Fellicia Aira Maleekha

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Balutan Pink Di Hari Kemenangan

Balutan Pink Di Hari Kemenangan

Dua puluh sembilan hari selah berlalu, dan malam ini mulai ter-dengar suara takbir yang saling bersahuran. Beberapa hari sebelumnya, aku membantu Ibuku membual kue kering. "Eil, besok bantu mama buat kue ya!" ucap ibuku. Bagaikan rotii bagurttr yang beras tetapi masih memiliki sisi lembut di dalamnya, itulah ibuku. "iya ma, besok Eii bantu." sahutku. Seperti mencicip makanan yang rasanya sangat enak perlahan senyumku merekah lebar. Kegiatan tahunan yang selalu kunantikan, akhirnya telah tiba. Aku membantu membentuk selai nanas agar memudahkan ibuku membuat kue nastar tersebut. Satu persatu kue nastar sudah tersusun rapi di loyang. Selanjutnya mama bergegas menaruh loyang - loyang tersebut ke dalam oven.

Setelah kue itu sudah setengah matang, mama mengeluarkan kembali loyang kue tersebut. Mama menyuruhku untuk mengoles kue kue tersebut dengan kuning telur. Bagaikan sepatu kaca milik cinderella kue nastar tersebut terlihat sangat mengkilap. Mama pun menaruh kembali loyang kue itu kedalam oven. Saat sedang dipanggang, wangi dari kue nasuar memenuhi selsi rumah. Setelah selesai, mama lanjut memasukan kue ke dalam toples. Satu persatu hingga tak terasa kue nastar tersebut sudah masuk dan tersusun rapi di dalam toples.

Pagi itu, matahari belum sempat mengintip dari tirai langit. Tapi aku sudah terbangun dari tidurku. Suara takbir dari pengeras masjid terdengar seperti nyanyian rindu yang menyayat dada. Dengan langkah pelan, aku menuju kamar mandi. Air dingin menyapa tubuhku seperti tamparan lembur yang membangunkan lubuh dan hari. Setelah itu aku duduk di depan cermin kuoleskan pelembab diwajahku. Dengan menggunakan alas bedak, perona pipi dan juga lipstik berwarna pink seolah merayakan kemenangan jiwa. Aku merakai alasan tunik berwarna pink lembut, dengan bawahan rok berwarna putih, jilbab berwarna abu melingkupi kepalaku. Senyumpu terpancar bagai mentari pagi, namun haliku terasa mendung.

Dibalik riasan dan pakaian terbaiku, aku tahu tahun ini aku tidak bisa mengikuti sholat ied. Tubuhku suci dari desa, tapi sedang tidak suci karena syariat. Untuk pertama kalinya aku tidak mengikuti sholat ied karena aku sedang haid. Rasanya seperti tamu pesta yang diundang tetapi tidak bisa ikut menari. Setelah keluargatu sholat ied, kami berkumpul diruang keluarga. Suasana haru menyelimutu rumah saat kami saling bermaaf - maafan kecupan dan pelukan hangat senantiasa melengkapi suasana ied kami. Ucapan tulus mohon maaf lahir dan batin menjadi jembatan yang menyatukan kembali hari-hari yang mungkin pernah retak.

Tak lama kemudian kami beslap menuju rumah tanteku. Disanalah keluarga besar kami berkumpul, Sepupu sepupuku, om dan tante. Semuanya hadir dengan senyuman cerah, baju baju berwarna terang, dan hati yang terbuka. Suasana lebaran terasa begitu hangat. Seperti matahari yang menyinari bumi setelah hujan. Karena tami tidak memiliki kampung halaman, kami pun berkeliling kerumah sanak saudara, satu per satu, membawa senyum dan kue-kue kecil sebagai tanda cinta.

Meski aku tidak ikut sholat ied, dan tak punya kampung untuk pulang, hari kemenangan ini tetap utuh. Karena yang terpenting adalah hati yang kembali pada Tuhan, pada keluarga, dan pada keikhlasan yang tumbuh diam-diam dalam dada.

Selasa, 05 Agustus 2025

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren banget ceritanya Felly

06 Aug
Balas

terimakasih ajeng!

06 Aug



search

New Post