Wuzz, tak sampai semenit tangan Dhiva telah menggenggam sebotol minuman. Lantas, menyerahkannya pada Hanna.

“Makasii Va,” Hanna menyerahkan kembali sebotol minumannya pada Dhiva, sehabis meminum beberapa teguk air. Tak lupa, ia mengucap terimakasih pula pada Dhive lewat gumaman dalam hatinya.

“Aww,” di depan sana, Liessa terjatuh. Sepertinya kaki kanannya jatuh terkilir. Tersenggol oleh pemain lain.

Liessa segera dibawa ke ruang kesehatan. Sementara itu, tim Liessa mencari pemain pengganti Liessa yang cedera.

“Hannn! Kamu pemain cadangan kan? Kuyy!” Qilla menarik tangan Hanna. Mengajaknya segera menuju ke tengah lapangan. Melanjutkan pertandingan yang sempat tertunda.

“Sret, sret,” Chika berkelit lincah dari lawannya. Hanna bersusah payah merebut bola darinya. Tapi terlambat, Chika dengan lihai telah melempar bola basket itu ke dalam ring. Sempurna. Gol 4-5 untuk tim Chika.

Pertandingan mulai memanas. Waktu kian menipis. Tersisa waktu lima belas menit lagi, untuk tim Hanna agar dapat meraih pertandingan basket bulan ini.

Qilla mengoper bolanya pada Hanna. Hanna mengangkapnya tangkas. Segera berlari mendekati ring. Ah! Di depannya masih banyak pemain lawan yang bersiap menghadang, dan sret, sret! Ia mulai berkelit gesit.

“Yesss!” Hanna berhasil memasukkan bolanya. Tersenyum puas. Kali ini, sasarannya tepat sekali.

Detik-detik terakhir pertandingan. Tim Hanna berhasil mencipta sato gol lagi. Gol pamungkas. Syarat menjadi pemenang di pertandingan bola basket bulan ini.

“Brukkk!” Hanna jatuh tak sadarkan diri. Setelah sebelumnya, mata bulatnya nampak membelalak lebar. Orang-orang segera berkerumun. Bergegas membopongnya menuju ruang kesehatan. Mungkin, fisiknya tak kuat lagi. Menanggung letih yang luar biasa.