Nestapa (1)
“Brumm,” suara mobil menderum kencang dari halaman rumahku.
Kukenakan setelan jilbabku dengan segera. Mungkin ayah atau bunda yang datang membawa baju kotor oma. Sudah sebulan ini, omaku terbaring lemah di rumah sakit.
“Assalamu’alaikum,” salam ayah ketika memasuki rumah. Suaranya lemah, wajahnya nampak keruh, tanpa selarik senyum sedikitpun.
Menyusul bunda masuk setelahnya. Bunda menghambur dalam pelukanku. Menangis kencang sesegukan.
“Kenapa bun?” Aku bertanya khawatir.
Deg!
Bunda tak menjawab. Pemandangan dihadapankulah yang berbaik hati menjelaskan. Beberapa perawat mengenakan baju putih-putih tampak membawa keranda. Lututku lemas seketika. Tak kuat lagi menatap oma yang telah terbungkus kain kafan.
“Arghhh! Omaaaa! Omaaaa!” Aku berteriak tak terima. Berlari ke arah jasad oma di tengah ruangan. Bunda pingsan. Dipobong seorang perawat menuju kamarnya.
“Nggakk! Nggakk! Oma nggak meninggall! Hikss, hikss, hikss!” Seorang perawat merengkuh pundakku memenangkan. Mengusap lembut kerudung yang banjir air mata.
“Omaaa! Maafin akuu!” Rasa bersalahku kian memuncak. Teringat pasal oma opname sebab ulahku yang berlebihan mengagetkannya, membuat penyakit jantungnya kambuh. Menggemparkan seisi rumah menatapnya tak sadarkan diri, sesegera mungkin melarikan oma ke rumah sakit.
Kutatap wajahnya. Teduh tanpa beban. Putih mengumbar senyum. Ya Allah, mengapa engkau mengambilnya secepat itu?
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar