Nestapa (2)
Bunda telah sadar dari pingsannya, duduk disamping menemaniku yang masih tersedu. Kuusap lembut wajah oma. Kugenggam tangannya yang dingin. Ayah memutuskan pemakaman di laksanakan secepatnya. Aku beranjak perlahan menuju kamarku. Terisak mengenang hari-hari indah bersama oma.
Saat langit mulai gelap, aku masih duduk di samping makam tempat terakhir oma disemayamkan. Bersama ayah, dan bunda yang terus merayuku tuk segera pulang. Aku menyerah, perlahan beringsut pergi menatap nanar wilayah perkuburan yang sudah sepi sedari tadi.
Esoknya, aku bangun dengan mata membengkak. Semalaman aku tak kunjung henti mengeluarkan air mata.
Para pelayat mulai berdatangan. Mengucapkan sebaris bela sungkawa. Dari seluruh anggota keluarga, akulah yang paling dekat dengannya. ibu kandung dari ayahku. Mungkin, hanya aku pula yang masih tak ikhlas dengan kepergiannya.
Kubuka handphoneku sejenak, memandangi foto-fotoku bersama oma. Lengkap hingga beliau berada di rumah sakit. Sesekali aku tersenyum, mengingat suatu momen indah yang bersemayam jelas dalam benakku.
Ya, aku masih tak ikhlas. Tak dapat menerima sepenuh hati. Bersusah hati sepanjang minggu.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
bagus kak lanjutin terus ya
Shiapp;)
semangat!!!
Okkee, Semangat jgaa yaa:)