“Eits!” Hanna sedikit mengangkat kaki sebelah kanannya kaget. Masih belum terbiasa dengan sekelebat bayangan hantu yang muncul tiba-tiba di sekitarnya.

“Han!” Seseorang meneriakkan namanya kencang.

“Apa?” Sejenak alisnya sedikit terangkat oleh kedatangan Chika yang tergopoh-gopoh menghampirinya.

“Barusan liat hantu lewat sini ga?” Chika bertanya cepat.

“Liat, baru aja dia lewat. Ngagetin banget tuh hantu. Buru-buru banget deh kayanya,” Hanna menjawab cepat, dalam satu tarikan napas.

“Ke arah mana perginya Han?” Wajahnya mulai cemas.

“Perpustakaan,” Hanna menunjuk bangunan tua didekatnya.

“Gawat! Cepet kita susul dia kesana Han!” Chika menarik tangan Hanna buru-buru.

“Hosh, hosh, hosh,” Hanna mulai mengatur napasnya kembali normal.

“Kenapa sih Chi? Buru-buru amat,” Hann mendengus kesal. Masih keberatan dengan tarikan paksa Chika. Mengelus pergelangan tangannya yang sedikit memerah.

“Nanti aja tanyanya Han! Sekarang cepet cariin hantunya!” Denting kecemasan tampak terdengar jelas dari suaranya.

“Iya iya,” wajahnya masih cemberut kesal.

“Itu Chi!” Hanna menunjuk ke arah pojok rak yang mulai berdebu.

“Dimana? Ngga liat apa-apa tuh,” Chika kebingungan mencari.

“Lupa deh, kamu kan ngga indigo juga Chi,” Hanna menepuk dahi pelan.

“Oh, iya ya.” Chika menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Hanna memperhatikan sosok hantu yang mengagetkannya tadi. Wajahnya bersih dan anggun. Sedang takzim membaca alquran. Suaranya tak terdengar, hanya seperti gumaman tak jelas yang tertangkap di telinga Hanna. Tak ada tanda-tanda dia berstatus hantu disana, kecuali raut wajahnya yang memucat, dan tangannya yang nyaris tersisa tulangnya saja.

“Eh, hantu baca alquran juga?” Matanya terbelalak lebar. Apalagi, alquran itu tampak tak asing dimatanya. Seperti model alquran yang baru dibeli Qilla. Teman sekamarnya.

Chika menoleh kaget mendengar gumaman Hanna yang berdiri disisinya. Matanya membulat kaget. Sedikit merinding. Merasakan hadirnya aura mencekam yang merasuk tiba-tiba.