Praduga (3)
Zahrana namanya. Salah satu sahabat dunia mayaku yang sangaatt setia. Selain kocak dan sangat pengertian, ia adalah pribadi yang mengasyikkan sekaligus penyabar. Sosoknya yang sederhana, membuatku selalu teringat pada mendiang sahabat penaku.
Telefon darinya hari ini, cukup membuatku terlonjak senang sekaligus kaget. Tak kusangka, sahabatku ini tinggal di kota yang sama denganku. Tepatnya di Quvee, Krenya. Selama ini, kami memang tak pernah membahas seputar tempat tinggal masing-masing.
“Loh loh, kamu anak Quvee juga?” Aku bertanya kaget.
“Iyaaalah, masa anak mars,” sahutnya santai.
“Kok ga pernah bilang sih?” Aku tak habis pikir.
“Kamu kan ga pernah tanya,” Unik memang, mungkin dia mengamalkan kata mutiara itu. ‘Diam lebih baik daripada emas’
Saat kutanya lebih jauh tempat tinggalnya, ia tak menjawab. Seolah bahasan itu sebisa mungkin ia hindari. Hingga suatu hari, aku mengajaknya bertemu di dunia nyata. Di alun-alun aja, begitu usulnya.
Pagi ini, aku tengah bersiap menuju alun-alun yang tak jauh dari rumahku. Dengan menaiki sepeda 5 menit saja, aku sudah bisa menikmati keindahan kota. Sesuai janjiku dengan Zahrana, kami akan bertemu di salah satu cafe seberang alun-alun jam 08.00 pagi.
Keramaian alun-alun Quvee pagi ini, menambah suasana riang. Disekelilingku, berbagai macam orang, dengan segala aktivitasnya yang berbeda. Ada yang bersepeda, bermain kejar-kejaran, atau sekadar numpang lewat, menuju tempat yang hendak ditujunya.
“Zidya?” seseorang memanggil namaku ragu.
“Heyy, Zahrana kan?” kataku riang.
“Iyaa Zi..” jawabnya tak kalah riang.
Menemuinya di dunia nyata, semakin mempererat ikatan persahabatan kami. Dua jam kami habiskan tanpa terasa, membahas berbagai macam hal mengasyikkan. Ternyata, ia bersekolah di sekolah yang sama dengan Shannia dan Dhezza. Sebelum kutanyakan padanya apakah ia mengenal mereka berdua, Zahrana sudah keburu pamit buru-buru pulang. Orangtuanya baru datang katanya.
Siang itu aku pulang dari Alun-alun kota. Ternyata, sampai dirumah kudapati kelima sahabatku sedang asyik mengobrol di ruang tamu menunggu kedatanganku. Ditengah-tengah perbincangan, aku menanyakan Zahrana pada Shannia dan Dhezza.
“Uhm, kalian temennya Zahrana?” tanyaku memastikan.
“Ng...iya. Kamu kenal?” Dhezza bertanya ragu.
“Iya Dhez, kita sahabatan lho,” aku tersenyum simpul.
“Hah? Serius?” Shannia membelalakkan matanya kaget.
“Dua rius deh,” ucapku mengangguk mantap.
Aku menceritakan sosoknya . Termasuk pertemuan kami hari ini. Mendengarku bercerita tentangnya, Shannia dan Dhezza nampak melongo heran. Menurut cerita lengkap dari Shannia, Zahrana adalah korban bullying di kelasnya. Fakta bahwa ia adalah anak seorang pembantu miskin, mengakibatkan teman-teman di sekolahnya semakin menjauh, dan enggan bertemu dengannya.
“Awalnya dia anak yang baik dan periang, tapi sejak, sejak...”
“Sejak apa?” Tanyaku tak sabaran.
“Ng...sejak kejadian itu, berubah menjadi anak yang pendiam dan individualis,” jelas Dhezza sambil menghela napas sejenak.
“Kejadian? Kejadian apa sih?” Aku masih penasaran.
“Ng...ga jadi deh. Ntar kamu tahu sendiri kok,” Dhezza memilih tak menjelaskannya.
Memang, penampilannya saat bertemu denganku pagi tadi nampak sederhana. Tapi, aku masih tak percaya, emang bisa ya, orang seasyik Zahrana pendiam dan individualis? Ah, rasanya nggak mungkin banget.
Saat hari mulai beranjak sore, satu persatu sahabatku berpamitan pulang. Sehabis shalat ashar, aku memutuskan bersepeda mengelilingi kompleks sejenak. Dari kejauhan, kulihat seseorang yang sangat kukenali. Aku mendekat memastikan. Gadis itu nampak sedang menyiram tanaman dari celah gerbang yang sedikit terbuka. Itu adalah rumah milik salah seorang pengusaha kaya di kompleksku. Pintu gerbangnya memang jarang dibuka. Kecuali si empunya rumah berkepentingan keluar rumah.
“Zahrana?” tanyaku ragu.
Gadis itu menoleh kaget. Dengan gugup, ia mengangguk patah-patah.
Kuberanikan diri bertanya kepadanya sesuai dengan apa yang diceritakan Shannia dan Dhezza tadi siang. Ia mengangguk pelan membenarkan.
“Aku, aku cuma gak pengen kamu seperti mereka,” ucapnya pelan ditingkahi suara air mancur di tengah-tengah taman.
“Waktu itu, aku lagi main ke rumah pembantuku. Sorenya pas nunggu jemputan dtng, aku bermain ayunan bareng Yenni di halaman rumahnya, ternyata ada salah satu temanku yang melihatku bermain disana. Esoknya, disekolah dia menghembuskan sebuah berita bohong kepada teman-temanku secara diam-diam. Suasana kelas yang riang, mendadak menjadi suram tak mengasyikkan lagi. Sejak itu, mereka mulai menjauhiku. Jadilah aku korban bullying paling top di sekolah,”
Diam-diam, aku merekam cerita Zahrana lewat handphoneku. Setelahnya, aku mengirimkannya pada Dhezza dan Shannia. Tak lupa aku segera menyuruh mereka datang kesini.
“Berita bohong apa?” selaku.
“Katanya aku anak pembantu yang miskin. Tukang bohong, dan semacamnya,” Ia menunduk sedih.
“Kenapa nggak nyangkal berita itu?”Aku tak habis pikir. Bagaimana Zahrana hanya berdiam diri saja mendengar berita gosip itu.
“Percuma. Mereka ga akan percaya, orang yang nyebarin gosip itu lebih dipercaya sama mereka,” sahutnya sambil terus menunduk.
“Uhm, kamu tau ga? Siapa yang nyebarin gosipnya?”
Zahrana mengangguk perlahan.
“Namanya Sylva.”
“Nggak marah sama dia?”
“Nggak, biarin aja. Aku berusaha senormal mungkin sama dia. Yeah, meskipun rasanya tuhh, keseel bangett!” Katanya geregetan.
“Baik bangettt! Ngga kuat deh kayanya klo diposisimu. Tetep baik sama orang yang udah nyakitin kita.” Kataku takjub.
Tiba-tiba, Shannia dan Dhezza datang menghampiri. Mereka berdua langsung menghambur memeluk Zahrana, terpatah-patah meminta maaf padanya. Kulihat, Zahra tersenyum bahagia. Indahnya memaafkan.
“Berbuat baik nggak harus pandang bulu kan?” Pertanyaan itu terlontar begitu saja menghujam keras memenuhi pikiranku.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Keren banget kaak.. Terharu biru rasanya :") Semangat kak!
hehhee,, makasih yaa:) semangat jgaa kak