ISTARA SAFITRI

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Guruku juga ibuku (h-11)

Aku berdiri di panggung itu dengan menerima piala juga sertifikat lomba yang telah ku ikuti. Tampak semua orang memuji atas kemenangan yang ku raih pada lomba melukis tersebut. Aku bisa merasakan kebahagiaanku. "Pluk." Seperti ada yang memukul pundak, tetapi aku menghiraukannya. "Shena! Bisa bisanya kamu tidur saat jam kelas. Mimpi apa lagi kamu? Cepat ambil buku matematika dan berdiri di depan papan tulis!" Bu Wina terkenal dengan ketegasannya, jadi wajar bila ia marah melihatku tidur saat jam pelajaran. Aku maju ke depan sambil menggerutu dalam diam. Huh, mengapa tadi hanya mimpi? Apakah mimpi itu tidak bisa terjadi di hidupku? Sudahlah. Akui saja kenyataannya, aku memang tidak memiliki kelebihan apapun dalam diri sendiri.

Keesokannya, aku dihukum berdiri di tengah lapangan karena tertidur lagi dan tidak mengerjakan tugas. Satu sekolah memandangku dengan tajam ketika waktu istirahat. Aku seperti menjadi pusat perhatian mereka. Malu? Tidak sama sekali. Sebab ini kesalahanku sendiri. Jam istirahat pun telah usai, kini aku diperbolehkan mengikuti pelajaran selanjutnya. Aku pun mulai memasuki kelas. "Wah, tukang tidur udah datang!" "Eh gimana Shen berdiri di lapangannya? Panas ya, Haha." "Sepertinya memang pantas panas-panasan di lapangan deh, biar tambah gosong mukanya. Canda ya Shen, jangan baper." Sebenarnya kata-kata tersebut udah terbiasa dilontarkan dari mulut mereka. Dari awal, mereka sudah menjauh dariku. Tidak ada yang ingin berteman. Memang sakit, tapi marah juga bukan solusi menghadapinya. Pak Andi pun masuk ke kelas dan memulai pelajaran seni budaya. Kami diberikan tugas untuk melukis. Saat jam pulang sekolah, Pak Andi memberikan hasil dari lukisan kami. "Jadi, lukisan terbaik yang akan ditempel di madding sekolah adalah lukisan Revana dan Shena. Lukisan kalian semua sudah bagus, tetapi Bapak memilih yang terlihat paling berbakat dalam melukis ya. Sekarang kalian boleh pulang." Aku bersyukur dan tersenyum mendengarnya. Akhirnya ada guru yang mengapresiasi hasil lukisanku. "Asik, ada yang lukisannya terbaik nih. Hasilnya biasa aja padahal hehe." Mereka tidak berhenti mengejekku. Aku terdiam dan langsung pulang. Tak tahan, aku menangis seketika.

Hari ini aku dipanggil oleh Bu Wina ke kantor.

"Ada apa ya bu?"

"Jadi gini Shen, kamu itu banyak masalah di kelas. Banyak guru yang bilang, kamu jarang mengumpulkan tugas, suka ketiduran dan sekarang nilai kamu turun dari yang biasanya. Kamu sebenarnya kenapa? Kalau ada masalah bilang ke ibu, Shen."

"Sebenarnya bu, saya ingin banget cerita tapi ngga tau sama siapa. Alasan saya akhir-akhir ini berubah, karena kedua orangtua saya bercerai bu. Saya tinggal bersama Ibu saya, jadi setiap sore juga harus bantu jualan sampai malam. Saya juga selalu dimarahi sama ibu, makanya saya sekarang ngga ada semangat belajar, suka ngantuk dan ngga ngerjain tugas. Saya lelah, bu. Disekolah saya juga sering di bodyshaming, diejek dan ngga ada yang mau berteman sama saya. Saya minta maaf, saya gagal jadi seorang anak, murid dan teman, bu." Air mataku tak sengaja keluar saat menjelaskannya. Bu Wina langsung memelukku erat. Ia terisak mendengar jawabanku. "Seharusnya Ibu yang gagal menjadi guru, Shen. Ibu ngga mengerti keadaan kalian bagaimana. Ibu juga ngga menduga ternyata murid Ibu suka bullying gini. Ibu akan bicarakan masalah ini kepada pihak sekolah agar mengedukasi murid dan memberi pengertian kepada ibumu ya. Untuk pembelajarannya, Ibu akan memberi waktu tambahan untuk mengajari kamu. Kamu jangan menyerah, Ibu sayang sama kamu, Shena." Suasananya kini menjadi pecah. Ini pertama kalinya aku bisa merasakan kasih sayang walaupun dari seorang guru. Tetapi saat itu, aku sudah menganggapnya seperti seorang ibu kandung.

Beberapa minggu berlalu. Perlahan, kehidupanku terarah lebih baik. Karena Ibuku sendiri yang sudah tidak memperdulikanku dan sepakat boleh tinggal bersama Bu Wina, maka sekarang aku hidup bersamanya. Aku bersyukur karena telah dipertemukan oleh seorang guru sekaligus sebagai ibuku dan mau menerimaku menjadi anaknya. Dan dari edukasi sekolah tentang bullying dan bodyshaming kepada murid, kini teman sekelasku mau saling berteman dan meminta maaf kepadaku. Karena Bu Wina, aku juga mulai bersosialisasi dan berbuat baik kepada orang lain serta termotivasi untuk semangat dalam belajar. Aku juga disuruh oleh Bu Wina melatih bakat melukisku. Hingga suatu hari, aku membalas jasa Bu Wina dengan membanggakannya karena aku telah memenangkan lomba melukis. Aku mendapatkan juara pertama tingkat nasional. Mimpiku kala itu menjadi nyata. Dewasa nanti, akan kubuktikan bahwa aku bisa menjadi orang sukses dan membahagiakan Ibu kandungku serta Bu Wina. Akan lebih banyak ku balas jasa kebaikan mereka. Walaupun Ibu kandungku sendiri sudah menjauh, tetapi ia tetap sebagai orang yang melahirkan serta merawatku sampai sekarang dan guruku sendiri yang merubah menjadi lebih baik.

Selamat Hari Guru Nasional!

Pahlawan tanpa tanda jasa yang sebenarnya. Terimakasih banyak atas jasa yang engkau berikan, kesabaranmu dan ilmu yang bermanfaat. Semoga selalu dilindungi di setiap langkah dan perjuanganmu.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post