Exchange Souls (Bab 4)
Keluarga Ellrae
Saat aku sampai di depan rumah, terdengar suara yang sangat gaduh. Aku kemudian masuk ke dalam rumah. Ternyata ayah dan ibu Ellrae sedang bertengkar. Aku segera masuk ke kamar. Rasanya sangat tidak nyaman, walaupun mereka bukanlah orang tuaku. Pertengkaran itu berlangsung selama kurang lebih 1 jam.
Esoknya aku ke sekolah seperti biasa, tapi aku tak bisa berhenti memikirkan ayah dan ibu Ellrae. Saat aku masuk ke kelas. Ternyata Ellrae belum datang, Aku kemudian duduk di bangku.
“Kamu gak apa-apa?” tanya Ellrae.
“Uwaaaa!!” aku berteriak karena sangat kaget.
“Kapan kamu datang?”
“Aku datang dari tadi, aku bahkan sudah memanggilmu beberapa kali”
“Saat aku ingin masuk ke kelas, aku tidak sengaja menabrak pintu, aku juga sempat jatuh karna tersandung, dan sekarang aku bahkan tak sadar kamu sudah datang. Ada apa denganku ya?” ujarku.
“Apa ada yang sedang kamu pikirkan?”
“Hah! Bagaimana kamu tahu? Kamu peramal?”
“Pfft, hahahaha! Kamu ketebak sekali” itu adalah pertama kalinya aku melihat Ellrae tertawa terbahak-bahak (walau itu tubuhku).
“Jadi apa yang kamu pikirkan?” tanya Ellrae.
“Mm, ini tentang ayah dan ibumu”
“Mereka bertengkar?”
“Uwah! Kamu benar-benar peramal!”
“Mereka memang sering bertengkar..”
Bel berbunyi, jadi kami menghentikan pembicaraan ini. Selama pelajaran wajah Ellrae terlihat sedih. Saat istirahat kami kembali ke belakang sekolah. Kali ini Ellrae sudah membawa bekal buatan ibu untuk di makan bersama dan kali ini ia membawa porsi extra. “wah hari ini ibu membuat apa ya untuk bekal??” ucapku penuh harapan. “…” Ellrae hanya diam. Kurasa ia tak mendengarku, mungkin ia memikirkan soal yang tadi. “Ellrae” panggilku, ia lalu melihat kearahku. Aku langsung memasang muka jelekku “pfft, kenapa tiba-tiba?” tawanya “soalnya kamu cemberut terus siihh!” “maaf, ayo kita makan saja” setelah itu, kami pun makan.
Sama seperti kemarin, setelah selesai makan kami kembali ke kelas. Pas sekali saat kami sampai di kelas bel berbunyi. Kami semua duduk di bangku masing-masing. “Hari ini ada PR Matematika, tandai ya” kata Bu Guru. Aku pun mengambil pembatas buku dari tas Ellrae. Tiba-tiba aku memikirkan satu ide. Kutulis kata ‘semangat’ dengan emoji senyum pada selembar pembatas buku itu, lalu aku mengalihkan perhatian Ellrae dan memasukkannya ke dalam laci meja Ellrae. Itu berhasil, saat Ellrae mengambil kotak pensil yang ada di laci meja, ia membaca tulisan itu. Ia lalu tersenyum. Ellrae kemudian ikut menulis sesuatu di selembar pembatas buku dan memberikannya padaku. Tulisannya adalah ‘Terima kasih’ begitulah kami menjadi surat menyurat satu sama lain. “Kalau dipikir-pikir, setelah jiwa kami tertukar, Ellrae jadi semakin banyak bicara. Dia juga menjadi lebih ceria” pikirku
Pulang sekolah, aku kembali mendengar suara gaduh. Aku sangat tidak suka suasana ini, “Ellrae sangat hebat, bisa menahan rasa tidak nyaman ini” pikirku. Aku masuk kedalam kamar dan berusaha mengerjakan PR, tapi aku tidak bisa fokus. Jadi aku pergi kerumahku dan mengerjakan PR bersama Ellrae. Saat megerjakan PR, Ellrae terus-terusan melirik ke arahku.
“Maaf” kata Ellrae.
“Untuk apa?”
“Karna aku, kamu jadi harus mendengar mereka bertengkar”
“Apa? Itu tidak benar! Ini bukan salahmu”
“Sebenarnya saat aku kecil mereka juga sering bertengkar, tapi tidak sesering sekarang. Setengah tahun yang lalu saat aku pulang dari sekolahku yang dulu, aku melihat ayahku jalan dengan seorang wanita. Saat itu aku tidak tahu apa-apa, jadi aku memberi tahukan ibu. Kemudian mereka jadi bertengkar setiap hari. Mereka juga tidak pernah bermain bersamaku dan sibuk bekerja. Aku selalu merasa kesepian, kadang aku berbicara dengan diriku sendiri” ujar Ellrae sambil menangis
“Aku pernah melihatnya, saat dia berbicara sendiri” pikirku.
“Oh iya, kata teman-temanku kamu pindah karena kasus pembullyan, apa itu benar?” tanyaku.
“Iya, itu benar. Karena sering bicara sendiri, dan kadang membawa boneka aku jadi di bully”
“Ah, begitu ya.. pasti sulit”
Aku jadi merasa bersalah karena pernah berpikir kalau Ellrae itu aneh. Tiba-tiba air mataku menetes. Kami pun jadi menangis bersama. Untungnya ibu sekarang sedang sibuk di warung, jadi tidak menyadari kalau kami sedang menangis. Selesai menangis aku merasa sedikit lega, dan waktu menunjukan pukul 17:21. Aku kemudian pulang, sampai dirumah aku baru menyadari kalau sebenarnya PR kami belum sampai setengahnya dikerjakan. Aku jadi harus mengerjakannya sendiri.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar