Saat waktu istirahat tiba, Hanna bergegas menemui meja paling pojok, tempat duduk anak baru itu. Teman-temannya sudah pergi ke kantin, dan keluar dari kelas barusan. menyisakan Hanna dan sepasang murid baru di kelasnya.

“Hai, kenalin namaku Hanna,” Ia mengulurkan tangannya memperkenalkan diri. Duduk di hadapannya.

“Oh, Hai juga, namaku Dhiva,” katanya menyambut uluran tangan Hanna.

“Hm, kalo yang disebelahmu itu namanya siapa?” Hanna bertanya penasaran.

Mata Dhiva membelalak kaget. Segera menyembunyikan risaunya dari tatapan Hanna.

“Uhm, kamu bisa liat?” Dhiva patah-patah menjawab. Balik bertanya.

“Lha? Bisa lah, aku kan punya mata,” Hanna mengernyitkan dahi heran.

“Oh bukan, bukan gitu maksud aku. Dia, dia udah ngga ada Han,” sahut Dhiva pelan. Menunduk sedih.

“Dia saudara kembarku,” Dhiva melanjutkan.

Hanna menganga lebar. Tak menyangka, murid baru di sekolahnya kali ini adalah sepasang saudara kembar. Yang satu asli manusia. Yang satu arwah, eh maksudnya hantu.

“Ups, maaf jadi buat kamu sedih,” Hanna merasa bersalah.

“Ngga, ngga kok, ngga papa,” ia tersenyum simpul. Disebelahnya, hantu itu juga tersenyum hangat pada Hanna. Ramah.

Namaku Dhive, salam kenal

Bisikan itu terdengar tiba-tiba di telinga Hanna. Membuatnya kaget, sekaligus merinding. Namun, melihat Dhiva yang tenang-tenang saja duduk di samping hantu Dhive membuat Hanna merasakan ketenangan menyelusup kembali dalam dirinya.