Hanna tak fokus mendengarkan pelajaran di depan. Otaknya sibuk merangkai berbagai kejadian yang telah terjadi. Apakah ini ada hubungannya dengan hantu Aisha?

“Hanna! Kerjakan nomor dua di depan!” Bu Vania memutus lamunannya. Garang.

Hanna gelagapan. Tak tahu harus menjawab pertanyaan apa, dan bagaimana cara menjawabnya. Pagi ini adalah pelajaran matematika. Cukup sepuluh menit saja ia tak mendengarkan penjalasan dari bu Vania, maka cukup sudah untuk membuatnya tak mengerti apapun sepanjang pelajaran.

Syutt, tiba-tiba halaman buku paketnya terbuka. Seperti menunjukkan halaman yang dimaksud bu Vania. Ternyata itu ulah Dhive, yang tahu bahwa Hanna tak mendengar sedikitpun sepanjang pelajaran. Bergegas ia beranjak berdiri. Berjalan gugup ke depan.

Fyuhh, untunglah hari ini bu Vania hanya mengulang pelajaran tempo hari. Masih belum berganti dengan materi baru. Dengan gesit Hanna mulai mengerjakan soal nomor dua yang sangat mudah baginya. Otaknya yang cerdas, membuatnya tangkas dan gesit menuliskan jawaban di papan tulis. Sekalipun ia belum menjawabnya sama sekali di mejanya tadi.

Seusai menulis jawaban di papan tulis, ia beranjak kembali menuju tempat duduknya.

“Aaa!” Teriakan Hanna cukup keras untuk membuat semua kepala menoleh ke arahnya. Rupanya, saat ia hendak melewati kursi Amanda, Amanda sengaja menjulurkan kakinya. Membuatnya terjatuh, sedikit merasa kesakitan.