Ternyata dari tadi pagi teman-temanku sudah berunding mau main basket.

Pada akhirnya sama saja, pasti lapangan basket perumahanku yang dipakai. Seperti biasa aku datang duluan untuk memastikan lapangannya tidak dipakai orang lain. Kosong, aku mengirim pesan digrup dan menunggu mereka. Aku celingak-celinguk melihat sekitar, siapa tahu ada yang sudah datang. Namun, mataku tertuju pada satu tempat. Di bawah pohon terdapat seorang perempuan yang sepertinya sedang berteduh. Dipikir-pikir sepertinya aku pernah melihat perempuan itu. Dia, yang waktu itu ditaman. Aku berjalan mendekatinya. Tidak tahu kenapa tapi aku sangat ingin berkenalan dengan dia.

“Permisi” Sapa ku

Perempuan itu mendongak ke atas melihat sumber suara. Dia masih ingat aku ga ya? Aku melihat wajah perempuan itu yang kali ini tidak sedang menangis. Sekali lagi, kata yang terlintas dibenakku saat melihatnya adalah cantik.

“Boleh kenalan?” Tanyaku

Ekspresi perempuan itu ganti, sepertinya menjadi lebih waspada. Apa aku terlalu to the point ya?

“Bukan begitu, kamu masih ingat aku ga? Aku yang kemarin malam di taman. Namaku Theo” Ucapku menjulurkan tanganku

“Alana” Ucap perempuan itu bersalaman denganku

“Salam kenal” Ucapku

“Aku pergi dulu ya. Permisi” Izin perempuan itu pergi

Kenapa dia pergi? Apa dia tidak nyaman? Atau dia benar ada urusan? Jangan fitnah Theo siapa tau dia benar ada urusan. Tiba-tiba ada tangan yang merangkul bahuku dan menarikku mendekatinya.

“Liatin apa tuh?” Ucap Arif merangkul pundakku

“Astaga! lo jangan ngagetin gitu dong” Tegur aku

“Hehe, maaf habis dipanggil ga jawab. Yang lain udah dateng belum?” Ucap Arif terkekeh

“Belum, tunggu di lapangan aja yuk!” Ajakku

“Ayo” Jawab Arif

Kita membeli minum dan duduk di samping lapangan untuk menunggu yang lain. Mereka satu per satu datang dan permainan dimulai. Lapangan dipenuhi dengan suara sorak-sorakan dan bantingan bola basket. Kita bermain sampai matahari hamper tidak terlihat. Melihat langit kitapun memutuskan untuk berhenti. Kita duduk Bersama dipinggir lapangan sambil menikmati es kelapa pak sugeng.

“Ngomong-ngomong cewe tadi siapa? Pake ngajak kenalan segala” Tanya Arif

“Hah!” Mereka bertiga kaget

Mereka semua menatapku heran. Aku yang ditatap juga bingung. Kenapa mereka sampai kaget segitunya? Yang ku lakukan normal kan? Aduh, satu lawan 4 aku yang kalah nih.

“Kok kaget, kenapa?” Tanyaku

“Kapten kita ngajakin kenalan perempuan?!” Ucap Sultan

“Tanda-tanda apa nih" Ucap William

“Emang gue sedingin itu ya sama perempuan?” Tanyaku

“Bukan dingin tapi lo tuh kalo ngomong sama perepuan cuma seperlunya aja” Jelas Arif

“Lo ga denger apa, kalau ada gosip kalau lo itu banyak yang suka. Biasanya kata mereka begini; udah ganteng, kapten tim basket, tinggi, baik lagi, dan yang paling keren dia itu misterius” Ucap Sultan meniru suara perempuan

Kita semua tertawa mendengar tiruan suara Sultan. Bahkan dia sendiripun juga tertawa. Masalahnya dia meniru suara sambil mempergakan perilaku perempuan biasanya saat ngomong begitu. Kita tertawa tidak ada henti-hentinya sampai perut kita sakit. Satu per satu tumbang tidak tahan lagi. Ketawa sudah mulai mereda, kita mengambil nafas untuk menenangkan diri.

“Tapi serius?” Tanyaku masih ngos-ngosan

“Iya, mereka juga tau” Ucap Sultan menunjuk Arif dan William

Aku tidak tahu sebenarnya harus merespon apa terhadap hal itu. Karena, selama ini ku kira tidak ada yang naksir sama aku apalagi sampai menyatakan. Tapi, kalo misalnya ada aku harus apa? Sejauh ini saja aku tidak pernah naksir sama mereka. Tidak pernah naksir? Berbicara tentang naksir membuatku teringat Alana. Tapi, aku tidak tahu kenapa begitu.

“Jadi, siapa perempuan itu?” Tanya Arif

“Gue cuma pernah lihat dia aja” Jawabku

“Gimana first impression nya” Tanya William menyengir

“Cantik” Ucapku

“Oh” Jawab mereka serentak

“Yah mau gimana lagi. Kapten kita emang begini” Ucap Arif menepuk bahuku

“Bener, jodoh bakal dateng kok. Ga perlu cepet-cepet” Ucap Sultan menepuk bahu juga

“Semoga kali ini berbeda ya” Ucap William menepuk bahu juga

“Kenapa?” Tanyaku

“Gapapa, pulang yuk! Udah malem” Ajak Sultan

Mereka semua pulang ke rumah masing-masing. Sementara, aku masih di taman entah sedang menunggu apa. Tapi, perasaanku sangat ingin bertemu seseorang. Siapa? Aku celingak-celinguk melihat taman yang sudah mulai kosong. Lebih baik aku pulang saja.

Hari ini hari kamis, tanggal 31 Desember. Perayaan tahun baru hanya beberapa jam lagi. Kata ibu, kali ini kita akan merayakan tahun baru bersama tetangga baru. Terdengar suara bel berbunyi. Ibu langsung berlari ke arah pintu. Mungkin tetangganya teman baik ibu. Aku mendengar suara ibu yang sedang lepas kangen. Tidak tahu dengan siapa

Tetangga itu masuk dihantar ibu menuju ruang makan. Sepertinya aku kenal mereka. Aku memperhatikan satu persatu orang yang masuk. Namun, melihat perempuan yang berjalan paling belakang aku bingung. Alana? Aku kembali melihat kedua orang tua dari perempuan itu. “Lia”

“Aksa” sapa Alana memanggil nama kecilku dengan senyum lebar

Dia menghampiriku dan menarikku keluar ruangan. Dia menarikku menuju halaman belakang dan duduk di samping kolam renang.

“Kaget ya” Ucap Alana ketawa

“Banget, lo tuh Lia? Kok makin cantik” Ucapku

“Iya dong” Ucap Alana bangga

“Padahal lo dulu tuh-” Ucapku dipotong Alana

“Ga usah dilanjutin” Perintah Alana menempelkan jari telunjuknya ke bibirku.

“Lo juga tambah gimana gitu. Sixpack ga tuh” Goda Alana

“Mau liat?” Goda aku

“Astaghfirullah, istigfar lo. Jangan-jangan lo pernah nunjukin ke cewe lain” Ucap Alana

“Ga mungkin. Mau gue sixpack kek, gue ga bakal nunjukin ke cewe lain selain istri gue nanti” Ucapku

“Subhanallah, suci sekali kamu” Ucap Alana

Kita berdua saling melepas kangen dengan tawa yang meriah dan senyuman yang lebar. Kita sangat kangen dengan satu sama lain. Sudah 10 tahun kita berpisah dan kali ini kita dipertemukan. Gimana ga seneng?

“Nenek kamu kemana? Kok ga dateng, gue kan kangen” Tanyaku

“Nenek baru meninggal beberapa minggu yang lalu” Jawab Alana sedih

“Jadi, yang di taman itu” Tanyaku

“Iya, gue boleh minta tolong ga?” Pinta Alana

“Apa?” Tanyaku

“Jangan kasih tau siapa-siapa ya” Ucap Alana

“Oke, don’t worry you did great Lia” Ucapku memeluknya

Kita berpelukan saling berbagi hangat, kenyamanan, dan keamanan. Tangan Lia mengepal dengan kencang, dia menahan nangis. Neneknya adalah sesosok yang sangat penting dihidupnya. Dulu yang paling memerhatikan dia adalah neneknya, karena ibu dan ayahnya berkerja. Tenang, kali ini aku yang melindungi kamu.

Aku melepas pelukannya setelah mendengar suara ibu. Ternyata benarr Lia menahan tangisannya. Aku tidak akan menyuruhnya menangis di hari untuk senang-senangnya ini. Kita berdua ke meja makan yang sudah penuh dengan daging-dagingan. Barbeque pun dimulai.

“3”

“2”

“1”

“Happy new year!”

Suara televisi sangat meriah dengan bunyi petasan dan iringan lagu yang gembira. Kita juga memasang beberapa petasan yang bunyinya saut-sautan dengan suara petasan lainnya. Acara selesai, keluarga Lia sudah pulang. Sebelum tidur aku membantu ibu beres-beres dulu yang dibantu juga dengan bibi.

Aku melemparkan diriku ke tempat tidur. Cape sekali hari ini. Mengingat tahun baru hal menarik apa yang menanti di tahun ini. Apakah hal yang membuatku senang, sedih, marah, atau apa. Kita tidak ada yang tahu.

Aku tidak bisa tidur. Daritadi aku memikirkan Lia terus, senyumnya, tawanya, sedihnya. Ini perasaan apa? Ah, aku tidak bisa tenang. Aku ingin melihatnya. Aku mulai gelisah. Aku membutuhkan sesuatu untuk mengalirkan perasaan ini. Aku beranjak dari tempat tidur dan mengambil gitar.

Tidak tahu kenapa tapi aku sangat tertarik untuk memainkannya sambil merekam. Tanpa berpikir panjang. Aku pun mengambil gitar dan kamera. Tapi, kebiasaan aku tidak ingin ada yang tahu kalau aku yang menyanyi mendorongku untuk memakai masker hitam. Lampu merah menyala menandai sudah merekam.

*Publish

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post