Fatimah Rasyida

Arsip Kolaborasi antara pikiran perasaan dan jari jemari Fatimah Rasyida sesuai dengan nama akun ini ps arsip diupload sesuai dengan keinginan

Selengkapnya
Navigasi Web

Stuck in The Middle

Aku termenung menatap jalanan di siang hari. Sesekali menghela napas pelan dan menatap pelanggan yang sedang asyik bercengkrama dengan teman satu mejanya. Astaga, aku ingin seperti mereka. Seseorang menepuk pundakku.

"Temmy! Kau sampai kapan bengong seperti itu?! Akan aku pecat kau, kalau kau seperti itu terus," kata bos dari jauh. lamunanku buyar dan langsung membantu rekan kerja. Aku tidak ingin dipecat dalam waktu dekat. Ini pekerjaan ke-5 ku setelah dipecat dipekerjaanku sebelumnya. Aku tidak ingin mencari yang keenam. Aku mendesah kecil, lamunanku kembali lagi bersamaan dengan gelas yang terisi penuh dengan air panas mengenai tanganku. Untung saja salah satu rekan kerjaku langsung mematikan air panasnya sebelum bos tau.

"Tem, kau jangan bengong terus, tanganmu hampir terkena air panas," kata Aslan. Aku mengangguk dan kembali bekerja. Tanganku yang cekatan langsung mengambil tiga gelas kosong dan memasukan es dalam waktu bersamaan, disusul susu dan boba. Untuk hal ini seperti ini, aku jagonya. Bukannya sombong, tapi hampir seluruh pekerjaanku dari sebelumnya memang bartender di cafe-cafe.

Setelah Shift ku selesai, aku duduk di belakang cafe. menghela napas panjang dan menatap tanaman hias di belakang cafe. seseorang menepuk pundakku.

"Aku sampai hafal dimana saat kau hendak melamun, Tem," kata Aslan sembari duduk di sampingku. Aku berseringai.

"Dan hobi melamunmu itu selalu membuatmu dipecat dari pekerjaan-pekerjaanmu sebelumnya, kau tidak ingin dipecat lagi kan? Makanya jangan melamun terus," katanya lagi. Aku tersenyum kecil.

"Aku bisa menang di France karena apa?" tanyaku, agak sombong sedikit.

"Nah, nah, kau selalu berkata seperti itu. Tem, itu sudah lama sekali, dan kau masih mengingatnya dan menyombongkannya," kata Aslan. Obrolan itu putus sampai disitu. Aku masuk ke dalam cafe meninggalkan Aslan sedirian. Aku mengingat sesuatu yang amat sangat aku tidak ingin mengingatnya. Semua berasal dari hobi melamunku itu, tapi aku melamun tentang sesuatu itu juga. Yap, akhirnya terciptalah lingkaran tak berujung, tak berputus penuh di kepalaku.

Aku menghela napas panjang sambil mengambil buku sketchku di saku jaket. Melamun itu selalu ada berkahnya. Ide-ide baru muncul di kepalaku, dan karena kepenuhan, aku gambar di buku sketch itu. Salah satu rekan kerja melirik buku sketch yang sedang aku gambar.

"Wih, Temmy! Gambar mu bagus sekali! Hey, semua! Temmy gambarnya bagus!" teriaknya. Aku berdecak. Mulai lagi. Dimanapun dan kapanpun aku berada selalu ada orang bermulut bocor sepertinya. Hampir semua karyawan cafe mengerubungiku untuk hanya sekedar melihat hasil gambaranku yang baru sketsa saja.

"Gambarmu bagus sekali!"

"Uwah, aku belum pernah melihat gambar sebagus ini."

"Meski hanya sketsa, aku bisa merasakan feeling di gambarmu."

Wajahku menampakan senyuman palsu, sekedar 'hehe, terima kasih, aku masih banyak belajar juga kok!' atau semacamnya. Itu cara yang benar kan? Apa aku salah?

Aslan menatapku dari jauh. Entah kasihan, atau iri, mukanya sama sekali tidak bisa ditebak dari dulu. Aslan dan aku sama-sama suka gambar, dan kami bertemu saat kuliah. Kami sama-sama mengambil jurusan seni, dan disitulah persahabatan kami berlangsung. Dia temanku satu-satunya. Yang benar-benar teman. Aku mendeklarasikannya di karya-karyaku. Style gambarku terinspirasi saat melihatnya. Dan namanya, astaga, namanya keren sekali. Aslan Lashkova. Keturunan Rusia-Timur tengah, membuatnya terlihat seperti pangeran di dongeng-dongeng. Dan dari dulu aku selalu bingung, kenapa dia ingin berteman dengan orang yang memiliki nama membingungkan sepertiku, Temmy Natasha. Entah yang marga yang mana.

Aku baru bisa keluar dari segerombongan orang-orang itu setelah lima belas menit. Ya, aku benar-benar menghitungya. Rekorku, satu jam, saat di France tentunya.

"Kalau kau berjalan kearahku, berarti kau akan menghela napas, memberitahu berapa menit, dan mengejek mereka dengan sangat sarkas," kata Aslan.

"Lan, sampai kapan kau memperhatikan kebiasaanku sampai seperti itu?"

"Sampai kau benar-benar men-accept salah satu tawaran itu," jawab Aslan. Aku menatapnya dan menghela napas. Aku menggeleng dan hendak keluar dari cafe. Seseorang mencegat aku keluar dari cafe.

"Maaf, apa disini ada karyawan yang bernama Temmy Natasha?" tanya orang itu. Aku menelan ludah. Mereka benar-benar bersikeras.

"Yes, sir, dia orangnya," kata Aslan sambil menunjukku. Oh gosh, aku harap ada keajaiban yang bisa mengeluarkanku dari situasi ini.

-Berlanjut

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Bagus kak

03 Aug
Balas



search

New Post