Oryza adiwidia

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Sedikit tentang mereka

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Halo semua. Sebelumnya, perkenalkan namaku Oryza adiwidia. Di sini akan menceritakan sedikit tentang bagaimana cara orangtuaku dalam mendidik anak-anaknya. Sebagai awalan aku akan menceritakan kilas balik sebelum aku lahir. Aku dilahirkan di rumah bidan tak jauh dari tempat tinggalku. Kira-kira lahir jam enam pagi di hari minggu. Oh ya, aku punya dua kakak perempuan yang umurnya bisa di bilang lumayan jauh dari umurku. Kakak pertama-ku berjarak kurang lebih enam belas tahun dan pada waktu itu sedang menginjak kelas 11 di SMA, sedangkan kakak kedua-ku berjarak kurang lebih juga empat belas tahun yang pada waktu itu sedang kelas 9 di MTs. Jadi, bisa dibilang lumayan kan. Okey, kembali tentang cerita aku lahir di hari minggu. Setelah melahirkan, ibu membawaku pulang dengan becak, pada saat itu keluargaku masih belum punya kendaraan satupun. Aku lahir dari keluarga yang sederhana, jadi ingat ketika masih TK, aku bertanya kepada ayah "Sebenarnya kita termasuk keluarga kaya atau miskin ya?" (diterjemahkan dari bahasa kanak-kanakku) dan apa jawaban ayah? "Oh tentu. Kita itu keluarga sederhana, di tengah-tengah, bukan kaya atau miskin. Dengan menjadi sederhana kita akan bahagia." (Intinya begitu ya, sedikit lupa dengan yang beliau katakan). Aku tak tahu ini benar atau tidak, tapi kedua kakakku menganggap aku sebagai hadiah. So "special" katanya, tapi aku "ngeselin" yang ini menurut perpekstif-ku ya, tapi aku yakin sekali bagian itu adalah bagian paling benar. Di saat kedua kakak-ku dewasa, dan di lingkup keluarga aku lah yang paling kecil, paling muda dan sebagainya. Bisa dibilang aku sangat-sangat dimanja. Aku tak hanya tinggal dengan keluarga intiku, aku juga tinggal dengan budhe dan pakdhe juga dengan anak lelaki tunggalnya yang lagi-lagi usianya seumuran dengan kakak perempuanku. Jadi, karna banyaknya orang dewasa di lingkunganku, otomatis mereka sudah punya aturan dan kebiasaan mereka masing-masing. Contohnya, ketika aku yang saat itu belum masuk taman kanak-kanak sering bahkan bisa dibilang selalu di ajak pakdhe naik odong-odong (semacam mobil-mobilan tapi lintasannya terbatas) dan sudah dikenalkan musik, ayah-ku yang sedikit tidak terima, menganggap aku terlalu dimanja dan masih belum cukup umur untuk mengenal apa itu musik. Tapi itulah orang dewasa, meski tak sepemikiran dan punya tujuan yang berbeda, mereka akan selalu memahami dan mencoba menerima hal-hal yang tidak disukainya (selama itu tidak merugikan pihak manapun). Bukan hanya itu, ketika nenek, kakak-kakakku bahkan ibuku membelikan aku sesuatu yang "gak penting" selalu saja di komen "ngapain beli ini?" yah. Aku tak paham konsep mana yang menurut ayahku "penting". Aku punya dua sisi dimana terkadang ada masanya aku sangat mengirit uang dan ada juga masa penghabisan uang, tapi lebih sering mengirit ya. Selalu dibilangin "Tugasnya pelajar itu cuma nabung ilmu, bukan nabung uang. Jangan pikirin soal uang, itu urusan orangtua.". Menurutku, apa masih perlu dijelaskan lagi bahwa di dunia ini tidak ada yang gratis, belajar pun perlu membayar, juga ada kebutuhan "ku" yang tidak terduga. Kalimat yang ku dengar sekitar beberapa minggu lalu. Masih ada banyak sekali kalimat singkat nan ajaib yang selalu diulang berkali-kali oleh ayahku. Di rumah, aku sangat jarang ngobrol dengan ayahku, hanya sebatas soal sekolah atau lagi-lagi petuah kehidupan. Wajar, jalan pikirku dan ayah sangat berbeda, kami punya jarak umur yang terlampau jauh, antara generasi baby boomer dan generasi Z, untuk kenyataan suatu zaman merubah cara berpikir seseorang. Lagi, ini tentang ayah. Aku selalu dilarang pergi bermain keluar bersama teman, itu pun kalau boleh hanya sebatas kerja kelompok dan acara sekolah. Alasan lainnya ya cuman satu "joging". Aku tak tahu kenapa ayah selalu melarangku pada banyak hal. Apa aku setidak meyakinkan itu di matanya? Entahlah. Tapi, selalu ada ibu. Ibu akan selalu menjadi penenang disaat aku dilarang, dimarahi bahkan ketika ayah tidak setuju, ibu selalu memberi ayahku nasehat agar tidak selalu melarang aktifitas anak perempuannya ini. Aku, selalu dimanja olehnya. Selama aku tidak melanggar peraturan rumah tentunya. Ibu, selalu memasak sesuatu yang sehat dan bergizi seimbang. Aku merasa sangat bersalah, aku hanya makan masakan yang aku suka saja. Selebihnya, aku tidak akan makan. Tidak pernah kubayangkan betapa rumitnya punya anak yang pilih-pilih makanan. Ibu selalu sabar menerimanya, ya meski dengan omelan. Aku menyadarinya setelah satu bulan merasakan tidak enaknya tinggal sendiri di kosan, mau makan harus beli, dengan lauk seadanya, tidak bisa request, itupun nasinya keras atau kadang lembek, nasi ibu di rumah lebih enak. Kenapa tidak masak saja? Karna tidak ada dapur. Pernah dengar? Setiap orangtua punya caranya sendiri untuk menunjukkan cintanya. Ibu selalu membuat kue manis, memasak makanan kesukaanku dan membelikan hal-hal yang kusuka. Kalau ayah, hahah beliau orang yang kaku. Menunjukkan cintanya dalam bentuk tindakan, seperti membuat alat-alat lifehack yang "unik", memperbaiki barang-barang rumah, kadang membantuku menggunting kertas agar rapi, sepele namun sangat berarti. Act of service? Yups. Ayah tidak bisa mengendarai motor, dia selalu berjalan kemanapun beliau mau. Beliau orang yang sangat sederhana, memiliki selera humor yang sulit dipahami orang. Beliau juga tegas, disiplin, tepat waktu dalam melakukan apapun, tidak suka keramaian. Beliau ayah yang bertanggungjawab. Tidak mau anak-anak perempuannya terbawa arus buruk, aku mulai menyadari betapa sulitnya menjaga anak perempuan, apalagi si bungsu yang masih sering bandel. Aku tak pernah melihat beliau meneteskan air matanya secara langsung, hanya sebatas cerita dari ibu. Paling gabisa ngomongin orangtua, bikin mewek. Sekarang saatnya "A small part of mother's love". Jadi, ibuku itu... Orangnya suka ngomel, suka masak, suka jalan-jalan. Kami punya banyak kesukaan yang sama, kucing adalah satu hal yang aku dan ibu banget. Ayah sering kesal melihat kelakuan kami, aku dan ibu sering diam-diam menyembunyikan Rara, kucing peliharaan kami di bawah selimut (agar tak terlihat), jangan sampai ayah tau ya! Kami juga suka jalan-jalan, punya selera jajan yang sama, contohnya, mie instan, seblak, suffle pancake yum! Aku selalu diperbolehkan membeli jajan apapun, karna aku juga tidak terlalu suka pedas dan saos-saosan juga sebenernya. Juga suka musik, terlebih musik india (ini ibuku ya), kalau aku lebih ke musik yang lagi tren aja heheh. Ibu, tak punya larangan khusus. Tapi terkadang, ketika aku izin keluar tidak diperbolehkan, alasannya tidak jelas " Intinya gak boleh", lagi-lagi aku tak paham, kenapa orangtua terlalu sering melarang. Tapi, ibu selalu memberi opsi lain. Aku yang keras kepala, juga terkadang kesal dan ngambek. Pernah ketika SD, aku belajar bersama ayah, entah kenapa aku selalu takut ketika diajar beliau, ibu selalu bilang jangan terlalu keras mengajari anak, istirahat dulu sejenak. Ibu, orang yang sangat mengkhawatirkan anak-anaknya, lebih dari dirinya. Bahkan perlu berbulan-bulan lamanya untuk me-lobbi ibu agar mau menyekolahkanku di Jember. Karna kedua kakak perempuanku sudah menikah dan tinggal jauh darinya, ibu sering bilang kalau si bungsu ini tinggal saja di rumah, jangan sekolah jauh-jauh. Huaaa, aku akan menunjukkan kalau aku bisa, dan aku akan membuat ibu bahagia nantinya. Orangtuaku akan selalu bilang "Be the best" lakukan dengan usahamu sendiri, jangan ada kecurangan dalam proses meraih mimpi. Kami sebagai anak-anaknya bebas punya mimpi setinggi apapun, tidak ada larangan meski kamu mau jadi astronot sekalipun. Satu yang paling utama adalah jangan lupa sholat dan berdoa, dekati dulu sang pencipta. Kehidupan akhirat lebih penting daripada kehidupan dunia. Terkadang lelah dengan kehidupan dunia ini, tapi karena ayah dan ibu, aku jadi tahu apa arti kehidupan dan semangat kembali menjalaninya. Sebenarnya ini hanyalah secuil tentang mereka, masih banyak sekali hal-hal yang tidak tersampaikan, tentang mereka.

*Maaf sebelumnya terutama untuk bu bida guru sejarah indonesia, cerpen ini lebih ke "curcol", dan mohon maaf apabila ada kata yang kurang sopan untuk dibaca. Sekian.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post