Fatimah Rasyida

Arsip Kolaborasi antara pikiran perasaan dan jari jemari Fatimah Rasyida sesuai dengan nama akun ini ps arsip diupload sesuai dengan keinginan

Selengkapnya
Navigasi Web

Stuck in The Middle 4

"Berisik! Pagi buta begini teriak, kau membangunkan orang-orang sekitar." Aku menoleh ke belakang. Suara yang kukenali. Aslan. Dia menghampiriku dan duduk di sampingku.

"Astaga, saat kau menutup telfonku, kau membuatku panik. Kukira kau bakal melakukan sesuatu," katanya.

"Memang. Tadinya pengen bunuh diri tapi keinget kalau disana ada Mr. Rolaf, jadinya gak jadi. Bisa-bisa nanti disuruh bikin paper random," jawabku. Mr. Rolaf itu dosen aku dan Aslan dulu saat kuliah, beliau sering sekali memberi kami tugas paper dengan tema aneh dan tidak sesuai dengan mata kuliah, dan beliau hanya menyuruh orang-orang tertentu sepertiku. Tentunya Aslan tidak pernah diberi tugas random itu.

Aslan menatapku aneh.

"Itu tidak lucu, Tem, sumpah," katanya. Aku berdecak sambil bersender.

"Aku tau, Tem. Kau bingung apa yang harus kau lakukan akhir-akhir ini," kata Aslan. Aku menatapnya tidak mengerti.

"Apa maksudmu?"

"Maksudku, kau itu pengecut, Tem," katanya. Tadinya aku hendak mendorongnya ke danau saking kesalnya, tapi sepertinya masih ada lanjutannya dari yang dia bilang.

"Kau itu maunya enaknya doang. Kau nge-stuck di tengah. Tidak mundur ataupun maju. Kau tidak mau menghadapi kenyataannya, Tem. Kau tidak mau mengambil resiko, tetep di zona nyaman. Kau sudah punya penghasilan lumayan dari kerja di cafe dan dari nge gambar komik. Kau terlalu suka dengan zona nyamanmu, dan kau menjadi tidak bertanggung jawab karenanya."

Baiklah. Kali ini Aslan sedang dalam mode ceramahnya. Biasanya aku setengah hati mendengarnya ceramah. Masuk dari kuping kanan dan keluar dari kuping kanan. Kalau dari kuping kiri berarti ada yang nyangkut sedikit kan di otak, tapi aku tidak. Tapi kali ini semua perkataannya menyangkut di otakku. Semua perkataannya benar dan membuatku meringis saking benarnya.

Aku menunjukkan senyum terpaksaku padanya. "Hm, ada lagi?"

"Nahkan, kau seperti itu. Kau itu tidak mau mendengar omongan orang, tapi kau hanya ingin didengar-ohya kau bukan orang yang seperti itu ya. Ya pokoknya kau itu harus keluar dari zona nyamanmu, Tem. Jangan jadi pengecut. Kau tidak mau kan orang tuamu terus mengejekmu pengangguran dan gak nikah-nikah."

"Tidak ada hubungannya dengan menikah dalam obrolan ini, jangan coba-coba keluar dari topik, Ass."

"Hey! Kenapa tiba-tiba kau jadi mengejekku."

"Ya habisnya, namamu bikin pusing saat kupanggil, Lan, terlalu kampungan, As, kaunya tidak suka, jadi gimana," kataku.

"Aslan saja, kenapa pakai di singkat-singkat. Dan hey! Kau juga keluar dari topik pembicaraan," seru Aslan. Aku tertawa. Moodku menjadi lumayan membaik karenanya. Aslan adalah the most precious friend bagiku.

"Ya, pokoknya.."

"Iya-iya tau. Aku gak boleh pengecut, mencoba keluar dari zona nyaman, dan mempunya pekerjaan tetap. Menikah tidak dihitung karena aku tidak mau menikah," kataku.

"Bukan mencoba tapi harus keluar dari zona nyaman," kata Aslan.

"Ya-ya, harus keluar dari zona nyaman."

"Kalau misalnya menikah denganku, kau tidak mau?" tanya Aslan, Aku tertawa terbahak-bahak.

"Bercandaanmu sama sekali tidak lucu, Lan, sumpah."

.

.

.

.

.

.

- End

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post