Kubuka kotak putih itu perlahan. Elegan tampak manis dengan ikatan pita di atasnya. Isinya adalah al-quran. Al-quran kecil manis berwarna putih. Simple dengan hiasan indah diatasnya.

Kuusap al-quran itu perlahan. Cantik, indah menggetarkan hati. Kubuka lembar demi lembar dengan perlahan. Tiba diujung halaman al-qur’an, ada sebuah sticky note yang tertempel disana. Ditulis rapi oleh si pemberi.

**(censored)**

Zidya, semoga dengan al-qur’an ini, kamu bisa menjadi hafidzah kebanggaan oma. Persembahkanlah mahkota dan jubah emas untuk ayah bundamu. Tarik oma menuju syurga dengan hafalan al-qur’anmu di akhirat kelak.

Ikhlaskan kepergian oma. Tak perlu bersusah hati memikirkan oma. Oma bahagia disini.

Salam sayang untuk Zidya. Oma.

Tangisku pecah. Kugenggam erat-erat kertas putih bersih itu. Aku bertekad dalam hati, akan segera mewujudkan keinginan oma.

Entah bagaimana kotak beserta hadiah itu datang. Aku tak peduli. Yang kutahu, kini adalah saatnya. Waktu yang tepat untuk segera mengikhlaskan. Menerima kepergiannya dengan sepenuh hati.

Mungkin saja, tragedi di konter itu memang bagian dari takdir-Nya. Supaya aku segera menerima. Tak dihantui oleh segenap foto yang tersimpan di dalam memori handphone. Aku sadar, memandanginya tiap hari membuatku bertambah sedih, meratap tiada guna. Menyesali segala yang telah digariskan oleh-Nya.

Allah. Tak seharusnya aku menentang takdir-Mu. Aku hanyalah seorang hamba yang hina. Detik ini, aku akan segera mengikhlaskan. Meyakini, bahwa skenario-Mu senantiasa indah.

_Selesai_