Senin pagi aku terbangun karena bunyi jam alarmku yang membangunkan jiwa ragaku. Aku bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan badanku. Saat aku mengguyurkan air ke badanku, seperti mengguyurkan air laut di samudra yang sangat dingin. Setelah mandi, aku menyiapkan pakaian yang ingin dipakai. Aku merapikan, merapihkannya baju biru dan celana putih. Eh, maksudnya baju putih dan celana biru.

Selesainya aku menyiapkan diriku, aku menuju meja makan untuk sarapan roti dengan irisan daging, ditambahkan dengan saus merah. Aku memakan sarapanku dengan lahap. Setelah selesai sarapan, aku berpamitan dengan ibuku untuk berangkat sekolah, dan aku meminta abangku untuk mengantarkan ke sekolah.

Aku berangkat sekolah dengan kuda besi. Dalam perjalanan, aku melihat ramainya seseorang yang ingin bepergian. Aku sesinggahan ke tempat makan untuk membeli bekal ke sekolah. Aku membeli nasi uduk dengan gorengan sebagai pelengkap. Selesainya membeli bekal, aku melanjutkan perjalananku menuju sekolah.

Tibanya di sekolah, aku bersalaman dengan guruku dan menyapa teman sekelasku. Aku mengeluarkan topiku karena hari ini ada upacara, upacara pembiasaan di sekolahku. Aku melihat sekeliling sudut kelas dan menyadari kelas ini kotor, padahal sudah dibersihkan oleh teman sekelasku. Aku berpikir bahwa setiap hari, setiap minggu, setiap bulan, kelas ini selalu kotor. Aku mengingatkan teman-temanku untuk membersihkan kelas dengan betul dan benar, bukan hanya menyapu yang dilihat, menganggap yang diketahui, tetapi menyapu seluruh area kelas dengan bersih dan mengelap sudut-sudut kelas yang lembap.

Tak lama dari itu, bel upacara berbunyi. Aku dan teman kelasku bergegas baris ke lapangan untuk mengikuti upacara. Namun, ada temanku yang lupa membawa topi. Temanku panik bagaikan bumi yang bergetar. Akhirnya, temanku maju ke depan sebagai hukuman dan upacara pun dilanjut hingga selesai.

Text-7

Rabu, 8 Oktober 2025

Jakarta