Qonita Husna Zahida

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Part -17

Pagi ini, koridor asrama ramai sekali. Hanna, Qilla dan Dhiva yang kebetulan masih bersiap di kamar, bergegas keluar. Mencari tahu apa yang telah terjadi.

“Kenapa Da?” Hanna bertanya bingung. Ikut berdiri di tengah kerumunan. Berusaha mengintip apa yang terjadi di depannya.

“Ngga tau, liat aja sendiri,” Amanda menjawab enggan. Mengangkat bahu.

“Sombong amat sih,” gumam Hanna dalam hati.

Akhirnya, Hanna, Qilla, dan Dhiva berhasil menyibak kerumunan. Di depannya, Lynda berteriak-teriak histeris. Namun, kakak-kakak senior yang berada di dekatnya tak menenangkan, apalagi berusaha menghiburnya. Mereka malah memarahi Lynda dengan omelan yang bertubi-tubi.

Hal itu membuat kening Hanna berkerut heran. Orang teriak-teriak histeris gitu ngga mungkin dengerin omelan mereka lah! Kok ngga di tenangin sih?

“Dasar pencuri!” Umpat kak Fiona keras.

“Pencuri ngga pantes tinggal di asrama ini!” Sahutan kemarahan lainnya mulai terdengar.

“Pencuri? Maksudnya apa sih kak?” Qilla bertanya pada kak Nindya yang berada di sampingnya.

“Tuh temenmu. Tiba-tiba ngaku habis nyuri laptop Fiona sambil nangis-nangis. Teriak-teriak minta maaf. Kaya ketakutan banget gitu, liat aja tuh di depan dia masih teriak histeris,” kak Nindya berbaik hati menjelaskan.

Tak disangka, Lynda yang terkenal baik hati, mengaku mencuri laptop milik kak Fiona. Pasti ada situasi yang telah mendesaknya untuk berbuat demikian.

“Loh? Hilangnya kapan kak?” Hanna ikut bertanya.

“Kemaren, pas aktivitas malam di ruang belajar. Fiona keasyikan baca novelnya, jadi lupa bawa laptop ke ruang belajar. Pintu asramanya udah keburu ditutup.” Ujar kak Nindya.

“Hm, kenapa yaa? Tumben banget ada orang yang mau ngaku kalo habis nyuri kaya gitu. Pasti udah ada sesuatu yang membuatnya ketakutan, dan menangis, berteriak histeris.” Chika bertopang dagu.

“Aaaaaaaaaaa! Jangan bunuh akuuuu!” Lynda berteriak keras. Terus mengucapkan kalimat serupa berulang-ulang.

Tatapannya kosong. Matanya sembab. Wajahnya dibanjiri air mata. Entahlah, ia sedang berteriak kepada siapa. Fokusnya hanya satu. Seperti ketakutan memandang sesuatu.

“Brukkk!” Lynda jatuh pingsan. Hanna, Qilla, Chika, dan Dhiva serta teman-sekelas lainnya segera membopongnya menuju ruang kesehatan.

Tiba-tiba, mata Hanna menangkap sosok yang sangat dikenalnya. Hantu Aisha. Berdiri mengambang di pojok koridor. Menatapnya tajam, tersenyum licik. Lantas, pergi menghilang begitu saja.

Karena bel masuk sudah berbunyi barusan, mereka segera bergegas menuju kelas. Meninggalkan Lynda yang sendirian di ruang kesehatan.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

membuatku menganga. ini inti ceritanya mirip sekali dengan ide ceritaku untuk indigo dormitory

10 Aug
Balas

hihii, pernyataanmu pun membuatku mengangaa wkwk:D

10 Aug

sehatiii uwuuu:0

10 Aug

blm ditulis yaaa idenya:). aku gabaca pikiranmu lhoo, mencuri ide misalnyaaa:D... wkwk

10 Aug



search

New Post