Pagi ini, Dhiva, Qilla, Hanna, dan Chika sedang menghabiskan sarapan masing-masing sesuai dengan menu yang telah mereka pilih. Keempatnya duduk melingkar. Biasanya, mereka berlima disana. Dengan tambahan Liessa. Kebetulan, saat ini ia sedang sibuk mengerjakan tugasnya di laboratorium kimia.

“Qil, penyakit kleptomania itu apa sih?” Dhiva bertanya pada Qilla. Mengingat perbincangannya dengan Lynda beberapa saat yang lalu.

“Kleptomania?” Chika tertarik. Antusias mendengarkan.

“Kleptomania itu sejenis penyakit yang membuat orang tanpa sadar nyuri sesuatu. Biasanya terjadi di tempat umum. Kasian banget orang yang harus kena penyakit itu. Bisa berdampak pada kesehatan yang menurun, stres, dan lain-lain,” Qilla menjelaskan panjang lebar. Gerakan menyendoknya tertahan sejenak.

Yeah, dia memang pintar. Kami menjulukinya sebagai ‘ensiklopedia berjalan’. Ia selalu unggul dalam berbagai mata pelajaran, dan mengetahui banyak hal. Jadi, tak salah bertanya kepadanya yang sudah pasti tahu tentang seluk beluk penyakit kleptomania.

“Trus, ngga bisa disembuhin gitu?” Ucap Hanna penasaran. Kembali menyendok nasi goreng yang tersisa di piringnya.

“Sayangnya ngga bisa Han,” Qilla mengangkat bahu.

Tiba-tiba, datang Liessa menghampiri. Tangannya menggengam setangkup burger lezat. Rupanya, ia sudah selesai merampungkan tugas tambahan di laboratorium kimia.

“Lagi ngebahas apa nih?” Liessa bertanya ramah. Menarik salah satu kursi yang kosong.

“Kleptomania,” celetuk Qilla.

“Oh,” Liessa mengangguk-angguk mengerti. Mulutnya mengunyah perlahan burger yang baru saja digigitnya.